Pengertian Mahabbatullah dan Implementasinya dalam Kehidupan

Pengertian Mahabbatullah dan Implementasinya

Cinta kepada Allah dalam agama Islam dikenal dengan istilah mahabbatullah. Jika seorang muslim ditanya apakah dirinya mencintai Allah ataukah tidak maka tentu ia akan mengatakan 'iya'. Namun, cinta kepada Allah tidaklah cukup hanya dengan pengakuan saja. Karena siapapun bisa saja mengaku cinta kepada Allah meskipun pada kenyataannya ia lebih mencintai yang kepada selain-Nya.

Cinta adalah perbuatan hati. Apa yang ada di dalam hati kita akan tampak pada apa yang kita perbuat. Adalah dusta jika seseorang mengaku mahabbatullah akan tetapi perbuatannya tidak mencerminkan pengakuannya. Oleh karena itu, perlu kiranya kita mengetahui pengertian mahabbatullah dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari agar dapat kita jadikan sebagai bahan koreksi bagi diri kita apakah kita benar-benar telah mahabbatullah ataukah tidak.

A. Apa Itu Mahabbatullah?

Mahabbatullah (arab : مَحَبَّةُ اللّٰهِ) terdiri dari dua kata, yaitu mahabbah dan Allah. Mahabbah sendiri memiliki arti: kejernihan cinta, puncak kecintaan, tetapnya kehendak hati pada yang dicintai, dan pemberian hati pecinta pada yang dicintai. Jika digabung antara mahabbah dan Allah menjadi mahabbatullah berarti artinya adalah kecintaan kepada Allah .

Dalam Islam, mahabbatullah adalah kecenderungan hati kepada Allah dengan rasa cinta, pengagungan, pemuliaan, dan juga pengharapan. Rasa cinta seorang muslim kepada Allah juga sama dengan keimanan, adakalanya ia bertambah, adakalanya ia berkurang.

Mahabbatullah adalah pokok perkara dalam agama Islam. Jika telah sempurna kecintaan seorang muslim kepada Allah maka sempurna pula tauhid dan keimanannya. Sebaliknya, jika berkurang kecintaan seorang muslim kepada Allah maka berkurang pula tauhid dan keimanannya.

Para ulama sepakat bahwa mahabbatullah melebihi cinta kepada selain-Nya hukumnya adalah wajib. Berdasarkan firman Allah :

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ࣖ ٢٤

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.


[QS. At-Taubah ayat 24]

B. Perbedaan Cinta Kepada Allah (Mahabbatullah) dan Cinta Kepada Makhluk

Cinta yang dipersembahkan kepada Allah (Mahabbatullah) berbeda dengan cinta yang ditujukan kepada makhluk-Nya. Setiap manusia pasti memiliki rasa cinta kepada sesama makhluk-Nya. Bentuk-bentuk kecintaan manusia kepada makhluk ada tiga macam, yaitu :

  1. Pertama adalah cinta yang muncul karena tabiat manusia itu sendiri. Contohnya adalah rasa cinta kepada makanan yang dialami oleh orang yang kelaparan. Jika seseorang mengalami rasa lapar maka hatinya akan condong kepada makanan. Kecondongan hati yang seperti ini adalah hal yang wajar karena jika rasa ini tidak ada maka niscaya manusia tidak bisa mempertahankan hidupnya.
  2. Kedua adalah cinta yang muncul karena rasa kasih dan rasa sayang. Contohnya adalah cinta seorang ibu kepada anaknya. Cinta yang seperti ini juga adalah rasa cinta yang wajar. Seandainya seorang ibu tidak memiliki rasa cinta kepada anaknya niscaya ia akan menelantarkan anaknya dan tidak mau merawatnya dengan baik.
  3. Ketiga adalah cinta kepada hal-hal yang baik. Contohnya adalah kecintaan terhadap profesi, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kecintaan terhadap persahabatan, kecintaan terhadap harta, dan lain sebagainya.

Jenis-jenis cinta di atas jika muncul di dalam hati maka adalah hal yang wajar apabila tidak menimbulkan rasa pengagungan, pemuliaan, dan penghambaan.

Adapun mahabbatullah adalah rasa cinta yang menimbulkan rasa penghambaan, kepatuhan, pengutamaan, pengagungan, dan juga ketundukan. Rasa cinta yang seperti ini tidak boleh ditujukan kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah semata.

C. Implementasi Mahabbatullah dalam Kehidupan Sehari-hari

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa setiap orang bisa saja mengaku bahwa dirinya mencintai Allah melebihi yang lain. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa pengakuan belum tentu menunjukkan hakikat asli seseorang. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui indikator apa saja yang menunjukkan bahwa seseorang benar-benar mencintai Allah dibandingkan selain-Nya.

Berikut merupakan implementasi mahabbatullah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita jadikan indokator untuk mengukur seberapa cinta kita kepada Allah .

1. Senang Bertemu dengan Allah

Seorang yang mencintai Allah akan senantiasa rindu jika kelak bertemu dengan-Nya di surga. Maka dari itu, tak heran jika maut telah menjemputnya maka ia akan merasa senang dan bahagia. Hal ini dikarenakan ia tahu bahwa ia akan bertemu dengan Tuhannya di surga.

مَنْ ‌أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ

Barang siapa cinta bertemu Allah maka Allah cinta bertemu dengannya. Barang siapa yang benci bertemu dengan Allah maka Allah benci bertemu denganya.


[HR. Bukhari no. 6507]

2. Senang Berkhalwat dan Bermunajat Kepada Allah

Ketika seseorang sudah mencintai maka ia akan merasa bahagia ketika momen berkhalwat (menyendiri) dengan sosok yang dicintainya. Nabi Muhammad sangat bahagia ketika melaksanakan ibadah sholat. Karena sholat adalah momen ketika beliau bermunajat dan berkhalwat dengan Tuhannya.

وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam sholat


HR. Nasa'i no. 3939

3. Mengutamakan Allah di Atas Segalanya

Seorang yang mencintai akan meninggalkan apapun demi sosok yang dicintainya. Ketika seseorang sudah mengimplementasikan mahabbatullah dalam kehidupan sehari-hari maka ia akan senantiasa mengutamakan Allah di atas segalanya. Ia tidak akan peduli dengan siapapun selain kepada Allah. Apapun yang Allah perintahkan maka akan ia patuhi. Dan apapun yang Allah larang maka ia akan jauhi.

4. Senantiasa Berdzikir Mengingat Allah

Pecinta sejati tidak akan pernah lelah dan bosan mengingat dan menyebut-nyebut sosok yang dicintainya. Jika mahabbatullah sudah ada dalam jiwa seseorang maka ia akan senantiasa mengingat Allah bahkan dalam kondisi sulit sekalipun.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ٤٥

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.


[QS. Al-Anfal ayat 45]

5. Gemar Membaca Al-Quran

Dalam kitab As-Sunnah yang ditulis oleh Abdullah bin Ahmad disebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan : "Barang siapa yang ingin tahu seberapa besar cintanya kepada Allah maka hendaknya ia melihat dirinya terhadap Al-Quran. Jika ia cinta kepada Al-Quran maka ia cinta kepada Allah. Karena sesungguhnya Al-Quran adalah kalam Allah"

6. Rendah Hati Kepada Orang Beriman

Seorang yang mencintai Allah pasti memiliki sikap rendah hati dan lembut terhadap sesama orang beriman. Hal ini dikarenakan mereka memahami bahwa orang-orang beriman merupakan kekasih-kekasih Allah . Maka dari itu, tidak mungkin seorang yang mencintai Allah benci terhadap para kekasih-Nya.

اَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ

yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin


[QS. Al-Maidah ayat 54]

7. Bersikap Keras Kepada Orang Kafir

Orang-orang kafir adalah musuh-musuh Allah. Maka dari itu, tak layak bagi orang yang mencintai Allah bersikap rendah di hadapan musuh-musuh Allah.

اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ

dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir


[QS. Al-Maidah ayat 54]

8. Senantiasa Berjuang di Jalan Allah

Ketika mahabbatullah telah tertancap di dalam hati maka tidak ada kata mundur bagi pecinta Allah untuk senantiasa berjuang membela agama-Nya. Mereka senantiasa patuh kepada Allah, menegakkan aturan-aturan Allah, memerangi musuh-musuh Allah, melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Inilah bentuk implementasi mahabbatullah yang tampak di permukaan. Jika hal ini tidak tampak pada diri seseorang maka bisa dipastikan ia belum sepenuhnya mencintai Allah .

يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ

Mereka berjihad di jalan Allah


[QS. Al-Maidah ayat 54]

9. Tidak Takut dengan Para Pencela

Seorang yang sudah mencintai tidak akan peduli dengan perkataan siapapun kecuali pada sosok yang dicintainya. Seorang yang cinta kepada Allah akan senantiasa berjuang di jalan Allah dan tidak ada satupun yang bisa menghalanginya. Meskipun cacian dan celaan terus dilontarkan, hal itu tidak akan membuatnya surut dalam memperjuangkan agama Allah .

وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ

dan tidak takut pada celaan orang yang mencela.


[QS. Al-Maidah ayat 54]

10. Mengikuti Sunnah Rasul-Nya

Pengakuan cinta kepada Allah akan menjadi kebohongan jika meninggalkan sunnah Rasul-Nya. Janganlah mengaku cinta kepada Allah jika sampai detik ini masih melakukan bid'ah dan melenceng dari syariat-Nya. Allah berfirman :

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣١

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


[QS. Ali Imron ayat 31]

Ibnu Katsir berkata : "Ayat yang mulia ini merupakan hakim untuk setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah akan tetapi tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad . Sesungguhnya orang yang seperti itu telah berdusta terhadap pengakuannya sampai ia mengikuti syariatnya Nabi Muhammad dan agamanya di setiap ucapan, perbuatan, dan keadaannya."

11. Cinta Karena Allah dan Benci Karena Allah

Di antara konsekuensi mahabbatullah ialah mencintai siapapun yang Allah cintai dan membenci siapapun yang Allah benci. Oleh karena itu, tidak dikatakan cinta kepada Allah ketika seseorang membenci kekasih-kekasih Allah dan mencintai musuh-musuh Allah.

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗوَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ࣖ

Engkau (Nabi Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun mereka itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau kerabatnya. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tetapkan keimanan di dalam hatinya dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya. Dia akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.


[QS. Al-Mujadalah ayat 22]

Refrensi

Related Posts :