Syarah Hadits Arbain Ke 5 Tentang Bid'ah

Syarah Hadits Arbain Ke 5 Tentang Bid'ah

Hadits arbain ke 5 merupakan salah satu hadits yang membahas tentang bid'ah. Banyak kaum muslimin yang masih kurang faham mengenai masalah bid'ah. Sebagian mereka menganggap bahwa bid'ah adalah sesuatu yang tidak ada di zaman Rasulullah . Padahal, definisi bid'ah bukanlah demikian.

Nah, pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari syarah hadits arbain urutan ke 5 yang mana hadits tersebut merupakan hadits yang berbicara tentang masalah bid'ah. Dengan kita mempelajari hadits arbain ke 5 tentang bid'ah maka diharapkan kita dapat memahami apa itu makna bid'ah serta batasan bid'ah yang sebenarnya.

Berikut pembahasannya :

A. Teks Hadits Arbain Ke 5 dan Terjemahan

عَنْ أُمِّ المُؤمِنِينَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Dari Ummul Mu'minin; Ummu Abdillah; 'Aisyah radhiyallaahu 'anha, beliau berkata : Rasulullah bersabda : "Barang siapa yang mengada-ngada (suatu amalan) dalam perkara agama kami ini, yang bukan berasal darinya, maka ia ditolak."

B.Syarah Hadits Arbain Ke 5 (Tentang Bid'ah)

Mari kita bahas bersama syarah (penjelasan) dari hadits arbain yang ke 5 secara ringkas :

1. Penjelasan Singkat Tentang Hadits Arbain Ke 5

Sebagaimana yang disebutkan pada hadits di atas, bahwa : "Barang siapa yang mengada-ngada suatu amalan dalam perkara agama kami ini, yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak". Berdasarkan hadits ini, para ulama mengambil suatu pelajaran bahwa amal ibadah itu bersifat tauqifiyyah, yaitu tidak boleh dilakukan jika tidak ada dalilnya dalam agama Islam.

Selain itu, berdasarkan hadits ini pula para ulama menyebutkan bahwa ittiba' adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan. Apa itu ittiba'? Ittiba' artinya mengikuti. Maksudnya adalah, jika seseorang hendak mengamalkan amalan ibadah maka ia harus mengikuti tata cara ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah agar amalnya diterima. Jika amal ibadah yang ia lakukan tidak mengikuti cara ibadah yang diajarkan oleh beliau maka amalan ibadahnya tertolak.

2. Mengada-ngada dalam Perkara Agama

Istilah lain dari mengada-ngada dalam perkara agama adalah bid'ah. Banyak orang beranggapan bahwa apa yang tidak ada di zaman Rasulullah maka itu adalah bid'ah. Padahal, berdasarkan hadits ini dapat kita pahami bahwa batasan dalam masalah bid'ah adalah agama. Artinya, segala sesuatu di luar agama bukanlah bagian dari bid'ah.

Perhatikan definisi bid'ah yang disampaikan oleh Imam Asy-Syathibi di dalam kitabnya Al-I'tishom :

طَرِيقَةٍ فِي الدِّينِ مُخْتَرَعَةٍ، تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ، يُقْصَدُ بِالسُّلُوكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ

Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat, yang menandingi syariat, yang dilakukan dalam rangka berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah .

Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa bid'ah adalah sesuatu yang berkaitan dengan agama. Mari kita ambil contoh kongkrit untuk mempermudah pemahaman : "Budi adalah seorang yang semangat dalam beribadah. Ia selalu melaksanakan sholat subuh dua rokaat dan tepat pada waktunya. Namun, karena ia kurang puas dengan sholat subuh yang hanya dua rokaat, maka ia tambah menjadi empat rokaat."

Nah, dari kisah Budi di atas, bisakah kita menyimpulkan bahwa sholat subuh empat rokaat yang dilakukan oleh Budi adalah bid'ah? Tentu saja bisa! Mengapa demikian? Karena, Budi telah membuat-buat model amalan baru dalam agama, yaitu sholat subuh empat rokaat. Sedangkan di dalam ajaran agama Islam, sholat subuh hanyalah dua rokaat. Maka dapat kita simpulkan bahwa amalan yang dilakukan oleh Budi adalah bid'ah.

3. Suatu Ajaran Yang Tidak Ada Asal-Usulnya

Para penyebar ajaran bid'ah tidak kehabisan ide untuk mengajak umat Islam untuk berbuat bid'ah. Hal ini dibuktikan dari pernyataan mereka yang membolehkan amalan bid'ah yang katanya hasanah berdasarkan hadits di bawah ini :

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا

Barang siapa yang membuat sunnah yang baik di dalam Islam, lalu sunnah itu diamalkan oleh orang lain maka ia mendapatkan pahala orang yang mengamalkan sunnah tersebut.


[HR. Muslim]

Para penyebar ajaran bid'ah beranggapan bahwa sunnah hasanah dalam Islam yang dimaksud pada hadits di atas adalah sunnah yang baru. Padahal sunnah hasanah yang dimaksud adalah perbuatan baik yang banyak diabaikan dan dilupakan oleh kebanyakan kaum muslimin lalu dihidupkan kembali. Agar lebih mudah memahaminya, mari kita ambil contoh kongkrit berikut ini:

"Pak Ahmad adalah seorang owner di suatu persuahaan. Pak Ahmad menyadari bahwa karyawannya banyak yang lupa dengan amalan sholat wajib berjamaah. Menyadari hal tersebut Pak Ahmad berinisiatif memberikan contoh kepada karyawannya dan memberikan instruksi kepada mereka untuk melaksanakan sholat berjama'ah di masjid setiap memasuki waktu sholat."

Apa yang dilakukan Pak Ahmad pada kasus di atas adalah sunnah hasanah. Hal ini dikarenakan sunnah kebaikan yang dihidupkan oleh Pak Ahmad adalah sunnah yang ada asal-usulnya di dalam tuntunan agama Islam.

Adapun sunnah yang tidak ada asal-usulnya di dalam agama Islam bukanlah sunnah kebaikan, akan tetapi sunnah keburukan. Karena sunnah yang tidak ada asal-usulnya dalam agama Islam adalah perkara yang tertolak. Di dalam hadits arbain yang ke 5 terdapat redaksi "مَا لَيْسَ مِنْهُ" yang artinya adalah sesuatu yang tidak ada asal-usulnya dari agama Islam. Oleh karena itu, jika ada seseorang berinisiatif menghidupkan suatu sunnah yang tidak ada asal-usulnya dalam ajaran agama Islam maka sunnah tersebut tertolak.

4. Hal Baru Di Luar Agama Bukanlah Bid'ah

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada hadits arbain ke 5 di atas bahwa pada intinya perkara baru dalam agama Islam yang tidak ada asal-usulnya di dalam Islam maka perkara tersebut tertolak. Setidaknya ada dua poin penting yang dapat kita ambil dari hadits tersebut :

  1. Larangan mengada-ngada amalan-amalan ibadah baru, ajaran-ajaran baru, dan keyakinan-keyakinan baru di dalam agama Islam.
  2. Semua hal-hal yang diada-adakan di dalam agama Islam baik itu berupa amal ibadah, ajaran agama ataupun keyakinan, semua itu ditolak dan tidak diterima oleh Allah .

Nah, dari kedua poin di atas dapat kita ambil pemahaman sebaliknya yaitu :

  1. Diperbolehkan membuat hal-hal baru yang tidak ada kaitannya dengan amal ibadah ataupun ajaran agama.
  2. Semua hal yang ada dasarnya di dalam agama Islam, baik itu berupa amal ibadah ataupun keyakinan, apabila dikerjakan dengan ikhlas maka pasti diterima oleh Allah .

Agar lebih mudah dalam memahaminya, mari kita ilustrasikan dengan kisah berikut ini :

"Pak Badrun adalah seorang muadzin di masjid At-Taqwa. Suatu ketika, ada salah seorang jama'ah masjid At-Taqwa mengeluhkan tentang adzan yang tidak terdengar sampai rumahnya. Menyadari hal itu, Pak Badrun berinisiatif menggunakan alat pengeras suara setiap kali mengumandakan adzan. Hal itu ia lakukan agar suaranya terdengar sampai ke rumah yang paling jauh dari masjid."

Nah, berdasarkan ilustrasi di atas, apakah adzan dengan pengeras suara yang dilakukan oleh Pak Badrun adalah perbuatan bid'ah? Tentu saja tidak! Mengapa demikian? Pengeras suara hanyalah alat bantu agar adzan yang dikumandangkan oleh Pak Badrun terdengar lebih keras. Pengeras suara tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran agama, karena ia hanyalah alat bantu.

Sama halnya ketika kita membaca Al-Quran menggunakan kacamata. Apakah membaca Al-Quran dengan kacamata adalah bid'ah? Tentu saja tidak! Karena kacamata hanyalah alat bantu untuk melihat agar tulisan terlihat lebih jelas. Kacamata tidak ada sangkut pautnya dengan amal ibadah, karena ia hanyalah alat yang digunakan untuk memudahkan kita saat membaca tulisan di mushaf Al-Quran.

Related Posts :