Tafsir Ringkas Surat Al-Fatihah ayat 1-7
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 8/15/2019
![]() |
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah Islam kepada kita semua.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.
Al-Quran merupakan kalam Allah azza wa jalla
yang wajib kita pelajari dan kita amalkan. Untuk bisa mengamalkannya maka kita
harus mengetahui isinya. Oleh karena itu jalan agar kita mengetahui isinya
adalah dengan mempelajari tafsirnya.
Saat ini banyak sekali beredar kitab-kitab tafsir yang
ditulis oleh para ulama. Namun, kitab tafsir yang banyak beredar rupanya agak
sulit dipelajari oleh orang awam. Selain itu membutuhkan waktu yang lama pula
untuk mempelajarinya.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini akan kami
terjemahkan kitab At-Tafsir Al-Muyassar, yang mana ia merupakan salah satu
kitab tafsir yang mudah untuk dipelajari.
Tafsir
ini disusun oleh tim ahli tafsir yang telah diseleksi oleh para ulama yang berwenang di
Mujamma’ Raja Fahd untuk penerbitan Al-Quran,
dan juga di bawah pengawasan dan arahan seorang ulama yang mumpuni, Syaikh Dr.
Shalih Alu Asy-Syaikh
yang menjadi pembimbing utama di lembaga tersebut.
Selain itu,
penyusunan tafsir ini telah melalui berbagai proses dan langkah yang sangat
hati-hati serta pengkajian yang mendalam.
Screen Shoot kitab At-Tafsir Al-Muyassar Surat
Al-Fatihah
Isti’adzah
(Memohon Perlindungan)
(أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ)
Aku berlindung kepada Allah dari setan
yang terkutuk
Allah ta’ala mensyariatkan bagi
yang hendak membaca Al-Quran agar ia meminta perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk. Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا قَرَأْتَ
الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
(QS. An-Nahl : 98)
Hal itu dikarenakan Al-Quran adalah
petunjuk bagi manusia dan obat untuk hati. Sedangkan setan adalah penyebab
keburukan dan kesesatan. Oleh karena itulah Allah subahanhu wata’ala
memerintahkan setiap pembaca Al-Quran untuk meminta perlindungan kepada-Nya
dari setan yang terkutuk, was-wasnya dan juga golongannya.
Para ulama sepakat bahwa lafal isti’adzah
bukan bagian dari Al-Quran. Oleh karena itulah lafal ini tidak termaktub di
dalam mushaf.
Makna (أَعُوْذُ بِاللهِ) “Aku berlindung” adalah :
Aku memohon perlindungan kepada Allah semata
Makna (مِنَ الشَّيْطَانِ)
“dari setan” adalah : (Aku berlindung) dari setiap pembantah dan pendurhaka dari
kalangan jin dan manusia yang dapat memalingkanku dari ketaatanku terhadap
tuhanku dan memalingkanku dari membaca kitab-Nya.
Makna (الرَّجِيْمِ) “yang terkutuk” adalah :
terusir/jauh dari rahmatnya Allah.
Tentang Surat Al-Fatihah
Surat ini dinamai “Al-Fatihah” (Pembukaan)
karena dengan surat inilah Al-Quran yang agung dibuka. Ia juga dinamai dengan
“Al-Matsaaniy” (yang diulang-ulang) karena ia dibaca disetiap rakaat. Ia juga
memiliki beberapa nama yang lainnya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿١﴾
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang[1]
Aku memulai bacaan Al-Quran dengan nama Allah sembari
memohon pertolongan kepada-Nya.
Allah (اللَّهِ) adalah sebuah nama Tuhan – yang Maha
Berkah lagi Maha Tinggi – yang berhak disembah, bukan selain-Nya. Nama tersebut
merupakan nama-nama yang paling khusus diantara nama-nama Allah ta’ala.
Selain Allah subhanahu tidaklah dinamai dengan nama tersebut.
Makna (الرَّحْمَٰنِ) “Yang Maha Pemurah” adalah :
Yang Memiliki Rahmat secara menyeluruh yang luas rahmatnya untuk seluruh
makhluk.
Makna (الرَّحِيمِ) “Maha Penyayang” adalah : (yakni penyayang)
terhadap orang-orang yang beriman (secara khusus).
Keduanya (الرَّحْمَٰنِ dan الرَّحِيمِ) merupakan dua nama dari nama-nama Allah ta’ala. Keduanya mengandung penetapan sifat rahmat (penyayang) bagi Allah ta’ala sesuai dengan kemuliaan-Nya.
Keduanya (الرَّحْمَٰنِ dan الرَّحِيمِ) merupakan dua nama dari nama-nama Allah ta’ala. Keduanya mengandung penetapan sifat rahmat (penyayang) bagi Allah ta’ala sesuai dengan kemuliaan-Nya.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٢﴾
Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam[2]
Seluruh pujian bagi Allah dengan sifat-Nya yang
semuanya sempurna, dan dengan nikmat-Nya yang lahir maupun yang batin, baik nikmat agama maupun dunia.
Di dalam ayat ini terdapat perintah bagi
hamba-hamba-Nya untuk memujinya. Dan hanya Dialah yang berhak dengan pujian
itu.
Dialah yang menciptakan makhluk, yang berdiri dengan
urusan mereka. Dialah yang memelihara makhluk-Nya dengan nikmat-Nya, dan
memelihara para kekasihnya dengan iman, dan amal shalih.
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣﴾
Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang[3]
Makna (الرَّحْمَٰنِ) “Yang Maha Pemurah” adalah :
Yang Memiliki Rahmat secara menyeluruh yang luas rahmatnya untuk seluruh
makhluk.
Makna (الرَّحِيمِ) “Maha Penyayang” : (yakni penyayang)
terhadap orang-orang yang beriman (secara khusus). Keduanya (الرَّحْمَٰنِ dan الرَّحِيمِ) merupakan
dua nama dari nama-nama Allah ta’ala.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿٤﴾
Yang
menguasai di Hari Pembalasan[4]
Dan hanya Dia subhanahu wata’alayang menguasai hari kiamat, yaitu hari pembalasan amal.
Seorang muslim yang
membaca ayat ini di setiap rakaat dalam salat, mengingatkannya akan hari akhir,
dan memotivasinya untuk mempersiapkan amal shalih dan menahan diri dari
kemaksiatan serta kejelekan.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾
Hanya
Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[5]
Sesungguhnya kami mengkhususkan-Mu semata dalam
beribadah dan memohon pertolongan kepada-Mu semata dalam seluruh urusan kami, karena seluruh perkara berada di tangan-Mu, yang tidak dimiliki
oleh seorangpun meskipun sebesar zarah[6].
Ayat ini merupakan dalil bahwasanya ibadah; seperti
berdoa, memohon pertolongan, menyembelih, tawaf, itu tidak boleh diperuntukkan
pada suatu apapun kecuali untuk Allah semata.
Ayat ini juga mengandung obat hati dari penyakit
ketergantungan kepada selain Allah, penyakit riya, ujub dan sombong.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾
Tunjukilah
kami jalan yang lurus,[7]
Tunjukilah, bimbinglah, dan berikanlah taufik kepada
kami agar meniti jalan yang lurus. Dan teguhkanlah kami di atas jalan itu
hingga kami bertemu dengan-Mu, yaitu Islam.
Yang mana ia merupakan jalan yang jelas yang dapat
mencapai ridha Allah menuju surga-Nya. Yang menunjukkan pada jalannya sang
penutup para Nabi dan Rasul Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Tidaklah ada jalan menuju keberuntugan bagi seorang
hamba kecuali dengan istikamah berada di atas jalan itu.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
(yaitu)
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat[8]
(yaitu) jalannya orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka dari kalangan para Nabi, para shiddiq, para syuhada,
dan orang-orang salih. Mereka itulah orang yang berada di atas petunjuk dan
istikamah.
Dan janganlah Engkau jadikan kami golongan yang meniti
jalan mereka yang dimurkai, yakni mereka yang mengetahui kebenaran namun tidak
mengamalkannya, mereka itu adalah Yahudi dan orang-orang yang meniti jalan
mereka.
Dan orang-orang yang tersesat, mereka itu adalah orang
yang tidak mendapat petunjuk karena kebodohan mereka, sehingga mereka tersesat
dari jalan (yang benar), mereka itu adalah Nasrani dan orang-orang yang
mengikuti perbuatan mereka.
Di dalam doa ini terkandung obat bagi seorang muslim
dari penyakit kekufuran, kebodohan, dan kesesatan. Menunjukkan agungnya nikmat
pada umumnya yaitu nikmat Islam.
Maka barang siapa yang mengetahui kebenaran dan mengikutinya
maka ia pantas di jalan yang lurus. Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, merekalah yang paling pantas
dengan hal itu setelah para Nabi alahimussalam.
Ayat ini menunjukkan keutamaan mereka (para sahabat)
dan keagungan kedudukan mereka radhiyallahu ‘anhum.
Bagi pembaca Al-Quran disunnahkan membaca (آمين) “Amin” di dalam shalat setelah membaca
surat Al-Fatihah. Makna “Amin” adalah : "Ya Allah kabulkanlah." Ia bukan
bagian dari surat Al-Fatihah menurut kesepakatan para ulama. Oleh karena itulah
mereka sepakat tidak menuliskan “Amin” di dalam mushaf.
Penerjemah : Adam Rizkala
[1] Al-Quran dan Terjemahannya, (Mujamma’
Al-Malik Fahd li Thaba’ah Al-Mushaf Asy-Syarif), hal. 5
[2] Al-Quran dan
Terjemahannya, (Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thaba’ah Al-Mushaf
Asy-Syarif), hal. 5
[3] Al-Quran dan
Terjemahannya, (Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thaba’ah Al-Mushaf Asy-Syarif),
hal. 5
[6] KBBI : butir (materi) yang halus
sekali; partikel
[7] Al-Quran dan Terjemahannya, (Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thaba’ah Al-Mushaf
Asy-Syarif), hal. 6
[8] Al-Quran dan Terjemahannya, (Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thaba’ah Al-Mushaf
Asy-Syarif), hal. 6