Pengertian Kufur dan Contohnya dalam Kehidupan

Pengertian Kufur dan Contohnya

Pernahkan Anda mendengar istilah kafir? Tentu pernah, bukan? Kafir merupakan sebutan untuk orang yang melakukan perbuatan kufur. Sama halnya dengan istilah “muslim” yang merupakan sebutan untuk orang yang beragama Islam.

Di dalam Islam, tentu kita tidak asing lagi dengan istilah kufur atau kafir. Jika kita membaca Al-Quran, kata kufur ataupun kafir kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al-Quran. Sebenarnya apa pengertian kufur itu sendiri? Perlukah kita mengetahui pengertian kufur ataupun kafir?

Sebagai seorang muslim, kita perlu memahami apa itu kufur. Dengan kita memahami pengertian kufur di dalam Islam kita dapat menghindari perbuatan tersebut. Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah .

Berikut ini akan kita pelajari bersama, apa arti kufur atau pengertian kufur dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR ISI

A. Pengertian Kufur

Apa itu kufur? Apa itu kafir? Samakah antara kufur dengan kafir? Banyak dari kita yang sering medengar kata ini. Sebagian orang bahkan ada yang alergi dengan kata kufur ataupun kafir. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui pengertian kufur yang sebenarnya.

Kufur (arab : الْكُفْرُ) secara bahasa berarti as-satru wat-taghthiyyah (arab : السَّتْرُ وَالتَّغْطِيَّةُ) yang artinya adalah tutup. Sedangkan kufur secara istilah adalah dhiddul-islam (ضِدُّ الْإِسْلَامِ) yang artinya adalah kebalikan dari Islam.

Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa kufur adalah menutup diri dari Islam, atau dalam arti lain tidak menerima agama Islam. Adapun pelaku kekufuran itu disebut dengan istilah “Kafir” (arab : الْكَافِرُ).

Jadi kufur dan kafir itu sebenarnya sama saja artinya. Bedanya, kufur adalah istilah untuk menyebutkan perbuatannya, sedangkan kafir adalah istilah untuk menyebut pelaku perbuatannya, atau dalam ilmu morofologi bahasa Arab disebut dengan isim fa'il.

B. Macam-macam Kufur

Pernahkah Anda mendengar istilah kufur nikmat? Apakah sama antara kufur nikmat dengan kufur kepada Allah? Jawabannya tentu saja berbeda. Mengapa demikian? Kufur itu ternyata tidak hanya satu macam, akan tetapi kufur terdapat dua macam, yaitu :

  • Kufur Akbar
  • Kufur Asghar

C. Kufur Akbar

Pengertian Kufur Akbar

Apa itu kufur Akbar? Kufur akbar adalah tidak adanya keimanan kepada Allah dan para Rasul-Nya, baik itu ia mengakui akan kebenarannya ataupun tidak.

Hukum Kufur Akbar

Seorang yang melakukan kufur akbar berarti ia telah keluar dari agama Islam. Kufur yang seperti inilah yang diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Allah berfirman :

وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَآ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

(Sementara itu,) orang-orang yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.


[QS. Al-Baqarah ayat 39]

Contoh Kufur Akbar

Berikut ini beberapa contoh kufur akbar yang perlu kita waspadai agar kita tidak terjerumus ke dalam kekufuran:

Pertama, adalah mendustakan. Maksudnya yaitu mengingkari dan mendustakan para Rasul Allah yang datang untuk menerangkan dan menunjukkan jalan yang lurus berdasarkan kebenaran. Perbuatan ini adalah kufur akbar yang dapat menyebabkan pelakunya dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Allah berfirman :

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهٗ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ

Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan kebenaran ketika (kebenaran) itu datang kepadanya? Bukankah dalam (neraka) Jahanam ada tempat bagi orang-orang kafir?


[QS. Al-Ankabut ayat 68]

Kedua, adalah menolak dan sombong padahal mengetahui. Yaitu menolak dan mengingkari perintah Allah karena kesombongan, padahal mengetahui dan mengakui bahwa itu adalah benar dari Allah. Perbuatan semacam ini adalah perbuatan kufur akbar. Iblis menjadi kafir gara-gara perbuatan ini. Dikisahkan dalam Al-Quran :

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.


[QS. Al-Baqarah ayat 34]

Ketiga, adalah ragu. Yakni meragukan sesuatu yang datang dari Allah . Perhatikan kisah dalam Al-Quran berikut ini :

وَدَخَلَ جَنَّتَهٗ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ قَالَ مَآ اَظُنُّ اَنْ تَبِيْدَ هٰذِهٖٓ اَبَدًاۙ وَّمَآ اَظُنُّ السَّاعَةَ قَاۤىِٕمَةً وَّلَىِٕنْ رُّدِدْتُّ اِلٰى رَبِّيْ لَاَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنْقَلَبًا قَالَ لَهٗ صَاحِبُهٗ وَهُوَ يُحَاوِرُهٗٓ اَكَفَرْتَ بِالَّذِيْ خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوّٰىكَ رَجُلًاۗ لٰكِنَّا۠ هُوَ اللّٰهُ رَبِّيْ وَلَآ اُشْرِكُ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا

Dia memasuki kebunnya dengan sikap menzalimi dirinya sendiri (karena angkuh dan kufur). Dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, aku kira hari Kiamat tidak akan datang dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini.” Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya ketika bercakap-cakap dengannya, “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna? Akan tetapi, aku (percaya bahwa) Dia adalah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku.


[QS. Al-Kahfi ayat 35-38]

Kisah di atas merupakan kisah seorang pemilik kebun dengan saudaranya yang mukmin. Si pemilik kebun ragu akan datangnya hari kiamat. Ia mengira bahwa kebun yang ia miliki tidak akan binasa selama-lamanya. Yang ia kira segala yang ada di alam ini hanya terjadi perubahan dan pergantian menurut hukum yang berlaku.

Keraguan yang dilakukan oleh si pemilik kebun tersebut merupakan sebuah kekufuran. Karena ia telah meragukan keberadaan hari akhir. Artinya ia telah meragukan sesuatu yang datang dari Allah, salah satunya adalah hari akhir.

Keempat, adalah berpaling. Yakni berpaling dari peringatan Allah dengan mengingkari perintah Allah dan melanggar larangan Allah, meskipun sudah disampaikan bukti-bukti kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, serta kebenaran agama Islam.

وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَمَّآ اُنْذِرُوْا مُعْرِضُوْنَ

Namun demikian, orang-orang yang kufur berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.


[QS. Al-Ahqaf ayat 3]

Kelima, adalah nifak atau munafik. Nifak adalah ketika seseorang mengaku beriman dengan ucapannya padahal hatinya tidak beriman. Pengakuan atas keimanan yang mereka ucapkan hanyalah bualan, karena di hati mereka tidak adak keimanan sama sekali. Sebab itulah Allah mengunci hati mereka dalam kekufuran. Allah berfirman :

ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ

Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian kufur. Maka, hati mereka dikunci sehingga tidak dapat mengerti.


[QS. Al-Munafiqun ayat 3]

D. Kufur Asghar

Pengertian Kufur Asghar

Apa itu kufur asghar? Kufur asghar adalah kemaksiatan yang disebutkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang dinamai dengan nama "kufur" akan tetapi tidak sampai melewati batasan kufur akbar.

Hukum Kufur Ashgar

Kufur akbar hukumnya haram, dan kufur akbar adalah dosa besar. Akan tetapi kufur akbar tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam.

Contoh Kufur Asghar
  1. Kufur nikmat. Kufur nikmat adalah mengingkari nikmat Allah dan tidak mensyukurinya, serta menampakkannya. Diantara salah satu contoh kufur nikmat adalah tidak mensyukuri pemberian dari orang lain.
  2. Membunuh sesama muslim. Membunuh seorang muslim termasuk dosa besar dan perbuatan kufur asghar. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa "Mencela seorang muslim adalah perbuatan fasik, dan membunuhnya adalah perbuatan kufur".
  3. Meratapi mayit. Perbuatan ini juga termasuk dosa besar, sehingga Rasulullah menyebutnya sebagai bentuk kekufuran.

Demikanlah pembahasan mengenai pengertian kufur atau kafir beserta contohnya dalam kehidupan. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari perbuatan kufur baik kufur akbar maupun kufur asghar. Amiin.

Related Posts :

Khutbah Jumat Tentang Bersyukur Atas Nikmat Allah

Khutbah Jumat Tentang Bersyukur Atas Nikmat Allah

Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam semesta, semoga sholawat dan salam senantiasa tetap atas Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Pada postingan kali ini saya akan membagikan salah satu contoh teks khutbah jumat yang saya sampaikan ketika menjadi khotib di salah satu masjid.

Teks khutbah jumat ini saya susun lengkap mulai dari muqoddimah atau pembukaan, pembacaan dua kalimat syahadat, pembacaan sholawat, wasiat takwa, isi khutbah, hingga doa penutup.

Tema khutbah yang akan saya bagikan kali ini adalah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala yang telah diberikan kepada kita semua. Tema ini merupakan tema yang cukup umum namun sangat bagus untuk disampaikan.

Teks khutbah jumat tentang bersyukur yang akan saya bagikan juga dilengkapi dengan dalil-dalil baik dari Al-Quran maupun Al-Hadits. Sehingga khutbah yang disampaikan akan lebih berbobot dan ilmiah.

Berikut ini naskah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah secara lengkap :

Khutbah Jumat Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan banyak nikmat-Nya kepada kita semua. Sebab nikmatnya kita bisa berkumpul kembali pada majelis ibadah jumat pada siang hari ini.

Yang kedua, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang mengikuti sunnahnya dengan baik hingga hari kiamat.

Adapun selanjutnya, saya wasiatkan untuk diri saya sendiri dan untuk seluruh kaum muslimin yang hadir pada sidang jumat di siang hari ini, agar bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala dengan sebenar-benarnya takwa.

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.


[QS. Ali Imron ayat 102]

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Tema khutbah jumat yang akan khotib bawakan pada siang hari ini adalah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala. Sebuah tema khutbah yang cukup mainstream buat kita semua.

Sangking seringnya tema ini disampaikan, sampai-sampai kita bosan dan lebih memilih tidur dibandingkan mendengarnya. Padahal, apabila kita mau mengoreksi diri kita, sesungguhnya sangat sedikit sekali diantara kita yang mengamalkan syukur.

Oleh karena itu saya berharap kepada Allah subhanahu wata'ala, semoga dengan seringnya disampaikan khutbah jumat tentang bersyukur, Allah memberikan hidayahnya kepada kita semua untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Allah subhanahu wata'ala telah menciptakan kita dengan rupa dan bentuk yang terbaik.

Allah subhanahu wata'ala juga telah merawat kita sejak kita lahir hingga hari ini.

Dia memberikan makanan dan minuman kepada kita, memberikan pakaian dan tempat tinggal kepada kita, memberikan keluarga dan lingkungan yang baik kepada kita, memberikan kesehatan dan waktu luang kepada kita, memberikan harta dan jabatan kepada kita, dan masih banyak pemberian Allah yang lainnya.

Seandainya kita hitung berapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita maka sesungguhnya kita tidak akan pernah mampu menghitungnya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ

Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur.


[QS. Ibrahim ayat 34]

Akan tetapi sangat disayangkan, meskipun nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya sangatlah banyak, namun sangat sedikit di antara hamba-Nya yang mau bersyukur kepada-Nya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang banyak bersyukur.


[QS. Saba’ ayat 13]

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Pada dasarnya manusia itu memang memiliki sifat yang tidak pernah puas. Ketika Allah berikan nikmat maka ia akan terus meminta tambahan lagi dan lagi.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ ‌وَادِيًا ‌مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya manusia itu mempunyai satu lembah emas maka ia akan menginginkan dua lembah lagi. Dan itu tidak akan pernah membuat dia puas kecuali kematian, dan Allah menerima taubah orang yang bertaubat.


[HR. Bukhari]

Tatkala rasa tidak puas ini ada di dalam hati kita, maka selamanya kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan.

Ketahuilah! Tidak ada obat lain dari rasa tidak puas itu kecuali bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Bersyukur itu hukumnya adalah wajib. Allah subhanahu wata'ala berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 152 :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ

Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.

Dalam ayat yang lain, bahkan bersyukur itu adalah syaratnya ibadah. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya menyembah kepada-Nya.


[QS. Al-Baqarah ayat 172]

Bersyukur itu adalah pekerjaan hati yang dibuktikan dengan lisan dan perbuatan. Hati yang bersyukur adalah hati yang sadar dan ingat dengan nikmat dari Allah subhanahu wata'ala.

Bila hati kita ingat dan menyadari serta merasa gembira dan senang terhadap nikmat yang Allah berikan maka lisan kita dan anggota badan kita juga akan tergerak untuk merealisasikan kesyukuran dengan beribadah hanya kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Bukti bahwa kita bersyukur kepada Allah adalah ibadah. Apabila ibadah yang kita lakukan belum maksimal itu pertanda bahwa kita sesungguhnya belum bersyukur atas nikmat Allah.

Di dalam Al-Quran, Allah subhanahu wata'ala mengingatkan kepada manusia tentang nikmat-nikmat yang telah Ia berikan kepadanya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡۚ هَلۡ مِنۡ خَٰلِقٍ غَيۡرُ ٱللَّهِ يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ فَأَنَّىٰ تُؤۡفَكُونَ

Wahai manusia, ingatlah nikmat Allah kepadamu! Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu, bagaimana kamu dapat dipalingkan (dari ketauhidan)?


[QS. Fathir ayat 3]

Ayat tersebut sesungguhnya memberikan pelajaran kepada kita bahwa penyebab seseorang berpaling dari tauhid dan ibadah adalah karena ia lupa nikmat-nikmat yang Allah berikan. Akibatnya dia tidak mau bersyukur dan beribadah kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam adalah seorang yang terbaik dalam merealisasikan kesyukurannya kepada Allah. Bagaimana tidak? Beliau bahkan pernah melaksanakan sholat malam hingga kakinya membengkak. Ketika beliau ditanya mengapa beliau melakukan hal itu, maka jawaban beliau sungguh mengejutkan! Beliau mengatakan :

أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

Apakah tidak boleh aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?

Masya Allah! Padahal kita tahu bahwa dosa-dosa beliau sudah diampuni oleh Allah. Namun, beliau tetap merealisasikan syukurnya itu dengan melaksanakan sholat malam hingga kakinya membengkak.

Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah kita bersyukur sebagaimana Rasulullah bersyukur?

Sudahkah kita melaksanakan ibadah kita dengan maksimal dalam rangka bersyukur atas nikmat Allah?

Ataukah jangan-jangan ibadah yang selama ini kita lakukan adalah karena keterpaksaan? Na’udzubillahi min dzaalik.

Maka tak heran jika kita begitu berat menjalankan ibadah karena kita melakukannya atas dasar keterpaksaan. Sesungguhnya apabila ibadah itu dilakukan karena bersyukur atas nikmat Allah maka kita pasti akan ringan dalam melaksanakannya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Marilah kita bersyukur atas nikmat Allah yang Ia berikan kepada kita semua!

Mari kita syukuri dari hal-hal yang terkecil. Sesungguhnya tidaklah kita bisa mensyukuri nikmat yang besar melainkan dengan mensyukuri hal-hal kecil. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَشْكُر الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُر الْكَثِيْرَ

Barang siapa yang belum mensyukuri nikmat yang sedikit, maka belum mensyukuri nikmat yang banyak.


[Shahih Targhib]

Ingatlah bahwa hanya dengan bersyukur nikmat kita akan ditambah. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”


[QS. Ibrahim ayat 7]

Demikianlah khutbah singkat ini saya sampaikan,..

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ


Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ، وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآ، أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

رَبَّنَا ‌هَبۡ ‌لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَّنَآ ءَاتِنَا ‌فِي ‌ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Demikianlah contoh teks khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala. Semoga bermanfaat. Amiin.

Related Posts :

Pengertian Tawakal Menurut Bahasa dan Istilah

Pengertian Tawakal Menurut Bahasa dan Istilah

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap atas yang mulia Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam dan juga keluarganya dan seluruh sahabatnya.

Tawakal kepada Allah adalah salah satu amalan hati seorang hamba yang memiliki kedudukan yang mulia dan agung. Tawakal adalah salah satu kewajiban keimanan yang paling agung.

Tawakal adalah amalan dan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama. Tawakal merupakan tingkatan tauhid kepada Allah yang paling tinggi. Setiap perkara tidak akan menghasilkan apapun kecuali dengan tawakal kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya.

Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa tawakal adalah setengahnya agama, dan setengahnya lagi adalah inabah. Agama itu adalah isti’anah dan ibadah. Adapun tawakal itu adalah isti’anah dan inabah itu adalah ibadah.

Pertanyaannya adalah : Apa itu tawakal? Bisakah kamu jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah?

Nah, pada pembelajaran kali ini akan kami jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah yang benar menurut para ahli. Tidak hanya pengertiannya saja, akan tetapi juga pengertian tawakal dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, disertai juga dalil-dalil dan keutamaan tawakal di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

A. Pengertian Tawakal Menurut Bahasa

Tawakal menurut bahasa merupakan kata yang diambil dari bahasa Arab yaitu “At-Tawakkul” tulisan arab dari at-tawakkul adalah : التَّوَكَّلُ

Kata at-tawakkul berakar dari kata : تَوَكَّلَ - يَتَوَكَّلُ - تَوَكُّلًا (tawakkala – yatawakkalu – tawakkulan) yang artinya adalah menyerahkan, menyandarkan, dan memasrahkan.

Berikut ini beberapa ungkapan penggunaan kata tawakal dalam bahasa Arab :

وَكِلَ بالله، وتوكَّل عليه، واتَّكل: استسلم إليه.

Dia mewakilkan kepada Allah, tawakal kepada-Nya, dan bersandar : yaitu maknanya adalah menyerahkan pada-Nya.

وتوكَّل بالأمر: إذا ضمن القيام به.

Dia tawakalkan urusannya : yaitu maknanya menanggung pelakasanan urusannya.

ووكَّلْتُ أمري إلى فلان: اعتمدت في أمري عليه.

Aku wakilkan urusanku pada fulan : yaitu maknanya aku menyandarkan urusanku padanya.

ووكَّل فلانٌ فلاناً: إذا عجز عن القيام بأمر نفسه، أو وثق فيه بأن يقوم بأمره.

Fulan mewakilkan pada fulan : yaitu tatkala ia tidak mampu menunaikan urusannya sendiri atau mempercayakan hal itu untuk ditunaikkan urusannya.

ووكل إليه الأمر: سلَّمه

Dia mewakilkan perkara kepadanya : yaitu artinya adalah menyerahkan.

Nah, dari ungkapan-ungkapan di atas dapat kita jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa adalah menampakkan ketidakkuasaan dan menyandarkannya pada yang lain. Atau dalam arti yang lain adalah ketika seseorang tidak mampu melakukan suatu urusan maka ia sandarkan urusan itu pada yang lain untuk menyelesaikan urusan tersebut.

B. Pengertian Tawakal Menurut Istilah

Berikut ini beberapa pengertian tawakal menurut istilah yang dikemukakan oleh para ulama atau para ahli :

1. Ibnu Rojab

هو ‌صدقُ ‌اعتماد القلب على الله - عز وجل - في استجلاب المصالح، ودفعِ المضارِّ من أمور الدنيا والآخرة كُلِّها

Hakikat tawakal adalah bergantungnya hati dengan sebenar-benarnya kepada Allah azza wajalla dalam mendatangkan kemaslahatan dan menolak bahaya dari perkara dunia dan akhirat secara menyeluruh. [Sumber : Jami’ul-Ulum wal Hikam]

2. Al-Hasan

إنَّ ‌توكلَ ‌العبد على ربِّه أنْ يعلمَ أن الله هو ثقته

Sesungguhnya tawakal seorang hamba kepada Rabb nya adalah bahwa ia tahu bahwa Allah adalah yang ia percayakan. [Sumber : Jami’ul-Ulum wal-Hikam]

3. Az-Zabidi

الثِّقَةُ ‌بِمَا عِنْد اللهِ - تَعالَى - وَاليَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Tawakal adalah mempercayakan semuanya kepada Allah ta’ala dan berputus asa dari apa yang ada di tangan manusia. [Sumber : Tajul-Urus]

4. Utsaimin

التوكل ‌هو صدق الاعتماد على الله عز وجل في جلب المنافع ودفع المضار مع فعل الأسباب التي أمر الله بها

Tawakal adalah menyandarkan dengan sebenar-benarnya kepada Allah azza wa jalla dalam memperoleh manfaat dan menolak bahaya bersamaan dengan melakukan usaha yang diperintahkan oleh Allah. [Sumber : Majmu’ Fatawa wa Rasail ibn Utsaimin]

Baca Juga : Pengertian Ihsan dalam Islam

C. Hakikat Tawakal

Dari semua penjelasan pengertian tawakal menurut istilah yang dikemukakan oleh para ulama di atas dapat kita ketahui bahwa hakikat tawakal adalah menyandarkan hati kepada Allah yang disertai dengan usaha dan disertai pula dengan keyakinan yang penuh bahwa Allah adalah yang Maha Memberi Rezeki, Maha Mencipta, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, dan tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, dan tidak ada Rabb selain-Nya.

Tawakal kepada Allah tidak akan bermakna apabila tanpa disertai dengan usaha. Karena tawakal itu adalah kepercayaan kepada Allah dengan menggantungkan perkara kepada-Nya disertai dengan berusaha.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah maka niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung, mereka pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari perut terisi penuh.


[HR. Tirmidzi]

Hadits tersebut menunjukkan bahwa tawakal yang benar adalah tawakal yang disertai dengan usaha. Bukan bersandar pasrah tanpa usaha sama sekali. Burung pun melakukan usaha dengan keluar di pagi hingga sore hari untuk mencari rezeki.

Tentunya usaha yang dilakukan haruslah dengan usaha yang halal dan diperintahkan oleh Allah. Tidak boleh kita berusaha dengan usaha yang haram dan dilarang oleh Allah.

Usaha merupakan keharusan. Seorang yang ingin memperoleh sesuatu tentu harus berusaha untuk mendapatkannya. Diantara salah satu kisah tentang hal ini adalah saat di mana Allah perintahkan kepada Maryam untuk menggoyangkan pangkal pohon kurma.

Disebutkan di dalam Al-Quran :

وَهُزِّيْٓ اِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا ۖ

Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu.


[QS. Maryam ayat 25]

Pada ayat tersebut Allah perintahkan Maryam untuk menggoyangkan pohon kurma agar ia bisa memakannya. Padahal kondisi Maryam saat itu sedang hamil dan sangat lemah. Bagaimana mungkin ia mampu menggoyangkan pohon kurma dengan sangat kuat hingga buahnya terjatuh? Tentu saja hal itu mustahil dilakukan.

Akan tetapi Allah tetap ingin Maryam berusaha. Seandainya Allah berkehendak bisa saja Allah menjatuhkan buah kurma itu secara langsung tanpa harus ada usaha apapun dari Maryam.

Akan tetapi Allah tetap perintahkan Maryam untuk berusaha meskipun dalam kondisi lemah. Maka dari usahanya itulah Allah izinkan buah kurma yang masak itu terjatuh.

D. Perintah Tawakal dalam Al-Quran

Berikut ini beberapa dalil perintah untuk bertawakal di dalam Al-Quran beserta terjemahannya :

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِيْنِ

Maka, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) berada di atas kebenaran yang nyata.


[QS. An-Naml ayat 79]

وَلِلّٰهِ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاِلَيْهِ يُرْجَعُ الْاَمْرُ كُلُّهٗ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ࣖ

Milik Allahlah (pengetahuan tentang) yang gaib (di) langit dan (di) bumi. Kepada-Nyalah segala urusan dikembalikan. Maka, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.


[QS. Hud ayat 123]

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهٖۗ وَكَفٰى بِهٖ بِذُنُوْبِ عِبَادِهٖ خَبِيْرًا ۚ

Bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahahidup yang tidak mati dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.


[QS. Al-Furqan ayat 58]

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.


[QS. Ali Imron ayat 159]

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ࣖ

Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad), “Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan pemilik ‘Arasy (singgasana) yang agung.”


[QS. At-Taubah ayat 129]

قُلْ هُوَ الرَّحْمٰنُ اٰمَنَّا بِهٖ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَاۚ فَسَتَعْلَمُوْنَ مَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Zat Yang Maha Pengasih, kami beriman kepada-Nya dan hanya kepada-Nya kami bertawakal. Kelak kamu akan tahu siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”


[QS. Al-Mulk ayat 29]

وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.


[QS. Ali Imran ayat 122]

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal,


[QS. Al-Anfal ayat 2]

Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat kita pahami bahwa tawakal itu hukumnya wajib bagi seorang mukmin. Bahkan diantara salah satu ciri seorang mukmin sejati adalah yang senantiasa bertawakal kepada Allah.

Selain itu tawakal adalah syarat keimanan. Apabila tawakal itu hilang maka hilang pula keimanan. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Bertawakallah hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang mukmin.


[QS. Al-Maidah ayat 23]

Tawakal juga merupakan salah satu bangunan tauhid uluhiyah. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah berikut ini :

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.


[QS. Al-Fatihah ayat 5]

Demikianlah penjelasan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah ini kami paparkan, semoga kita dapat mengamalkan tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Amin.

Buku Refrensi : Silsilah Al-A’mal Al-Qulub oleh Syaikh Shalih Al-Munajjid

Related Posts :

Pidato Tentang Keutamaan Menuntut Ilmu Beserta Haditsnya

Pidato Tentang Keutamaan Menuntut Ilmu

Pidato tentang keutamaan menuntut ilmu merupakan salah satu tema pidato yang perlu kita sampaikan kepada masyarakat kaum muslimin.Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebagian besar kaum muslimin saat ini sangat kurang minatnya dalam menuntut ilmu, terutama ilmu yang berkaitan dengan agama. Padahal ilmu itu sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan kita dan kebahagiaan kita menjalani kehidupan di akhirat.

Untuk meraih sukses di dunia saja harus diraih dengan ilmu apalagi meraih kesuksesan dan kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, sebagai seorang pendakwah hendaknya kita memberikan motivasi kepada mereka dengan membawakan pidato tentang keutamaan menuntut ilmu beserta haditsnya. Tujuannya agar motivasi mereka dalam menuntut ilmu dan mendatangi majelis ilmu dapat bertambah.

Nah, pada postingan kali ini saya ingin membagikan salah satu contoh naskah pidato tentang keutamaan menuntut ilmu beserta haditsnya yang shahih dari Rasulullah . Berikut ini adalah naskah pidato tentang keutamaan menuntut ilmu disertai dengan haditsnya dan terjemahannya secara lengkap mulai dari salam pembuka, pembukaan, isi, penutupan, hingga salam penutup :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

(Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh)

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

(Alhamdulillahi rabbil 'aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu 'ala asyrofil ambiya-i wal-mursalin, sayyidinaa wa nabiyyinaa muhammadin, wa 'alaa aalihi wa shohbihi ajma'in, wa ba'du)

Jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Allah dengan mengucap alhamdulillahi rabbil 'aalamiin atas nikmat yang telah diberikan kepada kita, sehingga kita bisa berkumpul di majelis yang mudah-mudahan diberkahi oleh Allah. Amiin.

Yang kedua, semoga sholawat dan salam senantiasa tetap atas junjungan kita Nabi Muhammad , beserta keluarganya, para sahabatnya, dan juga pengikutnya.

Jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, diantara salah satu amalan wajib yang mulai banyak ditinggalkan sebagian besar kaum muslimin adalah amalan menuntut ilmu agama. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap kaum muslimin. Baik itu muslim laki-laki, ataupun muslimat perempuan, baik itu anak kecil, ataupun orang dewasa, semuanya wajib menuntut ilmu.

Rasulullah bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim"


[HR. Ibnu Majah]

Kewajiban menuntut ilmu bagi seorang muslim tidaklah dibatasi oleh umur. Berapapun umur kita saat ini, entah itu muda ataupun tua, semuanya wajib menuntut ilmu sampai ajalnya menjemput. Bahkan jika seorang muslim sudah dianggap ulama sekalipun, maka ia tatap wajib menambah ilmunya. Apalagi kita yang bukan ulama, tentulah lebih ditekankan lagi untuk menuntut ilmu.

Jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, ketahuilah sesungguhnya kesuksesan dan kebahagiaan tidak akan pernah diraih tanpa ilmu. Seorang yang ingin sukses dan bahagia di dunia saja membutuhkan ilmu untuk meraihnya. Apalagi jika kita ingin sukses dan bahagia di akhirat, tentu juga ada ilmunya.

Tahukah jama'ah?

Ilmu agama adalah ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita.

Ilmu agama adalah pondasi dalam kehidupan kita.

Ilmu agama adalah petunjuk yang dengannya kita bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.

Bayangkan apabila masyarakat kita hidup tanpa ilmu, khususnya ilmu agama.

Peradaban akan menjadi mundur dan terbelakang.

Kelihatannya modern padahal moralnya rusak.

Kelihatannya demokratis padahal tatanan masyarakatnya tidak beraturan.

Dikiranya halal padahal haram.

Dikiranya modis padahal telanjang seperti hewan.

Maka jangan heran jika banyak diantara kaum muslimin yang terjerumus dalam keharaman sementara ia tidak menyadarinya. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena minimnya ilmu agama yang dimiliki oleh kaum muslimin pada umumnya.

Jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, agama Islam adalah agama yang sangat memotivasi umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Baik itu ilmu yang menunjang kehidupan kita di dunia, ataupun ilmu yang membawa kesuksesan kehidupan kita di akhirat. Namun nyatanya, banyak umat Islam yang saat ini justru sibuk menuntut ilmu dunia dan melupakan ilmu akhirat. Padahal Allah benci dengan orang yang demikian.

Di dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda :

إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة

"Sesungguhnya Allah ta'ala benci pada setiap orang yang pandai dalam perkara dunia tapi bodoh dalam perkara akhirat."


[HR. Hakim]

Oleh karena itu jama'ah kaum muslimin, jangan sampai kita menjadi orang yang dibenci oleh Allah karena kebodohan kita dengan perkara akhirat. Masih lebih baik kita bodoh dalam urusan dunia tetapi pandai dalam urusan akhirat. Akan tetapi apabila kedua ilmu tersebut dapat kita kuasai maka itulah yang paling ideal.

Jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, ada banyak keutamaan menuntut ilmu agama di dalam Al-Quran maupun Al-Hadits.

Keutamaan menuntut ilmu yang pertama adalah, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Disebutkan di dalam Al-Quran, Allah berfirman :

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.


[QS. Al-Mujadalah ayat 11]

Keutamaan menuntut ilmu yang kedua adalah bahwa dengan menuntut ilmu maka jalan kita menuju surga akan dimudahkan. Di dalam hadits Rasulullah bersabda :

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan berikan ia kemudahan jalan menuju surga."


[HR. Muslim]

Dengan kita memiliki ilmu maka kita akan memperoleh hidayah dan petunjuk jalan menuju surga. Sebaliknya, jika kita tidak memperoleh hidayah dan petunjuk jalan menuju surga, bagaimana mungkin kita bisa sampai ke surga?

Ibarat seorang yang hendak pergi ke suatu tempat tanpa mengetahui petunjuk arahnya, maka ia akan tersesat dan tidak akan sampai pada tujuan. Demikian pula apabila kita tidak mengetahui arah menuju surga maka akan membuat kita tersesat.

Keutamaan menuntut ilmu yang ketiga adalah bahwa Malaikat merendahkan sayapnya untuk para penuntut ilmu karena senang dengan para penuntut ilmu.

Disebutkan di dalam hadits bahwa Rasulullah bersabda :

وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ

Dan sesungguhnya para Malaikat merendahkan sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu


[HR. Abu Dawud]

Keutamaan menuntut ilmu yang keempat adalah bahwa orang yang berilmu itu didoakan oleh penduduk langit dan bumi bahkan ikan-ikan yang di air agar diampuni dosanya. Disebutkan di dalam hadits bahwa Rasulullah bersabda :

وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ

"Dan sesungguhnya orang yang berilmu itu para penghuni langit dan bumi bahkan ikat di laut memohonkan ampunan untuknya."


[HR. Abu Dawud]

Keutamaan menuntut ilmu yang kelima adalah bahwa orang yang berilmu itu lebih utama dibandingkan ahli ibadah. Rasulullah bersabda :

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

"Dan sesungguhnya perbandingan keutamaan orang berilmu dengan ahli ibadah itu seperti perbandingan keutamaan bulan di malam hari dengan seluruh bintang."


[HR. Abu Dawud]

Hal ini dikarenakan orang yang memiliki ilmu itu dapat memberikan manfaat kepada sekitarnya. Sementara orang yang hanya beribadah, manfaatnya hanyalah untuk dirinya sendiri.

Keutamaan menuntut ilmu yang keenam adalah bahwa orang yang memiliki ilmu agama itu adalah pewaris para Nabi. Rasulullah bersabda :

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Dan sesungguhnya para ulama (orang-orang memiliki ilmu agama) itu adalah pewarisnya para Nabi. Sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil warisan tersebut, maka ia telah mengambil bagian yang terbanyak."


[HR. Abu Dawud]

Oleh karena itu jama'ah kaum muslimin rahimakumullah, marilah kita belajar ilmu, terutama ilmu agama. Jangan sampai kita menjadi orang yang dibenci oleh Allah karena tidak paham ilmu agama. Ketahuilah bahwa pertanda seseorang itu dikehendaki baik oleh Allah adalah ketika ia memiliki ilmu agama. Rasulullah bersabda :

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka ia akan Allah berikan kepahaman di dalam agama.


[HR. Bukhari]

Demikianlah pidato tentang keutamaan menuntut ilmu beserta haditsnya ini saya sampaikan. Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah untuk bisa istiqomah dalam menuntut ilmu.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Related Posts :

Ceramah Tentang Adab Kepada Guru

Ceramah Tentang Adab Kepada Guru

Ceramah tentang adab kepada guru merupakan salah satu materi ceramah yang penting untuk disampaikan baik kepada siswa sekolah biasa, sekolah islam maupun santri di pondok pesantren.

Mengapa materi ceramah ini begitu penting?

Pertama, adab kepada guru merupakan adab yang mulai luntur dikalangan para penuntut ilmu akhir-akhir ini. Banyak dari para penuntut ilmu yang masing kurang hormat kepada gurunya.

Yang kedua, adab kepada guru merupakan salah satu adab yang dapat menjadikan seorang penuntut ilmu memperoleh keberkahan dari ilmu yang didapatkan.

Oleh karena itu, ceramah tentang adab kepada guru merupakan ceramah yang harus sering disampaikan. Tujuannya agar para penuntut ilmu dapat memahami dan menyadari betapa pentingnya adab kepada guru saat mereka mengikuti pelajaran.

Nah, apabila Anda hendak menyampaikan materi ceramah tentang adab kepada guru, maka pada postingan kali ini saya akan membagikan salah satu contoh naskah ceramah tentang adab kepada guru yang biasa saya sampaikan. Teks ceramah ini akan saya sampaikan secara lengkap mulai dari salam, pembukaan, isi, hingga kalimat penutup.

Mudah-mudahan teks ceramah tentang adab kepada guru ini dapat disampaikan kepada para siswa maupun santri dan dapat menjadi inspirasi bagi Anda yang hendak menyampaikan ceramah tentang adab kepada guru. Berikut teks ceramahnya :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

(Alhamdulillahi robbil-‘aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu ‘ala asyrofil-ambiya-i wal-mursalin, sayyidina wa nabiyyina Muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’in. Wa ba’du)

Santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua.

Yang kedua, semoga shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan juga para pengikutnya.

Santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, pada majelis yang mulia ini saya hendak menyampaikan materi ceramah tentang adab kepada guru yang wajib kalian amalkan dalam keseharian kalian sebagai seorang santri. Maka dimohon kepada para santri untuk menyimak materi ceramah ini dengan baik, serta mencatatnya di buku catatan kalian masing-masing.

Baik, kita mulai saja materinya.

Anak-anakku yang semoga dirahmati oleh Allah, apa sajakah adab seorang murid kepada gurunya? Adakah diantara kalian yang sudah mengetahuinya? Kalau belum, berikut ini saya akan sampaikan beberapa adab penting yang perlu kalian catat di buku catatan kalian. Silahkan disiapkan alat tulis dan catatannya!

Adab kepada guru yang pertama adalah hendaknya seorang murid ataupun santri mematuhi perintah gurunya.

Di dalam kitab tadzkiratus-sami’ wal-mutakallim yang ditulis oleh Ibnu Jama’ah Asy-Syafi’i disebutkan bahwa hubungan seorang santri dengan gurunya itu layaknya hubungan pasien dengan dokternya. Mengapa demikian? Karena guru itu ibarat dokter. Apabila dokter itu mengobati penyakit fisik maka guru itu mengobati penyakit kebodohan dan juga mengobati penyakit akhlak yang buruk. Maka apabila seorang pasien yang mengalami penyakit fisik ingin sembuh dari penyakitnya maka ia harus mematuhi arahan dari dokter.

Begitupun seorang santri, apabila ia hendak menghilangkan penyakit bodoh dan akhlak buruk yang ada pada dirinya maka hendaknya ia mengikuti arahan dari guru ataupun ustadnya.

Adab kepada guru yang kedua adalah hendaknya seorang santri itu bersabar dengan kerasnya seorang guru.

Terkadang seorang guru itu ada yang keras dalam mengajar. Saya yakin sebagian besar dari kalian merasa tidak nyaman dengan perilaku guru yang keras dalam mengajarnya. Namun, apakah ketika guru bertindak keras kemudian kita malah berhenti belajar? Tentu saja jawabannya tidak!

Ingatlah anak-anakku, bahwa kerasnya seorang guru dalam mengajar adalah dalam rangka mendidik kalian. Karena adakalanya metode yang keras itu diperlukan agar murid tidak hanya pintar tetapi juga memiliki jiwa yang tangguh.

Sebagaimana yang barusan saya sampaikan bahwa hubungan antara murid dengan guru itu ibarat pasien dengan dokter. Apabila pasien tidak bersabar dengan metode pengobatan dari dokternya maka ia tidak akan pernah sembuh dari penyakitnya.

Begitu pula santri ataupun murid ia harus bersabar dengan metode pendidikan dari guru ataupun ustadnya. Selama guru yang mengajar kalian tidak bertindak di luar batas syariat dalam mengajar maka bersabarlah dalam menghadapinya. Sesungguhnya pedihnya kebodohan lebih menyakitkan dibandingkan bersabar atas hinanya belajar.

Sebagian ulama salaf mengatakan :

مَنْ لَمْ يَصْبِرْ عَلَى ذُلِّ التَّعْلِيْمِ بَقِيَ عُمُرَهُ فَي عَمَايَةِ الْجَهَالَةِ، وَمَنْ صَبَرَ عَلَيْهِ آلَ أَمْرُهُ إِلَى عِزِّ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Barang siapa yang tidak bersabar atas hinanya belajar maka tersisalah umurnya dalam kesesatan dan kebodohan, dan barang siapa yang sabar atasnya maka urusannya akan kembali menuju kemuliaan dunia dan akhirat.

Adab kepada guru yang ketiga adalah hendaknya seorang murid itu mendengarkan dan memperhatikan dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.

Ketika kalian belajar jangan sampai kalian itu membuat kegaduhan, ngobrol sendiri, ataupun tertidur di dalam kelas. Apalagi yang diajarkan itu materinya ada kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Coba sekarang kalian cek di surat Qaf ayat yang ke 37. Di dalam surat tersebut Allah ta’ala berfirman yang bunyinya :

اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِمَنْ كَانَ لَهٗ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ

Sesungguhnya pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya dan dia menyaksikan.


[QS. Qaaf ayat 37]

Ayat tersebut memberikan pelajaran kepada kita bahwa pelajaran-pelajaran yang ada di dalam Al-Quran itu akan menjadi peringatan bagi kita apabila kita memasang ketiga indra kita.

Indra apakah itu? Yaitu hati, telinga, dan juga mata.

Maksudnya adalah bahwa ketika kita menuntut ilmu hendaknya kita benar-benar menggunakan hati kita untuk fokus, telinga kita untuk mendengarkan, serta mata kita untuk memperhatikan pelajaran dengan baik. Kalau kita tidak menggunakannya lalu bagaimana mungkin pelajaran itu bisa masuk ke dalam hati kita? Iya kan?

Nah, oleh karena itu anak-anak, ketika kalian belajar cobalah ditahan mulutnya untuk tidak berbicara. Fokuskan hati dan pikiran kalian untuk mendengarkan materi ceramah yang disampaikan oleh ustad dan ustadzah ataupun bapak ibu guru. Tujuannya agar pelajaran yang disampaikan dapat masuk ke dalam hati kalian dan kalian dapat mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Anak-anakku/santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, jika pelajaran ataupun ceramah yang disampaikan oleh guru ternyata adalah materi yang sudah pernah kalian dengarkan sebelumnya, bagaimanakah sikap kita kepada guru tersebut? Apakah kita tetap mendengarkan materi yang disampaikan? Atau kita abaikan saja?

Jawabannya tentu saja tidak boleh. Sebagai santri yang beradab, tetaplah dengarkan apa yang disampaikan oleh guru meskipun kalian sudah pernah mendengarkan materi ceramah tersebut. Ingatlah bahwa hal itu merupakan bagian dari adab kepada ustadz ataupun guru. Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Atho’ bin Abi Robah pernah berkata :

إِنِّي لَأَسْمَعُ الْحَدِيْثَ مِنَ الرَّجُلِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِهِ مِنْهُ فَأُرِيْهِ مِنْ نَفْسِي أَنِّي لَا أُحْسِنُ مِنْهُ شَيْئًا

Aku pernah mendengar hadits dari seorang lelaki, sementara aku lebih mengetahui hadits itu dari pada dia. Maka akupun memperlihatkan diriku seakan aku tidak lebih baik darinya sedikitpun.

Dalam riwayat yang lain, beliau juga pernah mengatakan :

إِنَّ الشَّابَّ لَيَتَحَدَّثُ بِحَدِيْثٍ فَأَسْتَمِعُ لَهُ كَأَنِّي لمَ ْأَسْمَعْهُ وَلَقَدْ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُوْلَدَ

Sesungguhnya ada seorang pemuda menyampaikan suatu hadits. Lalu aku mendengarkan hadits itu seakan-akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal, aku sudah pernah mendengar hadits itu sebelum pemuda itu dilahirkan.

Maka anak-anakku sekalian, contohlah bagaimana para salaf dalam menuntut ilmu. Kesuksesan mereka dalam penguasaan ilmu telah terbukti dan tidak diragukan lagi. Oleh karenanya teladan terbaik dalam menuntut ilmu adalah para ulama salaf.

Adab kepada guru yang keempat adalah hendaknya seorang santri itu banyak bersyukur kepada guru yang telah mendidik dan mengajarnya.

Sebagai seorang santri yang beradab kalian harus memahami dan menyadari bahwasanya segala yang diberikan oleh guru kepada kalian berupa pendidikan, pengajaran, peramutan, dan juga perhatian adalah nikmat dari Allah . Bahkan teguran dan sikap keras seorang guru kepada muridnya juga merupakan nikmat dari Allah yang patut kalian syukuri.

Seandainya seorang guru itu tidak pernah memberikan peringatan keras kepada murid ataupun santrinya maka justru ini akan menjerumuskan murid tersebut ke dalam keburukan.

Oleh karena itu anak-anakku sekalian, bersyukurlah kepada gurumu apapun yang diberikan oleh gurumu kepada kalian. Entah itu pemberian ataupun perlakuan yang menurut kalian menyenangkan ataupun tidak menyenangkan maka syukurilah hal tersebut.

Demikianlah materi ceramah tentang adab kepada guru yang bisa saya sampaikan. Semoga kalian dapat menerapkan dan mengamalkan adab ini dalam keseharian kalian saat menuntut ilmu, baik itu di sekolah maupun di pondok pesantren. Mari kita akhiri dengan membaca hamdalah dan doa kafaratul majelis.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Demikian,,

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Related Posts :

Pidato Tentang Keutamaan Membaca Al Quran

Pidato Tentang Keutamaan Membaca Al Quran

Tahukah Anda? Salah satu tema pidato yang banyak dicari di mesin pencari adalah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran. Hal ini dikarenakan pidato ini merupakan tema pidato yang menarik untuk disampaikan.

Pidato ini sangat cocok dibawakan pada berbagai macam acara keagamaan, baik itu yang bersifat formal, semi formal, ataupun non formal.

Tema pidato tentang keutamaan membaca Al Quran juga cocok dibawakan saat Anda mengikuti lomba pidato yang diselenggarakan pada saat momen hari keagamaan.

Selain itu, pidato tentang keutamaan membaca Al Quran juga dapat disampaikan saat Anda hendak memotivasi para santri ataupun siswa di sekolah-sekolah Islam agar semakin giat membaca Al Quran.

Nah, pada postingan kali ini saya ingin sedikit berbagi salah satu contoh teks atau naskah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran yang saya sampaikan saat berpidato dihadapan banyak orang.

Contoh pidato yang akan saya bawakan ini merupakan pidato yang ringan dan mudah dipahami oleh para pendengar dari kalangan manapun.

Berikut teks atau naskah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran mulai dari salam, pembuka, isi, hingga salam penutup :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

(Alhamdulillahi robbil-‘aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu ‘ala asyrofil-ambiya-i wal-mursalin, sayyidina wa nabiyyina Muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’in. Wa ba’du)

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, pertama dan yang utama marilah kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua.

Sehingga dengan nikmat tersebut, kita dipertemukan kembali di hari yang penuh kebahagiaan ini dalam keadaan sehat, aman, dan sejahtera.

Yang kedua, shalawat dan taslim saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam dan juga keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya.

Dan mudah-mudahan kita adalah termasuk orang yang berada di barisan pengikut beliau Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, sebelum saya memasuki inti dari pidato yang hendak saya bawakan, yaitu pidato tentang keutamaan membaca Al Quran, saya hendak bertanya terlebih dahulu : Kapankah terakhir kali Anda membaca Al Quran?

Apakah tadi pagi? Tadi malam? Seminggu yang lalu? Sebulan yang lalu? Atau bahkan setahun yang lalu?

Sebagian dari kita, ada yang alhamdulillah bisa istiqomah membaca Al Quran setiap hari. Tentu ini adalah hal yang patut disyukuri. Namun, sebagian dari kita ada pula yang bahkan membaca Al Quran hanya di bulan Ramadhan saja.

Alhamdulillah, ini masih lebih baik, karena umat Islam yang tidak membaca Al Quran selama bertahun-tahun juga masih sangat banyak.

Satu hal miris yang terjadi pada umat Islam saat ini adalah ketika banyak dari mereka yang menjadikan mushaf Al Quran sebagai penghias rak buku mereka. Debu pada mushaf yang semakin menebal menunjukkan sangking lamanya mushaf itu tidak tersentuh apalagi terbaca.

Bahkan tak jarang dijumpai pada rumah-rumah kaum muslimin beberapa mushaf telah robek dimakan tikus. Inna lillahi wa inaaa ilahi roji’un, sungguh ini adalah musibah yang sangat besar.

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, banyak dari kita yang malas membaca Al Quran, padahal keutamaan membaca Al Quran sangatlah luar biasa. Di dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah Al Quran, sesungguhnya Al Quran akan datang pada hari kiamat sebagai penolong bagi pembacanya


[HR. Muslim]

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hari kiamat adalah hari yang sangat berat! Hari kiamat adalah hari dimana antara seorang dengan yang lainnya tidak bisa saling tolong menolong. Orang tua, anak, istri, harta, kedudukan, dan juga jabatan tidak bisa lagi diandalkan untuk memberikan pertolongan.

Pada hari itu seluruh manusia sibuk memikirkan keselamatan dirinya. Tidak ada satupun diantara mereka yang memperhatikan kecuali kepada dirinya sendiri. Di dalam Al Quran disebutkan :

فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ ۖ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِۗ

Maka, apabila datang suara yang memekakkan (dari tiupan sangkakala), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, (dari) ibu dan bapaknya, serta (dari) istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.


[QS. Abasa ayat 33-34]

Di saat itu, sungguh beruntung orang yang dahulu rajin membaca Al Quran dan mengamalkannya. Ketika masing-masing orang sibuk memikirkan keselamatannya di hari itu, maka Al Quran datang kepada para pembacanya dan melapor kepada Allah :

مَنَعْتُهُ ‌النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ

(Wahai Tuhanku) aku telah membuatnya tidak tidur dimalam hari (untuk membacaku) maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat padanya.

Akhirnya Allah subhanahu wata'ala pun memberikan syafaat kepada para pembacanya. Masya Allah!!

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, selain syafa’at, kita juga membutuhkan bekal kebaikan agar bisa selamat pada hari kiamat.

Tahukah Anda? Ternyata pahala kebaikan yang begitu banyak dapat kita peroleh hanya dengan membaca Al Quran. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatkan sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, akan tetapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf, dan mim itu satu huruf.


[HR. Tirmidzi]

Masya Allah! Sungguh beruntung para pembaca Al Quran di hari kiamat!

Di saat orang-orang tidak banyak membawa pahala kebaikan di hari kiamat, maka para pembaca Al Quran akan membawa banyak pahala kebaikan ketika menghadap Allah subhanahu wata'ala.

Bayangkan saja apabila dalam sehari kita bisa membaca Al Quran setidaknya satu halaman saja. Tidak sampai 5 menit!

Anggaplah 1 halaman terdapat 100 huruf. Itu artinya bila kita membaca 1 halaman maka kita telah memperoleh 1000 pahala kebaikan.

Seandainya kita hanya diberi umur satu tahun, atau 365 hari saja oleh Allah, dan selama 356 hari itu kita konsisten membaca Al Quran satu halaman setiap hari, maka ketika kita berpulang kepada Allah, kita telah membawa 365.000 pahala kebaikan.

Masya Allah..! Sungguh keberuntungan yang besar bagi para pembaca Al Quran di hari kiamat. Seharusnya kita iri melihat teman-teman kita yang rajin membaca Al Quran. Karena betapa besarnya apa yang akan mereka peroleh pada hari kiamat.

Karena itulah sangking besarnya pahala membaca Al Quran, sampai-sampai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membolehkan kita iri dengan orang tersebut. Tujuannya adalah agar kita berlomba-lomba dalam membaca Al Quran di siang dan malam hari. Beliau bersabda :

لا ‌حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

Tidak boleh hasad kecuali pada dua hal : Yaitu seorang laki-laki yang Allah berikan Al Quran lalu ia membacanya pada malam dan siang hari. Dan seorang laki-laki yang Allah berikan harta lalu ia infaqkan hartanya pada malam dan siang hari.


[HR. Bukhari]

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, Al Quran adalah petunjuk hidup bagi manusia. Apabila kita tidak pernah membacanya, tidak pernah mempelajarinya, tidak pula merenungkannya, lantas bagaimana kita bisa memperoleh petunjuk darinya?

Bukankah orang yang tidak memperoleh petunjuk dari Al Quran adalah orang yang tersesat? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :

مَنِ اتَّبَعَهُ ‌كَانَ ‌عَلَى ‌الْهُدَى، وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلَالَةٍ

Barang siapa yang mengikuti Al Quran maka ia berada di atas petunjuk, dan barang siapa yang meninggalkan Al Quran maka ia berada di atas kesesatan.


[HR. Muslim]

Oleh karenanya, hadirin, marilah kita rutinkan tilawah dan membaca Al Quran setiap hari. Cobalah luangkan waktu setidaknya 10 menit per hari untuk tilawah dan merenungkan ayat-ayat Al Quran.

Jangan lupa membaca terjemahan dan juga tafsirnya agar kita dapat memahami dan mengamalkan ayat yang kita baca. Ketahuilah bahwa sesungguhnya salah satu keutamaan membaca Al Quran adalah dapat menyebabkan ruh kita hidup di sisi Allah! Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

وَعَلَيْكَ بِذِكْرِ اللهِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، فَإِنَّهُ ‌رَوْحُكَ ‌فِي السَّمَاءِ، وذِكْرٌ لكَ فِي الْأَرْضِ

Hendaklah engkau berdzikir kepada Allah dan tilawah Al Quran, sesungguhnya ia adalah ruhmu di langit, dan peringatan untukmu di bumi.


[HR. Ahmad]

Demikianlah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran ini saya sampaikan. Semoga dengan pidato yang singkat ini dapat menggugah kembali semangat kita dalam membaca Al Quran.

Atas perhatiannya saya ucapkan syukron wa jazakumullahu khoiron. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Related Posts :

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad

Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu 'ala rasulillah, wa 'alaa aalihi washahbihii waman waalaah. Waba'du.

Pernahkan kamu mendengar istilah “hadits shahih” yang biasa disampaikan oleh para ustad ketika berceramah? Jika kamu pernah mendengarnya, ternyata istilah tersebut merupakan istilah untuk menyebut kualitas sanad pada hadits tersebut.

Nah, pada pelajaran ilmu hadits kali ini kita akan membahas pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya. Apabila kamu belum memahami apa itu sanad, coba kamu pelajari terlebih dahulu apa itu sanad pada artikel berikut ini :

Pengertian Sanad, Matan, dan Rawi Beserta Contohnya

Tahukah kamu? Ternyata tidak semua hadits itu kualitas sanadnya bagus, lho. Ada yang kualitasnya bagus, ada yang kurang bagus, bahkan ada juga yang kualitasnya lemah. Ini menunjukkan bahwa ternyata dalam ilmu hadits itu ada pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya.

Contoh Soal Pelajaran Ilmu Hadits

Pernahkah kamu menjumpai sebuah soal : sebutkan pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya!

Apabila kamu pernah menjumpai soal tersebut maka pada artikel kali ini kita akan menjawab soal pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya. Pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad itu terbagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Hadits Shahih yang terbagi lagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih lighairihi
  2. Hadits Hasan yang terbagi lagi menjadi dua, yaitu hasan lidzatihi dan hasan lighairihi
  3. Hadits Dhoif

Kalau kamu penasaran lebih mendalam mengenai ketiga jenis hadits berdasarkan kualitas sanadnya, mari kita pelajari bersama bab pembagian hadits berdasarkan kualitas sanadnya :

A. Hadits Shahih

Pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad yang pertama adalah hadits shahih. Berikut ini akan dijelaskan apa pengertian hadits shahih, syarat hadits shahih, pembagian hadits shahih dan contoh hadits shahih :

Pengertian Hadits Shahih

Apa itu hadits shahih? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya muqoddimah Ibnu Sholah, beliau mendefinisikan bahwa Hadits Shahih adalah :

فَهُوَ الْحَدِيثُ الْمُسْنَدُ الَّذِي يَتَّصِلُ إِسْنَادُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ إِلَى مُنْتَهَاهُ وَلَا يَكُونُ شَاذًّا وَلَا مُعَلَّلًا

“Yaitu hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabith, dari periwayat yang adil dan dhabith sampai akhir sanad dan tidak ada syadz dan juga illah

Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa hadits shahih adalah hadits yang kualitas sanadnya paling bagus dari segala sisi.

Syarat-syarat Hadits Shahih

Setelah kita mengetahui pengertian hadits shahih, kita dapat mengambil pelajaran bahwa syarat hadits shahih itu ada lima :

  1. Yang pertama, sanadnya bersambung. Maksudnya adalah bahwa setiap periwayat yang meriwayatkan hadits tersebut betul-betul menerima hadits dari gurunya secara langsung mulai dari periwayat yang pertama hingga akhir.
  2. Yang kedua, periwayatnya adil. Maksudnya adalah bahwa setiap periwayat atau sanad yang terdapat dalam hadits tersebut adalah seorang muslim, berakal, tidak fasik, baligh, dan tidak melakukan perbuatan yang aib.
  3. Yang ketiga, periwayatnya dhabit. Maksudnya adalah bahwa periwayat hadits memiliki ingatan yang kuat. Sehingga ketika seorang periwayat menerima hadits itu ia mampu menghafal dengan baik dan saat ia menyampaikan ia juga mampu menyampaikan hadits tersebut sesuai yang telah ia hafalkan.
  4. Yang keempat, tidak ada syadz. Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang tsiqah menyelisihi yang lebih tsiqah.
  5. Yang kelima, tidak ada illat. Maksudnya adalah tidak ada kecacatan pada hadits yang dapat merusak kesahihan suatu hadits.

Pembagian Hadits Shahih

Hadits Shahih terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Shahih Lidzatihi

Secara bahasa berarti shahih dengan sendirinya. Maksudnya adalah hadits tersebut adalah hadits yang telah memenuhi ke-lima syarat hadits shahih yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Atau dalam arti lain kualitas sanad pada hadits ini sangatlah kuat, semua periwayatnya tsiqah, dhobit, adil, bersambung, tidak ada syadz ataupun illat.

2. Shahih Lighairihi

Secara bahasa berarti shahih dengan selainnya. Maksudnya adalah hadits hasan lidzatihi yang memiliki jalur yang banyak. Dalam arti lain, hadits shahih lighairihi itu adalah hadits hasan lidzatihi yang jumlahnya lebih dari satu sehingga antar satu hadits hasan lidzatihi dengan hadits hasan lidzatihi yang lainnya saling menguatkan.

Nah, dikarenakan antar hadits hasan lidzatihi tersebut saling menguatkan maka derajatnya pun naik menjadi hadits shahih lighairihi. Simpelnya seperti ini : Hadits Hasan Lidzatihi + Hadits Hasan Lidzatihi = Hadits Shahih Lighairihi.

Contoh Hadits Shahih

Contoh hadits shahih sangatlah banyak, berikut ini salah satu contoh hadits shahih :

1. Contoh Hadits Shahih Lidzatihi

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا ‌يُفَقِّهْهُ ‌فِي ‌الدِّينِ

Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan menjadikannya faqih dalam agama.


[HR. Bukhari Muslim]

2. Contoh Hadits Shahih Lighairihi

ابْتَعْ ‌عَلَيْنَا إِبِلًا بِقَلَائِصَ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ إِلَى مَحِلِّهَا

Belilah unta dengan unta-unta muda dari hasil zakat hingga zakat itu diberikan.


[HR. Ahmad]

Hadits di atas merupakan hadits shahih lighairihi dikarenakan hadits tersebut merupakan hadits hasan lidzatihi yang dikuatkan dengan hadits hasan lidzatihi yang lain yang semakna dengan hadits tersebut.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh imam Ahmad dari jalur Muhammad bin Ishaq dan juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari jalur Amr bin Syuaib. Masing-masing jalur tersebut derajatnya hasan, sehingga apabila terdapat dua hadits yang semakna dengan derajat hasan lidzatihi maka hadits tersebut kedudukannya menjadi hadits shahih lighairihi.

Mengenai pembahasan apa itu hadits hasan lidzatihi? insya Allah akan dibahas pada penjelasan setelah ini.

B. Hadits Hasan

Setelah kita membahas tentang hadits shahih, selanjutnya kita akan membahas pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad yang kedua yaitu hadits hasan. Berikut ini pengertian hadits hasan, syarat hadits hasan, pembagian hadits hasan dan juga contoh hadits hasan.

Pengertian Hadits Hasan

Apa yang dimaksud dengan hadits hasan?

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian hadits hasan. Namun menurut Mahmud Ath-Thohhan dalam kitabnya Taisir Mushtholah Al-Hadits menyebutkan bahwa pendapat yang terpilih adalah :

هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه، عن مثله إلى منتهاه، من غير شذوذ ولا علة

“Yaitu hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil namun kurang dhobit, dari yang semisal itu sampai akhir periwayat (maksudnya tidak semua periwayat/sanadnya kurang dhobit), dan tidak terdapat syadz dan juga illat di dalamnya.”

Pada pengertian di atas dapat kita pahami bahwa hadits hasan adalah hadits yang kualitas sanadnya di bawah hadits shahih.

Syarat Hadits Hasan

Syarat hadits hasan sama dengan hadits shahih, hanya saja bedanya pada hadits hasan terdapat periwayat yang kurang dhobit. Atau dalam arti lain tidak ada perbedaan antara hadits hasan dengan hadits shahih selain dalam hal kesempurnaan hafalan perawinya. Yakni perawi pada hadits hasan kesempurnaan hafalannya berada di bawah perawi pada hadits shahih.

Pembagian Hadits Hasan

Hadits Hasan terbagi menjadi dua :

1. Hadits Hasan Lidzatihi

Artinya hadits tersebut adalah hadits yang hasan dengan sendirinya karena telah memenuhi semua kriteria atau persyaratan hadits hasan.

2. Hadits Hasan Lighairihi

Yaitu hadits dhaif yang memiliki jalur yang banyak yang saling menguatkan. Akan tetapi syaratnya tidak ada dari periwayat hadits tersebut periwayat yang pendusta atau dituduh sebagai pendusta.

Atau bahasa mudahnya : Hadits Dhoif + Hadits Dhoif = Hadits Hasan lighairihi.

Dengan syarat antar satu hadits dhoif dengan hadits dhoif yang digabungkan memiliki jalur periwayat yang berbeda dan tidak ada dalam jalur periwayatnya periwayat yang pendusta atau dituduh dusta.

Contoh Hadits Hasan

Berikut ini adalah contoh hadits hasan

1. Hadits Hasan Lidzatihi

‌مِفْتَاحُ ‌الصَّلَاةِ ‌الطُّهُورُ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

Kuncinya sholat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan di luar sholat) adalah takbir, dan yang menghalalkannya (dari perbuatan di luar sholat) adalah salam.


[HR. Tirmidzi]

2. Hadits Hasan Lighairihi

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، لَمْ يَحُطَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ

Bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ketika mengangkat tangannya dalam doa, maka beliau tidak mengembalikan keduanya hingga mengusapkan keduanya pada wajahnya.


[HR. Tirmidzi]

Ibnu Hajar mengatakan di dalam kitabnya Bulughul Maram bahwa hadits ini memiliki beberapa penguat yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya sehingga secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits ini hasan.

C. Hadits Dhoif

Alhamdulillah kita menginjak pada pembahasan mengenai pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad yang ketiga, yaitu hadits dhoif. Berikut ini akan kita pelajari definisi hadits dhaif dan juga contoh hadits dhoif dan juga hukum meriwayatkan hadits dhoif.

Pengertian Hadits Dhoif

Apa itu hadits Dhoif? Menurut Ibnu Sholah dalam kitabnya Muqoddimah Ibnu Sholah, hadits dhoif adalah :

كُلُّ حَدِيثٍ لَمْ يَجْتَمِعْ فِيهِ صِفَاتُ الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ، وَلَا صِفَاتُ الْحَدِيثِ الْحَسَنِ الْمَذْكُورَاتُ فِيمَا تَقَدَّمَ، فَهُوَ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ

“Semua hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih ataupun persyaratan hadits hasan yang telah disebutkan sebelumnya maka ia merupakan hadits dhoif.”

Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa hadits dhoif adalah hadits yang kualitas sanadnya lemah. Dan penyebab kelemahannya sangatlah banyak, entah itu periwayatnya tidak adil, tidak dhobit, ada sanad yang terputus, dan lain sebagainya.

Contoh Hadits Dhoif

مَنْ أَتَى حَائِضًا، أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا، أَوْ كَاهِنًا، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang menyetubuhi wanita yang sedang haid, atau melalui dubur, atau mendatangi dukun, maka ia telah mengingkari dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.


[HR. Tirmidzi]

Hukum Meriwayatkan Hadits Dhoif

Hukum meriwayatkan hadits dhoif tanpa menjelaskan bahwa hadits tersebut dhoif adalah boleh dengan dua syarat : Tidak berkaitan dengan akidah dan tidak berkaitan dengan hukum syariat.

Artinya meriwayatkan atau menyampaikan hadits dhoif adalah boleh apabila berkaitan dengan targhib dan tarhib tentang suatu amalan selama :

  1. Dhoifnya tidak terlalu lemah.
  2. Amalan yang disebutkan dalam hadits tersebut ada dalam hadits shohih.
  3. Tidak berkeyakinan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mengucapkan hadits tersebut.

Penutup

Alhamdulillah telah selesai pembahasan kita tentang pembagian hadits berdasarkan kualitas sanad. Maka dari pembelajaran bab ini dapat kita rangkum sebagai berikut :

  • Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad terbagi menjadi tiga yaitu : (1) Shahih (2) Hasan (3) Dhoif
  • Hadits shahih adalah hadits dengan kualitas sanad yang baik.
  • Hadits hasan adalah hadits dengan kualitas sanad di bawah hadits shahih, yaitu ada periwayat yang kurang dhobit dalam hadits tersebut.
  • Hadits dhoif adalah hadits yang tidak memenuhi kualitas sanad hadits shahih ataupun hasan.

Penyusun : Adam Rizkala

Refrensi :

  • Mustholah Al-Hadits : oleh Al-Utsaimin
  • Taisir Mustholah Al-Hadits : oleh Mahmud Ath-Thohhan
  • Muqaddimah Ibnu Sholah : oleh Ibnu Sholah

Related Posts :

Ceramah Tentang Kematian Beserta Dalilnya

Ceramah Tentang Kematian

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya.

Related Posts :

Ceramah Tentang Bersyukur Beserta Dalilnya

Ceramah Tentang Bersyukur Beserta Dalilnya

Segala puji bagi Allah ta’ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Related Posts :

Idgham Mutamatsilain Mutajanisain dan Mutaqaribain

Idgham Mutamatsilain Mutajanisain dan Mutaqaribain

Bismillah, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, dan keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya.

Pada pelajaran tajwid kali ini kita akan membahas macam-macam idgham, yaitu idgham mutamatsilain, idgham mutajanisain, dan idgham mutaqaribain. Sebelum kita membahas idgham mutamatsilain mutajanisan dan mutaqaribain, mari kita bahas apa pengertian dari “idgham” itu sendiri.

Idgham secara bahasa berarti “idkhal” (الإدخال) yang berarti memasukkan, atau dalam pengertian lain yaitu memasukkan sesuatu kepada sesuatu. Sedangan pengertian idgham secara istilah disebutkan dalam kitab Ghayatul Murid fi Ilmi at-Tajwid bahwa Ibnu Al-Jazariy mendefinisikan idgham sebagai berikut :

النطق بالحرفين حرفًا كالثاني مشددًا

Mengucapkan dua huruf menjadi satu huruf seperti huruf kedua yang bertasydid

Pada pembahasan kali ini kita akan membahas tiga jenis idgham, yaitu Idgham Mutamatsilain, Mutajanisain, dan Mutaqaribain. Di dalam ilmu tajwid, ketiga jenis idgham tersebut masing-masing terdiri dari tiga macam, yaitu idgham shagir, idgham kabir, dan idgham mutlaq.

Namun yang kita bahas dari pada pelajaran tajwid kali ini adalah idgham shagir dari masing-masing ketiga idgham tersebut. Mari kita bahas satu-persatu :

1. Idgham Mutamatsilain (إِدْغَامُ الْمُتَمَاثِلَيْنِ)

Pengertian Idgham Mutamatsilain

Pertama, mari kita jelaskan pengertian Idgham Mutamatsilain baik secara bahasa maupun secara istilah.

Idgham Mutamatsilain secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu “Idgham” dan “Mutamatsilain”.

  • Idgham berarti memasukkan
  • Mutamatsilain berarti dua huruf yang sama

Sedangkan pengertian Idgham Mutamatsilain secara istilah adalah ”Memasukkan atau melebur dua huruf yang sama pada makhraj dan sifat.” Dalam kitab Ghayatul Murid fi Ilmi at-Tajwid disebutkan :

المتماثلان هما الحرفان اللذان اتفقا اسمًا ومخرجًا وصفة

Idgham Mutamatsilain adalah dua huruf yang sama pada nama, makhraj, dan sifatnya.

Cara Membaca Idgham Mutamatsilain

Idgham Mutamatsilain terjadi apabila bertemunya dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya, yang mana huruf yang pertama adalah sukun dan huruf yang kedua berharakat (disebut juga dengan istilah idgham mutamatsilain shagir.)

Lalu, cara mengucapkannya adalah dengan memasukkan huruf pertama pada huruf yang kedua sehingga menjadi satu huruf yang bertasydid.

Apabila kedua huruf tersebut memiliki sifat ghunnah seperti huruf mim dengan mim, dan nun dengan nun, maka wajib dibaca ghunnah atau mendengung selama dua harakat.

Sedangkan apabila kedua huruf tersebut memiliki sifat qalqalah maka bunyinya tidak boleh dipantulkan.

Contoh Idgham Mutamatsilain

Contoh idgham mutamatsilain dalam Al-Quran sangatlah banyak. Berikut ini beberapa contoh Idgham Mutamatsilain di juz 30 :

Cara Baca Rasm Tertulis Huruf
فَقُلْ هَلَّكَ اِلٰٓى اَنْ تَزَكّٰى فَقُلْ هَلْ لَّكَ اِلٰٓى اَنْ تَزَكّٰى لْ + ل
كَلَّا بَلَّا تُكْرِمُوْنَ الْيَتِيْمَ كَلَّا بَلْ لَّا تُكْرِمُوْنَ الْيَتِيْمَ لْ + ل
اَلَمْ نَجْعَلَّهٗ عَيْنَيْنِ اَلَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ عَيْنَيْنِ لْ + ل
وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ وْ + و

Adapun contoh idgham mutamatsilain dalam Al-Quran selain di juz 30 juga sangatlah banyak, berikut ini contoh-contohnya :

Cara Baca Rasm Tertulis Huruf
فَمَا رَبِحَتِّجَارَتُهُمْ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ تْ + ت
وَقَدَّخَلُوْا بِالْكُفْرِ وَقَدْ دَّخَلُوْا بِالْكُفْرِ دْ + د
اِذَّهَبَ مُغَاضِبًا اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا ذْ + ذ
يُدْرِكُّمُ الْمَوْتُ يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ كْ + ك
قَدْ جَاۤءَتْكُمَّوْعِظَةٌ قَدْ جَاۤءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مْ + م
لَنَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ لَنْ نَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ نْ + ن

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian dari Idgham Mumatamsilain dalam Al-Quran. Tentunya masih banyak lagi contoh Idgham Mutamatsilain di dalam Al-Quran.

Pada intinya Idgham Mutamatsilain terjadi apabila ada dua huruf yang sama saling bertemu yang mana huruf pertamanya adalah sukun sedangkan huruf ke duanya berharakat lalu kedua huruf tersebut lebur menjadi satu dan dibaca dengan bertasydid.

Pengecualian Pada Idgham Mutamatsilain

Idgham Mutamatsilain tidak terjadi apabila dalam dua hal :

Pertama, huruf wawu sukun bertemu dengan wawu berharakat yang sebelumnya didahului dengan huruf berharakat dhammah.

Kedua, huruf ya’ sukun bertemu dengan ya’ berharakat yang sebelumnya didahului dengan huruf berharakat kasrah.

Contoh :

ـِ + يْ + ي ـُ + وْ + و
الَّذِيْ يُوَسْوِسُ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهٗ اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا

2. Idgham Mutajanisain (إِدْغَامُ الْمُتَجَانِسَيْنِ)

Pengertian Idgham Mutajanisain

Apa pengertian Idgham Mutajanisain secara bahasa maupun istilah?

Idgham Mutajanisan secara bahasa terdiri dari dua kata yaitu “idgham” dan “mutajanisain”.

Adapun idgham berarti memasukkan, sedangkan mutajanisain berarti dua huruf yang sejenis.

Sedangkan pengertian Idgham Mutajanisain secara istilah adalah “Memasukkan atau melebur dua huruf yang sama pada makhraj dan berbeda pada sifatnya.” Di dalam kitab Ghayatul Murid fi Ilmit-Tajwid di sebutkan :

هما الحرفان اللذان اتفقا مخرجًا واختلفا صفة

Yaitu dua huruf yang sama pada makhrajnya dan berbeda sifatnya.

Cara Membaca Idgham Mutajanisain

Idgham Mutajanisain terjadi apabila bertemunya dua huruf yang sama pada makhrajnya akan tetapi berbeda sifatnya, huruf yang pertama sukun sedangkan yang kedua adalah berharakat.

Apabila terjadi hal demikian maka cara mengucapkannya adalah dengan memasukkan huruf pertama pada huruf kedua menjadi satu huruf yang bertasydid.

Contoh Idgham Mutajanisain

Berikut ini contoh-contoh Idgham Mutajanisain di dalam Al-Quran :

Cara Baca Rasm Tertulis Huruf
وَدَّطَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَدَّتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ تْ + ط
لَىِٕنْۢ بَسَطْتَّ اِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِيْ لَىِٕنْۢ بَسَطْتَّ اِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِيْ طْ + ت
فَلَمَّآ اَثْقَلَدَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا فَلَمَّآ اَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا تْ + د
قَتَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ دْ + ت
وَلَوْ اَنَّهُمْ اِظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ وَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذْ + ظ

Adapun contoh Idghom Mutajanisain di atas merupakan contoh Idghom Mutajanisain yang wajib dibaca idghom.

Nah, selain Idghom Mutajanisain Wajib ternyata ada juga Idghom Mutajanisain Jaiz. Yaitu Idghom Mutajanisain tersebut boleh dibaca idghom, boleh juga dibaca idzhar. Berikut ini dua tempat yang merupakan Idghom Mutajanisain Jaiz :

Cara Baca Rasm Tertulis Huruf
يَلْهَذّٰلِكَ يَلْهَثْ ذٰلِكَ ثْ + ذ
يّٰبُنَيَّ ارْكَمَّعَنَا يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا بْ + م

3. Idgham Mutaqaribain (إِدْغَامُ الْمُتَقَارِبَيْنِ)

Pengertian Idgham Mutaqaribain

Pengertian Idgham Mutaqaribain secara bahasa berasal dari dua kata yaitu “Idgham” yang berarti memasukkan, dan “Mutaqaribain” yang berarti dua huruf yang berdekatan.

Sedangkan pengertian idgham mutaqaribain secara istilah adalah “Memasukkan dua huruf yang berdekatan pada makhraj dan sifatnya.” Disebutkan di dalam kitab Ghayatul Murid fi Ilmit-Tajwid :

هما الحرفان اللذان تقاربا مخرجًا وصفة

Yaitu dua huruf yang berdekatan makhraj dan sifatnya.

Cara Membaca Idgham Mutaqaribain

Idgham Mutaqaribain terjadi apabila ada dua huruf yang berdekatan makhrajnya dan berlainan pada sifat, huruf yang pertama sukun dan yang kedua berharakat.

Maka cara membacanya adalah dengan memasukkan huruf yang pertama pada huruf yang kedua sehingga huruf yang pertama menjadi tidak terbaca dan huruf yang kedua dibaca tasydid.

Apabila idgham mutaqaribain terjadi pada huruf qalqalah maka qalqalahnya tidak dibaca.

Apabila huruf pertama memiliki sifat yang lebih kuat dari pada huruf yang kedua maka bisa dibaca dengan dua cara, yaitu :

  • Idgham Kamil (cara membaca ini lebih utama)
  • Idgham Naqis

Contoh Idgham Mutaqaribain

Cara Baca Rasm Tertulis Huruf
وَقُرَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا لْ + ر
اَلَمْ نَخْلُكُّمْ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍ اَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍ قْ + ك

Perhatian!

Semua penjelasan di atas adalah teori ilmu tajwid atau kaidah-kaidah tajwid yang harus talaqqi langsung dengan seorang ustadz/guru untuk mengetahui praktek yang benar dalam membacanya.

Oleh karena itu, cara belajar tajwid yang terbaik adalah dengan bertalaqqi langsung dihadapan seorang ustadz/guru yang menguasai ilmu tajwid baik itu teori maupun praktek.

Demikianlah penjelasan tentang idgham mutamatsilain mutajanisain dan mutaqaribain yang dapat disampaikan. Semoga ilmu tentang tajwid ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amiin.

Refrensi :

  • Ghayatul Murid fi Ilmit-Tajwid oleh Athiyyah Qabil Nasir
  • https://www.surahquran.com/Tajweed/

Related Posts :

Ceramah Tentang Niat Karena Allah

Ceramah Tentang Niat Karena Allah

Bismillah, Alhamdulillah, wash-sholaatu was-salaamu ala Rasulillah, wa ba’du. Diantara salah satu tema ceramah yang populer adalah ceramah tentang niat karena Allah.

Pada artikel kali ini penulis akan menyajikan salah satu contoh ceramah singkat tentang niat karena Allah yang sangat cocok dibawakan pada acara-acara formal, semi-formal, maupun non-formal.

Berikut ini adalah naskah contoh ceramah tentang niat karena Allah mulai dari salam, muqoddimah, shalawat, pembukaan, isi ceramah tentang niat kerena Allah, kesimpulan, hingga penutup :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu ala asyrafil-anbiyaa-i wal-mursaliin, sayyidinaa wa nabiyyinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin. Wa ba’du.

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah subhanahu wata'ala yang mana Allah telah memberikan kepada kita kenikmatan berupa sehat dan sempat sehingga kita bisa berkumpul di majelis yang semoga dimuliakan oleh Allah ini.

Yang kedua, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada uswah kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, pada kesempatan kali ini, perkenankanlah saya selaku penceramah untuk membawakan ceramah tentang niat karena Allah.

Sebelum kita memasuki ceramah tentang niat karena Allah, ada baiknya penceramah wasiatkan kepada diri penceramah sendiri dan kepada hadirin yang hadir pada pertemuan kali ini untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala. Di dalam Al-Quran Allah 'azza wajalla berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.


[QS. Ali Imran ayat 102]

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, sebenarnya apakah definisi dari niat itu sendiri?

Niat itu secara bahasa berarti menyengaja atau bermaksud. Jadi apabila ada seseorang mengerjakan suatu perbuatan dengan maksud tertentu, maka maksud yang terbetik di dalam hati itulah yang disebut dengan niat.

Niat itu terletak di dalam hati. Maka meskipun kita sudah melafalkan ucapan niat tetapi apa yang kita ucapkan bersebrangan dengan maksud yang terbetik di dalam hati maka yang menjadi tolak ukurnya adalah maksud atau niat yang ada di dalam hati, bukan niat yang diucapkan.

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, mengapa niat itu begitu penting dalam mengerjakan suatu perbuatan? Di dalam hadits, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.


[HR. Bukhari Muslim]

Pada hadits yang barusan penceramah sebutkan, ternyata niat itu memiliki hubungan yang erat dengan perbuatan. Maksudnya adalah setiap niat itu memiliki fungsi atau pengaruh terhadap perbuatan yang kita kerjakan.

Sebagai contoh, kita melakukan shalat dengan niat agar dilihat oleh orang lain. Maka shalat yang barusan kita kerjakan, meskipun shalat itu adalah hal yang baik, namun Allah subhanahu wata'ala tidak menerima shalat kita.

Mengapa demikian? Karena shalat yang kita kerjakan tidak niat karena Allah, dan Allah tidak akan menerima amal atau perbuatan yang dilakukan dengan niat bukan karena Allah.

Selain itu, apa yang kita peroleh dari perbuatan atau amalan yang kita lakukan juga tergantung dari niatnya. Misalkan ketika kita melakukan rutinitas sederhana seperti makan dan minum, namun apabila kita niatkan karena Allah maka kita akan memperoleh pahala dari rutinitas yang kita kerjakan.

Sebaliknya apabila kita makan dan minum hanya untuk mendapatkan kenyang dan menghilangkan dahaga maka hanya akan mendapatkan rasa kenyang dan hilang dahaga.

Maka dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya aktivitas apapun yang kita lakukan baik itu aktivitas ibadah ataupun aktivitas rutin yang bukan ibadah akan berbuah pahala apabila kita niatkan karena Allah.

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, sebagaimana yang telah penceramah sampaikan pada awal ceramah, bahwa penceramah akan membawakan ceramah tentang niat karena Allah.

Setelah kita mengetahui tentang eratnya kaitan antara niat dan perbuatan dan pentingnya berniat dalam melakukan suatu perbuatan, maka pada kali ini akan kita bahas apa yang dimaksud niat karena Allah?

Istilah lain dari niat karena Allah adalah ikhlas. Definisi dari ikhlas itu sendiri adalah memurnikan tujuan, maksud, dan niat kita dalam beribadah hanya untuk Allah. Artinya murni disini adalah niat dan tujuan kita tidak tercampur dengan tujuan kepada selain Allah.

Sebagai contoh, kita membaca Al-Quran dengan tujuan mendapatkan ridho dari Allah dan juga ridho manusia. Maka hal tersebut belum dikatakan ikhlas niat karena Allah. Mengapa? Karena meskipun dia mengharapkan ridho dari Allah tetapi masih tercampur dengan harapan ridho dari manusia.

Lalu seperti apakah yang dimaksud dengan ikhlas niat karena Allah?

Tentu yang dimaksud dengan ikhlas niat karena Allah adalah kita mengerjakan ibadah semata-mata hanya mengharapkan ridho dari Allah tanpa mengharpkan apapun dari makhluk.

Jadi, apabila kita melakukan ibadah semisal shalat ataupun yang lainnya maka niat dan tujuan kita adalah ridho dari Allah semata.

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, pada ceramah tentang niat karena Allah ini, penceramah ingin menyampaikan bahwa niat karena Allah bukanlah perkara yang dikerjakan tanpa alasan.

Di dalam Al-Quran, Allah subhanahu wata’ala tidaklah memerintahkan kita kecuali untuk ikhlas niat karena Allah di dalam menjalankan ibadah. Allah ta’ala berfirman :

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).


[QS. Al-Bayyinah ayat 5]

Dari ayat ini dapat kita petik suatu pelajaran bahwa wajib hukumnya bagi kita untuk meniatkan segala ibadah kita hanya karena Allah semata.

Ada alasan logis mengapa Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepada kita untuk senantiasa niat karena Allah.

Pertama, yang menciptakan kita semua adalah Allah subhanahu wata'ala. Maka sungguh tidak layak apabila ibadah yang kita lakukan kita tujukan kepada selain Allah.

Bagaimana mungkin makhluk yang hanyalah ciptaan dijadikan tujuan di dalam ibadah? Sementara dia juga hanyalah ciptaan Allah. Maka yang layak menjadi tujuan kita di dalam beribadah hanyalah Allah semata.

Yang kedua, yang memberikan nikmat kepada kita semua adalah Allah subhanahu wata'ala. Logikanya orang yang diberikan nikmat seharusnya bersyukur kepada yang memberikan nikmat, dan ibadah itu adalah dalam rangka bersyukur kepada Allah sang Maha pemberi nikmat.

Oleh karena itu jika ibadah yang kita lakukan bukan niat karena Allah artinya kita telah salah tujuan dalam mensyukuri nikmat yang telah diberikan.

Yang ketiga, karena hanya Allah lah yang menciptakan segalanya, dan hanya Allah lah yang merajai di hari kiamat, maka hanya Allah pula yang mampu membalas ibadah kita di akhirat.

Maka sungguh rugi bila ibadah yang kita lakukan tidak dilakukan dengan niat karena Allah. Karena jika ibadah yang kita lakukan itu tujuannya adalah balasan dari makhluk maka mereka juga tidak bisa memberikan balasan apapun di akhirat kelak.

Tentunya masih banyak lagi alasan mengapa kita harus niat karena Allah dalam melaksanakan ibadah.

Hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, selain ceramah tentang niat karena Allah yang barusan penceramah sampaikan, maka sebagai penutup penceramah sedikit sisipkan kebalikan dari niat karena Allah, yaitu niat karena selain Allah.

Apabila niat karena Allah disebut dengan ikhlas, maka niat karena selain Allah itu disebut dengan riya’ dan sum’ah. Riya’ adalah ketika kita melakukan suatu perbuatan ibadah namun dalam rangka agar dilihat oleh orang lain. Sedangkan sum’ah adalah ketika kita melakukan ibadah namun tujuannya adalah agar didengar oleh orang lain.

Allah sangat benci dengan orang yang riya’ atau sum’ah dalam ibadah. Sampai-sampai disebutkan di dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang celaka adalah orang yang riya’ dalam ibadahnya. Allah ta’ala berfirman :

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ ٤ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ ٥ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ ٦ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ

Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberi) bantuan.


[QS. Al-Ma’un ayat 4-7]

Demikianlah hadirin, ceramah tentang niat karena Allah yang bisa penceramah sampaikan, semoga ceramah singkat tentang niat ini dapat membuat kita ingat kembali betapa pentingnya menghadirkan niat karena Allah di dalam setiap amal perbuatan kita.

Kurang lebihnya penceramah mohon maaf, atas perhatiannya penceramah ucapkan terimakasih. Akhirul kalam . . .

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Related Posts :