MENU

Adab Makan dan Minum Rasulullah

Adab Makan dan Minum Rasulullah dalam Agama Islam
Adab Makan dan Minum Rasulullah

Tahukah Anda? Masih banyak diantara kaum muslimin yang kurang memperhatikan adab makan dan minum dalam Islam yang Rasulullah ajarkan. Buktinya masih banyak hal-hal yang kurang pantas dilakukan oleh kaum muslimin saat makan dan minum, entah itu karena tidak tahu, ataupun karena memang sengaja menyepelekannya.

Khutbah Jumat Tentang Bersyukur Atas Nikmat Allah

Khutbah Jumat Tentang Bersyukur Atas Nikmat Allah

Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam semesta, semoga sholawat dan salam senantiasa tetap atas Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Pada postingan kali ini saya akan membagikan salah satu contoh teks khutbah jumat yang saya sampaikan ketika menjadi khotib di salah satu masjid.

Teks khutbah jumat ini saya susun lengkap mulai dari muqoddimah atau pembukaan, pembacaan dua kalimat syahadat, pembacaan sholawat, wasiat takwa, isi khutbah, hingga doa penutup.

Tema khutbah yang akan saya bagikan kali ini adalah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala yang telah diberikan kepada kita semua. Tema ini merupakan tema yang cukup umum namun sangat bagus untuk disampaikan.

Teks khutbah jumat tentang bersyukur yang akan saya bagikan juga dilengkapi dengan dalil-dalil baik dari Al-Quran maupun Al-Hadits. Sehingga khutbah yang disampaikan akan lebih berbobot dan ilmiah.

Berikut ini naskah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah secara lengkap :

Khutbah Jumat Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan banyak nikmat-Nya kepada kita semua. Sebab nikmatnya kita bisa berkumpul kembali pada majelis ibadah jumat pada siang hari ini.

Yang kedua, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang mengikuti sunnahnya dengan baik hingga hari kiamat.

Adapun selanjutnya, saya wasiatkan untuk diri saya sendiri dan untuk seluruh kaum muslimin yang hadir pada sidang jumat di siang hari ini, agar bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala dengan sebenar-benarnya takwa.

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.


[QS. Ali Imron ayat 102]

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Tema khutbah jumat yang akan khotib bawakan pada siang hari ini adalah khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala. Sebuah tema khutbah yang cukup mainstream buat kita semua.

Sangking seringnya tema ini disampaikan, sampai-sampai kita bosan dan lebih memilih tidur dibandingkan mendengarnya. Padahal, apabila kita mau mengoreksi diri kita, sesungguhnya sangat sedikit sekali diantara kita yang mengamalkan syukur.

Oleh karena itu saya berharap kepada Allah subhanahu wata'ala, semoga dengan seringnya disampaikan khutbah jumat tentang bersyukur, Allah memberikan hidayahnya kepada kita semua untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Allah subhanahu wata'ala telah menciptakan kita dengan rupa dan bentuk yang terbaik.

Allah subhanahu wata'ala juga telah merawat kita sejak kita lahir hingga hari ini.

Dia memberikan makanan dan minuman kepada kita, memberikan pakaian dan tempat tinggal kepada kita, memberikan keluarga dan lingkungan yang baik kepada kita, memberikan kesehatan dan waktu luang kepada kita, memberikan harta dan jabatan kepada kita, dan masih banyak pemberian Allah yang lainnya.

Seandainya kita hitung berapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita maka sesungguhnya kita tidak akan pernah mampu menghitungnya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ

Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur.


[QS. Ibrahim ayat 34]

Akan tetapi sangat disayangkan, meskipun nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya sangatlah banyak, namun sangat sedikit di antara hamba-Nya yang mau bersyukur kepada-Nya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang banyak bersyukur.


[QS. Saba’ ayat 13]

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Pada dasarnya manusia itu memang memiliki sifat yang tidak pernah puas. Ketika Allah berikan nikmat maka ia akan terus meminta tambahan lagi dan lagi.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ ‌وَادِيًا ‌مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya manusia itu mempunyai satu lembah emas maka ia akan menginginkan dua lembah lagi. Dan itu tidak akan pernah membuat dia puas kecuali kematian, dan Allah menerima taubah orang yang bertaubat.


[HR. Bukhari]

Tatkala rasa tidak puas ini ada di dalam hati kita, maka selamanya kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan.

Ketahuilah! Tidak ada obat lain dari rasa tidak puas itu kecuali bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Bersyukur itu hukumnya adalah wajib. Allah subhanahu wata'ala berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 152 :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ

Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.

Dalam ayat yang lain, bahkan bersyukur itu adalah syaratnya ibadah. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya menyembah kepada-Nya.


[QS. Al-Baqarah ayat 172]

Bersyukur itu adalah pekerjaan hati yang dibuktikan dengan lisan dan perbuatan. Hati yang bersyukur adalah hati yang sadar dan ingat dengan nikmat dari Allah subhanahu wata'ala.

Bila hati kita ingat dan menyadari serta merasa gembira dan senang terhadap nikmat yang Allah berikan maka lisan kita dan anggota badan kita juga akan tergerak untuk merealisasikan kesyukuran dengan beribadah hanya kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Bukti bahwa kita bersyukur kepada Allah adalah ibadah. Apabila ibadah yang kita lakukan belum maksimal itu pertanda bahwa kita sesungguhnya belum bersyukur atas nikmat Allah.

Di dalam Al-Quran, Allah subhanahu wata'ala mengingatkan kepada manusia tentang nikmat-nikmat yang telah Ia berikan kepadanya. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡۚ هَلۡ مِنۡ خَٰلِقٍ غَيۡرُ ٱللَّهِ يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ فَأَنَّىٰ تُؤۡفَكُونَ

Wahai manusia, ingatlah nikmat Allah kepadamu! Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu, bagaimana kamu dapat dipalingkan (dari ketauhidan)?


[QS. Fathir ayat 3]

Ayat tersebut sesungguhnya memberikan pelajaran kepada kita bahwa penyebab seseorang berpaling dari tauhid dan ibadah adalah karena ia lupa nikmat-nikmat yang Allah berikan. Akibatnya dia tidak mau bersyukur dan beribadah kepada-Nya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam adalah seorang yang terbaik dalam merealisasikan kesyukurannya kepada Allah. Bagaimana tidak? Beliau bahkan pernah melaksanakan sholat malam hingga kakinya membengkak. Ketika beliau ditanya mengapa beliau melakukan hal itu, maka jawaban beliau sungguh mengejutkan! Beliau mengatakan :

أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

Apakah tidak boleh aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?

Masya Allah! Padahal kita tahu bahwa dosa-dosa beliau sudah diampuni oleh Allah. Namun, beliau tetap merealisasikan syukurnya itu dengan melaksanakan sholat malam hingga kakinya membengkak.

Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah kita bersyukur sebagaimana Rasulullah bersyukur?

Sudahkah kita melaksanakan ibadah kita dengan maksimal dalam rangka bersyukur atas nikmat Allah?

Ataukah jangan-jangan ibadah yang selama ini kita lakukan adalah karena keterpaksaan? Na’udzubillahi min dzaalik.

Maka tak heran jika kita begitu berat menjalankan ibadah karena kita melakukannya atas dasar keterpaksaan. Sesungguhnya apabila ibadah itu dilakukan karena bersyukur atas nikmat Allah maka kita pasti akan ringan dalam melaksanakannya.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…

Marilah kita bersyukur atas nikmat Allah yang Ia berikan kepada kita semua!

Mari kita syukuri dari hal-hal yang terkecil. Sesungguhnya tidaklah kita bisa mensyukuri nikmat yang besar melainkan dengan mensyukuri hal-hal kecil. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَشْكُر الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُر الْكَثِيْرَ

Barang siapa yang belum mensyukuri nikmat yang sedikit, maka belum mensyukuri nikmat yang banyak.


[Shahih Targhib]

Ingatlah bahwa hanya dengan bersyukur nikmat kita akan ditambah. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”


[QS. Ibrahim ayat 7]

Demikianlah khutbah singkat ini saya sampaikan,..

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ


Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ، وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآ، أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ

رَبَّنَا ‌هَبۡ ‌لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَّنَآ ءَاتِنَا ‌فِي ‌ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Demikianlah contoh teks khutbah jumat tentang bersyukur atas nikmat Allah subhanahu wata'ala. Semoga bermanfaat. Amiin.

Kisah Nabi Adam Lengkap dari Lahir Sampai Wafat

Kisah Nabi Adam Lengkap

Bismillah, Alhamdulillah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Nabi Adam alaihissalam merupakan manusia pertama yang menjadi bapaknya umat manusia. Ia merupakan makhluk sempurna yang dicitpakan oleh Allah subhanahu wata'ala dari tanah dengan tangan-Nya.

Di dalam Al-Quran banyak sekali kisah yang menceritakan tentang kisah Nabi Adam alaihissalam. Namun, banyaknya ayat-ayat tentang kisah Nabi Adam yang diulang-ulang membuat kita yang awam menjadi kesulitan dalam memahaminya.

Oleh karena itu, pada postingan kali ini kita akan membahas bagaimana kisah Nabi Adam lengkap dari lahir sampai wafat menurut Islam disertai dalil-dalilnya dalam Al-Quran maupun Al-Hadits.

Kisah Nabi Adam Sebelum Diciptakan

Sebelum Nabi Adam alaihissalam diciptakan, Allah subhanahu wata'ala mengabarkan kepada para malaikat bahwa Ia akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah subhanahu wata'ala berfirman kepada para malaikat :

اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً

“Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”

Saat malaikat mendengar kabar tersebut, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwasanya makhluk yang tinggal di bumi sebelum diciptakan manusia ini selalu berbuat kerusakan dan menumpahkan darah.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa : Seribu tahun sebelum Adam diciptakan, bangsa jin (yang saat itu tinggal di bumi) telah melakukan pertumpahan darah. Lalu, Allah kirimkan sekelompok pasukan dari golongan Malaikat kepada mereka. Para malaikat tersebut mengusir mereka sampai pada pulau-pulau yang dikelilingi oleh lautan.

Oleh karena kejadian itu, mereka ingin mengetahui apa hikmat dibalik penciptaan khalifah ini. Para Malaikat pun bertanya kepada Allah subhanahu wata'ala :

اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ

“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”

Maka Allah subhanahu wata'ala menjawab :

اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Dari jawaban Allah subhanahu wata'ala yang diutarakan kepada para malaikat ini menggambarkan bahwa Allah lebih tahu kemaslahatan dari diciptakannya Nabi Adam. Karena dari keturunan Nabi Adam akan lahir seorang yang menjadi para Nabi dan Rasul, para shiddiq dan juga orang-orang sholeh.

Download Kisah Nabi Adam Versi PDF

Kisah Nabi Adam Diciptakan oleh Allah

Nabi Adam alaihissalam diciptakan oleh Allah subhanahu wata'ala secara sempurna dan lengkap. Ia diciptakan dari tanah liat dengan tangan-Nya, sebagaimana yang disebutkan dalam surat Shad ayat 71 dan 75.

Setelah Allah sempurnakan bentuknya maka Allah meniupkan ruh ciptaan-Nya kepada Nabi Adam alaihissalam.

Disebutkan di dalam Al-Quran :

اِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ خَالِقٌۢ بَشَرًا مِّنْ طِيْنٍ فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan)-nya dan meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, tunduklah kamu kepadanya dalam keadaan bersujud.”


[QS. Shaad ayat 71-72]

Saat Allah menciptakan Nabi Adam, Allah telah menjadikan Nabi Adam sebagai orang yang sudah berakal dan mampu berbicara, sehingga Nabi Adam mampu memahami perkataan dan mampu menjawab perkataan tersebut dengan benar.

Dikisahkan di dalam hadits At-Tirmidzi bahwa ketika ditiupkan ruh kepada Adam maka Adam pun bersin dan berkata : “Alhamdulillah.”

Maka Allah subhanahu wata'ala berfirman : “Semoga Allah merahmatimu, wahai Adam. Pergilah kepada para Malaikat itu, dan katakanlah kepada mereka yang sedang duduk : Assalamu’alaikum.”

Maka Adam pun menuju para malaikat itu dan berkata : “Assalamu’alaikum.”

Para Malaikat menjawab dengan jawaban yang lebih lengkap : “Wa’alaikassalam warahmatullah.”

Kemudian Nabi Adam kembali kepada Tuhannya. Lalu Tuhannya berkata : “Ini adalah salam penghormatanmu dan keturunanmu.”

Lalu Allah berfirman kepada Adam, sementara kedua tangan-Nya mengepal : “Pilihlah salah satu dari keduanya yang kamu kehendaki.

Adam menjawab : “Aku memilih tangan kanan Tuhanku dan kedua tangan Tuhanku adalah kanan yang diberkahi.”

Kemudian Allah membukanya dan ternyata di dalamnya terdapat Adam dan keturunannya.

Adam bertanya : “Wahai Tuhanku, siapakah mereka?”

Allah menjawab : “Mereka adalah anak keturunanmu.”

Ternyata umur semua manusia telah tertulis di antara kedua matanya. Seketika itu diantara mereka ada seorang lelaki yang cahayanya paling cerah di antara yang lain.

Maka Adam pun bertanya : “Wahai Tuhanku, siapa ini?”

Allah menjawab : “Ini adalah anakmu Dawud, dan aku telah menulis untuknya umur empat puluh tahun.”

Nabi Adam berkata : “Ya Allah tambakan umurnya!”

Allah berfirman : “Itu telah aku tuliskan untuknya.”

Nabi Adam berkata : “Wahai Tuhanku, kalau begitu aku berikan enam puluh tahun umurku untuknya.”

Allah berfirman : “Itu adalah hakmu.”

Kemudian Allah tempatkan Nabi Adam sesuai kehendak-Nya, lalu ia diturunkan dari surga, lalu Nabi Adam menghitung sendiri umurnya.

Lalu ketika malaikat maut datang maka ia berkata Adam berkata padanya : “Kamu terburu-buru, aku telah diberi umur seribu tahun.”

Malaikat menjawab : “Tidak, tetapi kamu telah memberikan enam puluh tahun umurmu kepada anakmu Dawud.”

Lalu Nabi Adam mengingkari hal tersebut, maka anak cucunya pun juga terwarisi sifat mengingkari. Adam lupa dengan hal tersebut maka anak cucunya pun juga terwarisi sifat lupa.

Sejak saat itulah diperintahkan untuk menulis dan mengadakan persaksian.

Dikisahkan pula di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi bahwa ketika Allah subhanahu wata'ala menciptakan Nabi Adam maka diusaplah punggung Nabi Adam alaihissalam.

Dari punggung itu kemudian berjatuhanlah seluruh jiwa yang akan menjadi keturunannya kelak hingga hari kiamat. Lalu Allah menjadikan kilauan cahaya di antara kedua mata masing-masing dari mereka.

Setelah itu mereka pun dihadapkan kepada Nabi Adam dan Nabi Adam pun berkata : “Wahai Tuhanku siapakah mereka itu?”

Allah subhanahu wata'ala berkata kepada Nabi Adam : “Mereka adalah keturunanmu”

Lalu Nabi Adam melihat seorang lelaki dari mereka maka Nabi Adam terkagum dengan kilauan cahaya yang memancar di antara kedua matanya. Nabi Adam bertanya : “Wahai Tuhanku, siapakah ini?”

Maka Allah subhanahu wata'ala menjawab : “Ini adalah seorang lelaki dari kalangan umat terakhir dari keturunanmu yang bernama Dawud.”

Nabi Adam bertanya : “Wahai Tuhanku berapa umur yang Engkau berikan padanya?”

Allah subhanahu wata'ala menjawab : “Empat puluh tahun”

Nabi Adam berkata : “Wahai Tuhanku, tambahkan untuknya empat puluh tahun dari umurku.”

Tatkala Nabi Adam telah habis umurnya, maka ia didatangi oleh Malaikat maut. Nabi Adam pun berkata : “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Malaikat menjawab : “Bukankah engkau telah memberikannya kepada anakmu Dawud?”

Nabi Adam pun mengingkari (hal tersebut), maka keturunannya pun juga punya sifat mengingkari, Adam lupa (dengan kejadian saat ia memberi umur kepada Dawud) maka keturunannya pun juga punya sifat lupa, Adam berbuat salah, maka anak turunnya pun juga berbuat salah.

Kisah Nabi Adam dan Para Malaikat

Setelah Allah subhanahu wata'ala menciptakan Nabi Adam secara sempurna maka Allah subhanahu wata'ala mengajarkan kepada Nabi Adam semua nama benda. Dikisahkan di dalam Al-Quran :

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا

Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya

Menurut Ibnu Abbas nama-nama yang Allah ajarkan kepada Nabi Adam adalah semua nama-nama zat beserta gerakannya baik yang kecil maupun yang besar. Semua nama-nama ini Allah ajarkan kepada Nabi Adam sebagai bekal untuk menjadi khalifah di bumi.

Setelah Adam menguasai semua nama-nama yang Allah ajarkan, selanjutnya Allah hendak memperlihatkan kemampuan Nabi Adam kepada para Malaikat sebagai salah satu jawaban atas pertanyaan mereka sebelumnya.

Maka Allah subhanahu wata'ala menunjukkan Adam di hadapan para malaikat dan berfirman kepada mereka :

اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

“Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!”

Maka para Malaikat menjawab :

سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

“Mahasuci Engkau. Tidak ada pengetahuan bagi kami, selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Menurut Hasan Al-Bashri ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam, para Malaikat menyangka bahwa Allah tidak akan menciptakan makhluk melainkan para Malaikat lebih mengetahui dari pada makhluk tersebut.

Ternyata ketika Malaikat itu diuji untuk menyebutkan nama-nama benda yang Allah tunjukkan kepada mereka, mereka tidak mampu melakukannya karena Allah tidak pernah mengajarkan nama-nama itu kepada mereka.

Lalu, Allah pun berfirman kepada Nabi Adam :

يٰٓاٰدَمُ اَنْۢبِئْهُمْ بِاَسْمَاۤىِٕهِمْ

“Wahai Adam, beri tahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu!”

Nabi Adam pun mulai menyebutkan nama-nama benda itu satu persatu sesuai dengan apa yang Allah ajarkan kepadanya.

Ketika Nabi Adam menyebutkan nama-nama benda tersebut, maka Allah berfirman kepada para Malaikat :

اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ غَيْبَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۙ وَاَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ

“Bukankah telah Kukatakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang selalu kamu sembunyikan?”

Perintah Allah untuk Sujud Kepada Adam

Allah subhanahu wata'ala memberikan banyak kemuliaan kepada Nabi Adam alaihissalam. Ia diciptakan dengan tangan-Nya, ditiupkan ruh ciptaan-Nya kepadanya, dan juga diajarkan oleh Allah tentang segala sesuatu.

Kemuliaan berikutnya yang Allah berikan kepada Nabi Adam adalah diperintahkannya para Malaikat untuk memberikan sujud penghormatan kepada Nabi Adam. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ

“Bersujudlah kamu kepada Adam”


[QS. Al-A’raf ayat 11]

Saat Allah perintahkan kepada para Malaikat untuk sujud kepada Adam mereka semua pun sujud. Namun, ada satu diantara mereka yang tidak mau sujud kepada Nabi Adam karena sombong, yaitu Iblis.

Iblis adalah makhluk dari bangsa jin yang diciptakan dari api, sedangkan malaikat Allah ciptakan dari cahaya. Walaupun si Iblis ini bukan dari golongan Malaikat namun ia tetap harus mematuhi perintah Allah, karena ia juga tinggal bersama para malaikat.

Melihat Iblis tidak mau bersujud kepada Nabi Adam, Allah subhanahu wata'ala pun bertanya kepada Iblis :

مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ

“Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?”

Maka Iblis pun menjawab :

اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Terlihat dari jawaban yang dikemukakan oleh Iblis kita bisa mengetahui bahwa Iblis telah melakukan sebuah analogi. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan : “Iblis telah menganalogikan sesuatu. Dan dialah yang pertama kali melakukan analogi.”

Namun, analogi Iblis ini bukanlah analogi yang benar. Ia menganggap bahwa sesuatu yang tercipta dari tanah lebih hina dibandingkan sesuatu yang tercipta dari api.

Padahal apabila kita bandingkan sesungguhnya tanah itu lebih baik dan lebih bermanfaat dari pada api. Tanah mengandung kelembutan, kelenturan, ketenangan, dan perkembangan. Sementara api mengandung unsur kekasaran, kecepatan, dan membakar.

Selain itu, Nabi Adam juga telah dimuliakan oleh Allah. Oleh karena itulah Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam alaihissalam.

Akhirnya, Allah subhanahu wata'ala mengusir Iblis dari surga dan melaknatnya hingga hari kiamat. Allah subhanahu wata'ala berkata kepada Iblis :

فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُوْنُ لَكَ اَنْ تَتَكَبَّرَ فِيْهَا فَاخْرُجْ اِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِيْنَ

“Turunlah kamu darinya (surga) karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.”


[QS. Al-A’raf ayat 13]

Dalam ayat yang lain juga disebutkan :

فَاخْرُجْ مِنْهَا فَاِنَّكَ رَجِيْمٌۙ وَّاِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ

“Keluarlah darinya (surga) karena sesungguhnya kamu terkutuk. Sesungguhnya kamu terlaknat sampai hari Kiamat.”


[QS. Al-Hijr ayat 34-35]

Hukuman yang diterima oleh Iblis bukan hanya semata-mata karena Iblis merendahkan Nabi Adam. Akan tetapi juga disebabkan dia membangkang terhadap perintah Allah. Dari kisah ini sesungguhnya kita belajar bahwa ketika hendak melaksanakan suatu perintah maka bukan perintahnya yang kita lihat, akan tetapi yang kita lihat adalah siapa yang memberikan perintah.

Sumpah Iblis Kepada Allah subhanahu wata'ala

Iblis telah diusir dari surga dan mendapatkan laknat dari Allah subhanahu wata'ala sampai hari kiamat. Kedengkian Iblis kepada Nabi Adam semakin bertambah. Ia pun memohon kepada Allah untuk mendapatkan tangguhan umur hingga hari kiamat tiba.

Iblis ingin sekali bisa mengganggu, membahayakan, menyesatkan, dan memalingkan anak cucu Adam dari jalan yang benar agar bisa bersama-sama masuk ke dalam neraka Jahannam.

Iblis akan melakukan berbagai macam cara untuk mengajak anak cucu Adam masuk ke dalam neraka bersamanya. Ia bahkan akan membuat perbuatan buruk seolah terlihat baik. Sehingga mereka tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan perbuatan yang buruk.

Dikisahkan dalam QS. Al-A’raf bahwa Iblis berkata kepada Allah :

اَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ

“Berilah aku penangguhan waktu sampai hari mereka dibangkitkan.”

Maka Allah berfirman :

اِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ

“Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi penangguhan waktu.”

Iblis pun bersumpah kepada Allah :

فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ

“Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian, pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُوْمًا مَّدْحُوْرًا ۗ لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ اَجْمَعِيْنَ

“Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua.”

Kisah Nabi Adam dan Hawa di Surga

Setelah Allah subhanahu wata'ala mengeluarkan Iblis dari surga, Allah kembali kepada Nabi Adam alaihissalam. Melihat Nabi Adam berjalan-jalan sendiri di surga maka Allah pun hendak menciptakan teman untuk Nabi Adam di surga.

Suatu ketika Nabi Adam ditimpa rasa kantuk kemudian ia tertidur. Ketika ia tertidur, Allah mengambil tulang rusuk Nabi Adam yang paling pendek dan paling bengkok, lalu dijadikanlah istrinya dari tulang rusuk tersebut.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Allah subhanahu wata'ala telah mengeluarkan Iblis dari surga dan menyuruh Nabi Adam untuk tinggal di surga. Lalu Adam pun berjalan-jalan sendiri di surga tanpa seorang istri yang menemaninya.

Kemudian ia tertidur sejenak lalu terbangun. Tiba-tiba di dekat kepalanya duduk seorang wanita yang diciptakan oleh Allah dari tulang rusuknya. Maka Adam bertanya padanya : “Siapa kamu?”

Wanita itu menjawab : “Aku adalah seorang wanita.”

Adam bertanya : “Mengapa engkau diciptakan?”

Wanita itu menjawab : “Agar kamu merasa tenang denganku.”

Maka para Malaikat bertanya kepada Adam : “Siapakah namanya wahai Adam?”

Adam menjawab : “Hawa.”

Malaikat bertanya kembali : “Mengapa dinamakan Hawa?”

Adam menjawab : “Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.”

Menurut versi yang lain, Hawa diciptakan oleh Allah sebelum Adam memasuki surga. Disebutkan di dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa pada mulanya Nabi Adam ditimpa rasa kantuk.

Lalu ketika ia tertidur maka Allah mengambil salah satu dari tulang rusuk sebelah kirinya dan menambalnya dengan daging.

Lalu Allah menjadikan istri Nabi Adam dari tulang rusuk tersebut, yaitu hawa. Dia adalah seorang wanita yang sempurna yang Allah ciptakan untuk Nabi Adam agar ia merasa tenang hidup bersamanya.

Ketika Nabi Adam terbangun, ia melihat Hawa telah berada di sampingnya. Maka Nabi Adam pun berkata : “Oh dagingku, darahku, dan istriku.” Adam pun merasa tenang dan tenteram bersamanya.

Setelah Allah menikahkan keduanya dan menjadikan rasa tenang dan tenteram di dalam diri Nabi Adam maka Allah subhanahu wata'ala berfirman kepada mereka :

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

“Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!”


[QS. Al-Baqarah ayat 35]

Kisah Tipu Daya Iblis Kepada Nabi Adam dan Hawa

Nabi Adam dan Hawa telah dimasukkan ke dalam surga oleh Allah subhanahu wata'ala. Allah subhanahu wata'ala juga menguji Nabi Adam dan Hawa dengan satu buah larangan yaitu larangan untuk mendekati salah satu pohon di dalam surga.

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli tentang nama dan jenis pohon itu. Yang jelas nama dan jenis pohon itu tidak disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran.

Nabi Adam dan Hawa menikmati fasilitas surga dengan penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Mereka tidak akan merasa kelaparan, tidak akan telanjang, tidak akan merasa dahaga, dan tidak akan tersengat panasnya sinar matahari selama berada di dalam surga.

Namun, Allah subhanahu wata'ala memberikan peringatan keras kepada keduanya. Bahwa ada Iblis yang telah bersumpah untuk mengganggu, menyesatkan, membahayakan, dan memalingkan Nabi Adam beserta keturunannya dari jalan kebenaran.

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

يٰٓاٰدَمُ اِنَّ هٰذَا عَدُوٌّ لَّكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقٰى اِنَّ لَكَ اَلَّا تَجُوْعَ فِيْهَا وَلَا تَعْرٰى ۙ وَاَنَّكَ لَا تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحٰى

“Wahai Adam, sesungguhnya (Iblis) inilah musuh bagimu dan bagi istrimu. Maka, sekali-kali jangan sampai dia mengeluarkan kamu berdua dari surga. Kelak kamu akan menderita. Sesungguhnya (ada jaminan) untukmu bahwa di sana engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. Sesungguhnya di sana pun engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa terik matahari.”


[QS. Thaha ayat 117-118]

Di lain sisi, Iblis yang saat itu telah diusir dari surga, semakin merasa dengki dan iri melihat kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka berdua. Dia pun memulai usahanya untuk menggoda mereka berdua agar dikeluarkan dari surga.

Lalu, Iblis mulai membisikkan pikiran jahat kepada mereka berdua :

مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ

“Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).”

Agar lebih meyakinkan, Iblis menamakan pohon itu dengan nama pohon khuldi (pohon keabadian) agar Nabi Adam dan Hawa lebih tergoda. Iblis berkata :

فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى

“Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Sesuai sumpahnya, ia akan menggoda Nabi Adam dari segala arah. Maka Iblis pun tidak kehabisan akal. Ia bahkan berani bersumpah atas nama Allah untuk lebih meyakinkan Nabi Adam dan Hawa. Iblis berkata :

اِنِّيْ لَكُمَا لَمِنَ النّٰصِحِيْنَ

“Sesungguhnya aku ini bagi kamu berdua benar-benar termasuk para pemberi nasihat.”

Terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah Iblis masuk lagi ke dalam surga untuk menggoda Nabi Adam dan Hawa, ataukah Iblis hanya sebatas melewati surga saja ketika menggoda mereka, ataukah Iblis menggodanya dari luar pintu surga atau di bawah langit.

Yang jelas apapun pendapatnya, Iblis berusaha menggoda Nabi Adam dan Hawa agar mereka dikeluarkan dari surga sebagaimana Iblis diusir dari surga.

Kisah Nabi Adam dan Hawa Memakan Buah Terlarang

Dengan segala cara Iblis menggoda Nabi Adam dan Hawa untuk melanggar perintah Allah subhanahu wata'ala. Akhirnya mereka berdua pun tergoda untuk memakannya.

Hawa memakan buah dari pohon tersebut sebelum Nabi Adam. Hawa juga lah yang mendesak Nabi Adam untuk memakan buah tersebut.

Ketika mereka baru saja mencicipi buah tersebut, aurat mereka langsung tersingkap. Karena merasa malu, akhirnya mereka tutupi aurat mereka dengan dedaunan di dalam surga.

Dikisahkan di dalam surat Al-A’raf :

فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُوْرٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِ

Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa dedaunan yang digunakan untuk menutupi aurat mereka adalah daun pohon Tin.

Dikatakan dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa setelah Nabi Adam melakukan kesalahan di surga, maka auratnya tersingkap. Lalu beliau keluar dari surga dan menemui sebatang pohon. Pohon itu lalu memegang ubun-ubun beliau. Selanjutnya Tuhannya memanggil : “Apakah kamu lari dari-Ku wahai Adam?” Maka Adam menjawab : “Wahai Tuhanku, aku merasa malu kepada-Mu karena kesalahan yang telah aku perbuat.”

Kisah Bertaubatnya Nabi Adam dan Hawa

Setelah Nabi Adam dan Hawa melakukan kesalahan hingga aurat mereka tersingkap, maka Allah subhanahu wata'ala memanggil mereka berdua dan berfirman :

اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

Mendengar teguran dari Allah atas kesalahan yang mereka perbuat, mereka pun mulai menyadari kesalahan mereka. Mereka menyesali perbuatannya dan ingin bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala.

Diriwayatkan dalam Al-Mustadrak Ibnu Abbas menceritakan :

Adam bertanya : “Ya Tuhanku, bukankah aku telah Engkau ciptakan dengan tangan-Mu sendiri?”

Allah menjawab : “Benar.”

Adam bertanya : “Bukankah Engkau juga telah meniupkan ruh-Mu kepadaku?”

Allah menjawab : “Benar.”

Adam bertanya : “Bukankah jika aku bersin Engkau mengucapkan “Semoga Allah merahmatimu.” dan rahmat-Mu mendahului murka-Mu?

Allah menjawab : “Benar.”

Adam bertanya : “Bukankah Engkau telah menuliskan bagi diriku untuk melakukan hal (kesalahan) ini?”

Allah menjawab : “Benar.”

Adam bertanya : “Bila aku bertaubat apakah Engkau akan mengembalikan aku ke surga?”

Allah berfirman : “Benar.”

Maka Allah pun mengajarinya sebuah kalimat.

Dikisahkan di dalam Al-Quran :

فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.


[QS. Al-Baqarah ayat 23]

Kalimat itu adalah :

رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”

Adam dan Hawa mengucapkan kalimat tersebut sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan mereka dan upaya untuk kembali kepada-Nya. Allah pun menerima taubat mereka, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Kisah Nabi Adam dan Hawa Diturunkan ke Bumi

Allah subhanahu wata'ala telah menerima taubat dari Nabi Adam dan Hawa. Meskipun demikian bukan berarti mereka tidak mendapatkan konsekuensi apapun. Maka Allah subhanahu wata'ala memerintahkan mereka semua untuk turun dari surga :

اهْبِطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚوَلَكُمْ فِى الْاَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيْنٍ

“Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang telah ditentukan.”

Hari diturunkannya Nabi Adam beserta istrinya Hawa adalah hari Jum’at. Dan hari itu adalah sebaik-baiknya hari.

Mengenai di mana tempat Nabi Adam dan Hawa diturunkan maka terdapat banyak versi. Ada yang mengatakan Adam diturunkan di wilayah bernama Dahna yaitu terletak diantara kota Thaif dan Mekah, ada yang mengatakan di India dan ada pula yang mengatakan diturunkan di Shafa.

Demikian pula Hawa juga terdapat banyak versi cerita mengenai di mana ia diturunkan. Ada yang mengatakan ia turun di Jedah, ada pula yang mengatakan di Marwa.

Selain Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga, Allah subhanahu wata'ala juga menetapkan bahwa mereka berdua beserta keturunannya akan tinggal di bumi, wafat di bumi, dan juga dibangkitkan di bumi. Allah ta’ala berfirman :

فِيْهَا تَحْيَوْنَ وَفِيْهَا تَمُوْتُوْنَ وَمِنْهَا تُخْرَجُوْنَ

“Di sana kamu hidup, di sana kamu mati, dan dari sana (pula) kamu akan dikeluarkan (dibangkitkan).”

Kisah Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di Bumi

Nabi Adam dan istrinya, Hawa, telah diturunkan dari surga ke bumi. Mereka telah berpindah dari negeri yang penuh kebahagiaan menuju negeri yang penuh dengan kesengsaraan, keletihan, kepenatan, kekeruhan, usaha, perjuangan, ujian, dan cobaan.

Allah subhanahu wata'ala menciptakan Nabi Adam dengan tinggi tidak lebih dari enam puluh hasta. Sementara tinggi anak keuturunannya akan terus berkurang seiring berjalannya waktu.

Ketika Nabi Adam alaihissalam berada di bumi, Allah memerintahkan kepadanya untuk membangun rumah Allah.

Allah subhanahu wata'ala berkata kepada Adam : “Wahai Adam, sesungguhnya aku memiliki tanah suci yang ada di hadapan Arsy-Ku. Pergilah ke tempat itu dan bangunlah sebuah rumah untuk-Ku, lalu bertawaflah kamu di rumah tersebut seperti para Malaikat bertawaf di Asry-Ku.”

Kemudian Allah mengutus satu Malaikat kepada Adam untuk menunjukkan tempat tersebut dan mengajarkan cara manasik. Disebutkan pula bahwa setiap jejak kaki Nabi Adam kelak akan menjadi suatu negeri di kemudian hari.

Makanan yang pertama kali dimakan oleh Nabi Adam di bumi adalah makanan yang dibawah oleh Jibril yaitu tujuh biji gandum.

Nabi Adam bertanya : “Apa ini?”

Jibril menjawab : “Ini berasal dari pohon terlarang yang dulu engkau dilarang untuk memakannnya tetapi engkau tetap memakannya.

Adam bertanya : “Lalu, apa yang harus aku perbuat dengan ketujuh biji gandum ini?”

Jibril menjawab : “Tanamlah biji tersebut di tanah.”

Lalu Adam pun menanamnya. Setiap biji yang ditanam dari biji tersebut tumbuh menjadi seratus ribu biji. Lalu Nabi Adam memanennya, menumbuknya, menggilingnya, mengadoninya, dan membuatnya menjadi roti. Akhirnya Adam memakan roti itu setelah melakukan usaha yang cukup keras.

Adapun pakaian yang pertama kali mereka kenakan berasal dari bulu domba. Awalnya Adam menyembelih domba tersebut, lalu ia memintalnya, dan menenunnya. Kemudian ia jadikan jubah untuk dirinya, dan baju serta kerudung untuk Hawa.

Setiap kali Hawa mengandung maka ia akan melahirkan dua anak kembar laki-laki dan perempuan. Adam memerintahkan untuk menikahkan anak laki-lakinya dengan puterinya dari kembaran anak laki-laki yang lain, dan seterusnya. Adapun menikah dengan saudara kembarnya sendiri tidak diperbolehkan pada saat itu.

Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi Adam dan hawa sudah memiliki anak ketika mereka di surga. Ada yang berpendapat bahwa Adam dan Hawa hanya memiliki anak ketika di bumi, ada pula yang berpendapat bahwa Adam dan Hawa telah memiliki anak ketika mereka di surga, yaitu Qabil dan saudara perempuannya. Wallaahu a’lam.

Kisah Anak Nabi Adam Singkat

Setelah berlangsung lama Nabi Adam dan Hawa tinggal di bumi, maka Nabi Adam hendak menikahkan anak-anaknya. Saat itu anak yang hendak dinikahkan oleh Nabi Adam adalah Qabil, Habil, beserta saudara kembar dari masing-masing keduanya.

Habil hendak menikahi saudara perempuan Qabil yang lebih cantik. Sementara Qabil tidak terima dan hendak menjadikan saudara perempuannya itu sebagai istri untuk dirinya sendiri.

Nabi Adam memerintahkan Qabil untuk menikahkan saudara perempuannya kepada Habil, namun Qabil menolak. Lalu Nabi Adam memerintahkan Qabil dan Habil untuk berkurban, sementara Nabi Adam pergi ke Mekah untuk menunaikkan ibadah haji.

Adam meminta langit untuk menjaga keluarganya, namun langit menolak. Lalu Nabi Adam meminta bumi dan gunung untuk menjaganya, namun juga menolak. Akhirnya Qabil menerima untuk menjaga keluarganya.

Lalu, mereka berdua pun pergi berkurban dengan membawa kurbannya masing-masing. Habil berkurban dengan seekor kambing yang gemuk, karena ia adalah seorang peternak. Sedangkan Qabil berkurban dengan hasil pertanian yang sangat jelek.

Setelah mereka mempersembahkan kurbannya masing-masing, maka tiba-tiba api dari atas menyambar kurban milik Habil. Ini pertanda bahwa kurban Habil diterima.

Sementara kurban milik Qabil sama sekali tidak disambar oleh api. Ini pertanda kurban milik Qabil ditolak.

Melihat kurban miliknya tidak diterima sementara kurban Habil diterima, maka Qabil pun marah dan berkata : “Aku akan membunuhmu agar kamu tidak jadi menikah dengan saudara kembar perempuanku.”

Habil menjawab : “Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”

Dalam versi cerita yang lain dikisahkan bahwa Nabi Adam merasa gembira dengan kurban kedua anaknya tersebut, dan merasa senang dengan diterimanya kurban Habil, sementara kurban Qabil tidak diterima.

Qabil berkata kepada Nabi Adam : “Allah menerima kurbannya, karena engkau mendoakannya dan tidak mendoakan aku.” Padahal Nabi Adam mendoakan kedua bersaudara tersebut.

Pada suatu malam Habil pulang terlambat dari menggembala. Maka Adam meminta Qabil untuk mencari tahu mengapa ia terlambat pulang.

Ketika Qabil berangkat dan bertemu dengan Habil, maka ia mengabarkan kepada Habil : “Kurbanmu diterima sedangkan kurbanku tidak diterima.”

Maka Habil menjawab : “Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”

Mendengar jawaban tersebut, Qabil murka. Akhirnya ia memukul Habil dengan besi yang ia bawa hingga terbunuh. Pada cerita versi lain ada yang mengatakan bahwa Qabil membunuh habil dengan batu yang dipukulkan di kepala Habil yang sedang tidur. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa Qabil mencekik Habil dengan keras dan menggigitnya seperti yang dilakukan binatang buas hingga Habil meninggal dunia. Wallahu ‘alam.

Setelah Qabil membunuh Habil, maka ia membawa di atas pundaknya selama satu tahun. Versi lain ada yang mengatakan seratus tahun.

Hingga akhirnya Allah mengirim dua ekor gagak yang bersaudara. Kedua burung gagak tersebut bertarung dan salah satu burung tersebut membunuh yang lain.

Setelah ia membunuhnya lalu ia turun ke bumi, menggali tanah, dan melemparkannya serta mengubur dan menimbunnya ke dalam tanah.

Ketika Qabil melihat burung tersebut maka ia berkata : “Duh celaka aku, kenapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini agar bisa mengubur mayat saudaraku ini.”

Lalu ia pun melakukan seperti apa yang dilakukan oleh burung gagak tadi. Ia mulai menggali tanah dan menguburkan mayat saudaranya ke dalam tanah.

Mendengar kabar kematian Habil, Nabi Adam pun bersedih. Maka Allah subhanahu wata'ala memberi kepadanya anak yang bernama Syits.

Syits artinya adalah pemberian Allah. Nabi Adam dan Hawa memberinya nama Syits karena ia terlahir setelah terbunuhnya Habil.

Kisah Nabi Adam Wafat dan Wasiat Kepada Anaknya

Telah dituliskan bagi Nabi Adam baginya umur seribu tahun. Ketika Adam akan meninggal dunia, maka ia berpesan kepada anaknya, Syits. Adam mengajarkan kepadanya waktu-waktu siang dan malam serta mengajarinya ibadah di waktu itu. Adam juga memberi tahu kepadanya bahwa akan terjadi topan setelah itu.

Ketika Nabi Adam menghadapi sakaratul maut, maka ia berkata kepada anak-anaknya : “Wahai anak-anakku! Aku sangat ingin sekali mencicipi buah surga.”

Maka mereka mulai pergi mencarikan buah surga untuk ayahnya. Tiba-tiba mereka bertemu dengan para Malaikat, yang saat itu mereka membawa kain kafan dan kapas yang dibubuhi minyak wangi untuk Nabi Adam, kapak, sekop, dan cangkul.

Para Malaikat tersebut berkata kepada anak-anak Adam : “Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Apa yang kalian mau? Mau kemana kalian pergi?”

Mereka menjawab : “Bapak kami sakit, dia ingin makan buah dari surga.”

Para malaikat berkata : “Pulanglah, karena ajal bapak kalian telah tiba.”

Beberapa saat kemudian, para Malaikat sampai. Hawa yang melihat dan mengenali mereka langsung berlindung kepada Nabi Adam.

Adam berkata kepada Hawa : “Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan para Malaikat Tuhanku itu.”

Lalu para Malaikat mulai mencabut nyawanya, menadikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan kuburnya, membuat liang lahat di kuburnya, dan menshalatinya.

Kemudian mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Nabi Adam di dalamnya, lalu mereka meletakkan bata di atasnya. Lalu mereka keluar dari kubur, mereka menimbunnya dengan batu. Lalu mereka berkata : “Wahai anak turun Adam, ini adalah sunnah kalian.”

Pada saat Nabi Adam wafat, matahari dan bulan sempat mengalami gerhana selama tujuh hari tujuh malam.

Selang satu tahun Nabi Adam meninggal dunia, maka Hawa pun juga meninggal dunia.

TAMAT!

Penutup

Demikianlah Kisah Nabi Adam lengkap dari lahir sampai wafat, mulai dari dilahirkan/diciptakan, diturunkan ke bumi, hingga wafatnya, disertai sumbernya dari Al-Quran dan Al-Hadits serta pendapat para ahli sejarah. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Adam di atas. Semoga dengan ditulisnya kisah Nabi Adam secara lengkap ini dapat memberikan ibrah yang banyak kepada kita semua. Amiin.

Buku Refrensi :

  • Qashahsul Anbiya’ oleh Ibnu Katsir
  • Tafsir Al-Quran Al-‘Adziim oleh Ibnu Katsir

Pengertian Tawakal Menurut Bahasa dan Istilah

Pengertian Tawakal Menurut Bahasa dan Istilah

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap atas yang mulia Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam dan juga keluarganya dan seluruh sahabatnya.

Tawakal kepada Allah adalah salah satu amalan hati seorang hamba yang memiliki kedudukan yang mulia dan agung. Tawakal adalah salah satu kewajiban keimanan yang paling agung.

Tawakal adalah amalan dan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama. Tawakal merupakan tingkatan tauhid kepada Allah yang paling tinggi. Setiap perkara tidak akan menghasilkan apapun kecuali dengan tawakal kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya.

Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa tawakal adalah setengahnya agama, dan setengahnya lagi adalah inabah. Agama itu adalah isti’anah dan ibadah. Adapun tawakal itu adalah isti’anah dan inabah itu adalah ibadah.

Pertanyaannya adalah : Apa itu tawakal? Bisakah kamu jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah?

Nah, pada pembelajaran kali ini akan kami jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah yang benar menurut para ahli. Tidak hanya pengertiannya saja, akan tetapi juga pengertian tawakal dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, disertai juga dalil-dalil dan keutamaan tawakal di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

A. Pengertian Tawakal Menurut Bahasa

Tawakal menurut bahasa merupakan kata yang diambil dari bahasa Arab yaitu “At-Tawakkul” tulisan arab dari at-tawakkul adalah : التَّوَكَّلُ

Kata at-tawakkul berakar dari kata : تَوَكَّلَ - يَتَوَكَّلُ - تَوَكُّلًا (tawakkala – yatawakkalu – tawakkulan) yang artinya adalah menyerahkan, menyandarkan, dan memasrahkan.

Berikut ini beberapa ungkapan penggunaan kata tawakal dalam bahasa Arab :

وَكِلَ بالله، وتوكَّل عليه، واتَّكل: استسلم إليه.

Dia mewakilkan kepada Allah, tawakal kepada-Nya, dan bersandar : yaitu maknanya adalah menyerahkan pada-Nya.

وتوكَّل بالأمر: إذا ضمن القيام به.

Dia tawakalkan urusannya : yaitu maknanya menanggung pelakasanan urusannya.

ووكَّلْتُ أمري إلى فلان: اعتمدت في أمري عليه.

Aku wakilkan urusanku pada fulan : yaitu maknanya aku menyandarkan urusanku padanya.

ووكَّل فلانٌ فلاناً: إذا عجز عن القيام بأمر نفسه، أو وثق فيه بأن يقوم بأمره.

Fulan mewakilkan pada fulan : yaitu tatkala ia tidak mampu menunaikan urusannya sendiri atau mempercayakan hal itu untuk ditunaikkan urusannya.

ووكل إليه الأمر: سلَّمه

Dia mewakilkan perkara kepadanya : yaitu artinya adalah menyerahkan.

Nah, dari ungkapan-ungkapan di atas dapat kita jelaskan pengertian tawakal menurut bahasa adalah menampakkan ketidakkuasaan dan menyandarkannya pada yang lain. Atau dalam arti yang lain adalah ketika seseorang tidak mampu melakukan suatu urusan maka ia sandarkan urusan itu pada yang lain untuk menyelesaikan urusan tersebut.

B. Pengertian Tawakal Menurut Istilah

Berikut ini beberapa pengertian tawakal menurut istilah yang dikemukakan oleh para ulama atau para ahli :

1. Ibnu Rojab

هو ‌صدقُ ‌اعتماد القلب على الله - عز وجل - في استجلاب المصالح، ودفعِ المضارِّ من أمور الدنيا والآخرة كُلِّها

Hakikat tawakal adalah bergantungnya hati dengan sebenar-benarnya kepada Allah azza wajalla dalam mendatangkan kemaslahatan dan menolak bahaya dari perkara dunia dan akhirat secara menyeluruh. [Sumber : Jami’ul-Ulum wal Hikam]

2. Al-Hasan

إنَّ ‌توكلَ ‌العبد على ربِّه أنْ يعلمَ أن الله هو ثقته

Sesungguhnya tawakal seorang hamba kepada Rabb nya adalah bahwa ia tahu bahwa Allah adalah yang ia percayakan. [Sumber : Jami’ul-Ulum wal-Hikam]

3. Az-Zabidi

الثِّقَةُ ‌بِمَا عِنْد اللهِ - تَعالَى - وَاليَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Tawakal adalah mempercayakan semuanya kepada Allah ta’ala dan berputus asa dari apa yang ada di tangan manusia. [Sumber : Tajul-Urus]

4. Utsaimin

التوكل ‌هو صدق الاعتماد على الله عز وجل في جلب المنافع ودفع المضار مع فعل الأسباب التي أمر الله بها

Tawakal adalah menyandarkan dengan sebenar-benarnya kepada Allah azza wa jalla dalam memperoleh manfaat dan menolak bahaya bersamaan dengan melakukan usaha yang diperintahkan oleh Allah. [Sumber : Majmu’ Fatawa wa Rasail ibn Utsaimin]

Baca Juga : Pengertian Ihsan dalam Islam

C. Hakikat Tawakal

Dari semua penjelasan pengertian tawakal menurut istilah yang dikemukakan oleh para ulama di atas dapat kita ketahui bahwa hakikat tawakal adalah menyandarkan hati kepada Allah yang disertai dengan usaha dan disertai pula dengan keyakinan yang penuh bahwa Allah adalah yang Maha Memberi Rezeki, Maha Mencipta, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, dan tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, dan tidak ada Rabb selain-Nya.

Tawakal kepada Allah tidak akan bermakna apabila tanpa disertai dengan usaha. Karena tawakal itu adalah kepercayaan kepada Allah dengan menggantungkan perkara kepada-Nya disertai dengan berusaha.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah maka niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung, mereka pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari perut terisi penuh.


[HR. Tirmidzi]

Hadits tersebut menunjukkan bahwa tawakal yang benar adalah tawakal yang disertai dengan usaha. Bukan bersandar pasrah tanpa usaha sama sekali. Burung pun melakukan usaha dengan keluar di pagi hingga sore hari untuk mencari rezeki.

Tentunya usaha yang dilakukan haruslah dengan usaha yang halal dan diperintahkan oleh Allah. Tidak boleh kita berusaha dengan usaha yang haram dan dilarang oleh Allah.

Usaha merupakan keharusan. Seorang yang ingin memperoleh sesuatu tentu harus berusaha untuk mendapatkannya. Diantara salah satu kisah tentang hal ini adalah saat di mana Allah perintahkan kepada Maryam untuk menggoyangkan pangkal pohon kurma.

Disebutkan di dalam Al-Quran :

وَهُزِّيْٓ اِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا ۖ

Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu.


[QS. Maryam ayat 25]

Pada ayat tersebut Allah perintahkan Maryam untuk menggoyangkan pohon kurma agar ia bisa memakannya. Padahal kondisi Maryam saat itu sedang hamil dan sangat lemah. Bagaimana mungkin ia mampu menggoyangkan pohon kurma dengan sangat kuat hingga buahnya terjatuh? Tentu saja hal itu mustahil dilakukan.

Akan tetapi Allah tetap ingin Maryam berusaha. Seandainya Allah berkehendak bisa saja Allah menjatuhkan buah kurma itu secara langsung tanpa harus ada usaha apapun dari Maryam.

Akan tetapi Allah tetap perintahkan Maryam untuk berusaha meskipun dalam kondisi lemah. Maka dari usahanya itulah Allah izinkan buah kurma yang masak itu terjatuh.

D. Perintah Tawakal dalam Al-Quran

Berikut ini beberapa dalil perintah untuk bertawakal di dalam Al-Quran beserta terjemahannya :

فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِيْنِ

Maka, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) berada di atas kebenaran yang nyata.


[QS. An-Naml ayat 79]

وَلِلّٰهِ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاِلَيْهِ يُرْجَعُ الْاَمْرُ كُلُّهٗ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ࣖ

Milik Allahlah (pengetahuan tentang) yang gaib (di) langit dan (di) bumi. Kepada-Nyalah segala urusan dikembalikan. Maka, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.


[QS. Hud ayat 123]

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهٖۗ وَكَفٰى بِهٖ بِذُنُوْبِ عِبَادِهٖ خَبِيْرًا ۚ

Bertawakallah kepada (Allah) Yang Mahahidup yang tidak mati dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.


[QS. Al-Furqan ayat 58]

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.


[QS. Ali Imron ayat 159]

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ࣖ

Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad), “Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan pemilik ‘Arasy (singgasana) yang agung.”


[QS. At-Taubah ayat 129]

قُلْ هُوَ الرَّحْمٰنُ اٰمَنَّا بِهٖ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَاۚ فَسَتَعْلَمُوْنَ مَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Zat Yang Maha Pengasih, kami beriman kepada-Nya dan hanya kepada-Nya kami bertawakal. Kelak kamu akan tahu siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”


[QS. Al-Mulk ayat 29]

وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.


[QS. Ali Imran ayat 122]

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal,


[QS. Al-Anfal ayat 2]

Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat kita pahami bahwa tawakal itu hukumnya wajib bagi seorang mukmin. Bahkan diantara salah satu ciri seorang mukmin sejati adalah yang senantiasa bertawakal kepada Allah.

Selain itu tawakal adalah syarat keimanan. Apabila tawakal itu hilang maka hilang pula keimanan. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Bertawakallah hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang mukmin.


[QS. Al-Maidah ayat 23]

Tawakal juga merupakan salah satu bangunan tauhid uluhiyah. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh firman Allah berikut ini :

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.


[QS. Al-Fatihah ayat 5]

Demikianlah penjelasan pengertian tawakal menurut bahasa dan istilah ini kami paparkan, semoga kita dapat mengamalkan tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Amin.

Buku Refrensi : Silsilah Al-A’mal Al-Qulub oleh Syaikh Shalih Al-Munajjid

Ceramah Tentang Adab Kepada Guru

Ceramah Tentang Adab Kepada Guru

Ceramah tentang adab kepada guru merupakan salah satu materi ceramah yang penting untuk disampaikan baik kepada siswa sekolah biasa, sekolah islam maupun santri di pondok pesantren.

Mengapa materi ceramah ini begitu penting?

Pertama, adab kepada guru merupakan adab yang mulai luntur dikalangan para penuntut ilmu akhir-akhir ini. Banyak dari para penuntut ilmu yang masing kurang hormat kepada gurunya.

Yang kedua, adab kepada guru merupakan salah satu adab yang dapat menjadikan seorang penuntut ilmu memperoleh keberkahan dari ilmu yang didapatkan.

Oleh karena itu, ceramah tentang adab kepada guru merupakan ceramah yang harus sering disampaikan. Tujuannya agar para penuntut ilmu dapat memahami dan menyadari betapa pentingnya adab kepada guru saat mereka mengikuti pelajaran.

Nah, apabila Anda hendak menyampaikan materi ceramah tentang adab kepada guru, maka pada postingan kali ini saya akan membagikan salah satu contoh naskah ceramah tentang adab kepada guru yang biasa saya sampaikan.

Teks ceramah ini akan saya sampaikan secara lengkap mulai dari salam, pembukaan, isi, hingga kalimat penutup.

Mudah-mudahan teks ceramah tentang adab kepada guru ini dapat disampaikan kepada para siswa maupun santri dan dapat menjadi inspirasi bagi Anda yang hendak menyampaikan ceramah tentang adab kepada guru.


Berikut teks ceramahnya :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

(Alhamdulillahi robbil-‘aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu ‘ala asyrofil-ambiya-i wal-mursalin, sayyidina wa nabiyyina Muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’in. Wa ba’du)

Santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua.

Yang kedua, semoga shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam beserta keluarganya, para sahabatnya, dan juga para pengikutnya.

Santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, pada majelis yang mulia ini saya hendak menyampaikan materi ceramah tentang adab kepada guru yang wajib kalian amalkan dalam keseharian kalian sebagai seorang santri.

Maka dimohon kepada para santri untuk menyimak materi ceramah ini dengan baik, serta mencatatnya di buku catatan kalian masing-masing.

Baik, kita mulai saja materinya.

Anak-anakku yang semoga dirahmati oleh Allah, apa sajakah adab seorang murid kepada gurunya? Adakah diantara kalian yang sudah mengetahuinya?

Kalau belum, berikut ini saya akan sampaikan beberapa adab penting yang perlu kalian catat di buku catatan kalian. Silahkan disiapkan alat tulis dan catatannya!

Adab kepada guru yang pertama adalah hendaknya seorang murid ataupun santri mematuhi perintah gurunya.

Di dalam kitab tadzkiratus-sami’ wal-mutakallim yang ditulis oleh Ibnu Jama’ah Asy-Syafi’i disebutkan bahwa hubungan seorang santri dengan gurunya itu layaknya hubungan pasien dengan dokternya.

Mengapa demikian? Karena guru itu ibarat dokter. Apabila dokter itu mengobati penyakit fisik maka guru itu mengobati penyakit kebodohan dan juga mengobati penyakit akhlak yang buruk.

Maka apabila seorang pasien yang mengalami penyakit fisik ingin sembuh dari penyakitnya maka ia harus mematuhi arahan dari dokter.

Begitupun seorang santri, apabila ia hendak menghilangkan penyakit bodoh dan akhlak buruk yang ada pada dirinya maka hendaknya ia mengikuti arahan dari guru ataupun ustadnya.

Adab kepada guru yang kedua adalah hendaknya seorang santri itu bersabar dengan kerasnya seorang guru.

Terkadang seorang guru itu ada yang keras dalam mengajar. Saya yakin sebagian besar dari kalian merasa tidak nyaman dengan perilaku guru yang keras dalam mengajarnya.

Namun, apakah ketika guru bertindak keras kemudian kita malah berhenti belajar? Tentu saja jawabannya tidak!

Ingatlah anak-anakku, bahwa kerasnya seorang guru dalam mengajar adalah dalam rangka mendidik kalian. Karena adakalanya metode yang keras itu diperlukan agar murid tidak hanya pintar tetapi juga memiliki jiwa yang tangguh.

Sebagaimana yang barusan saya sampaikan bahwa hubungan antara murid dengan guru itu ibarat pasien dengan dokter.

Apabila pasien tidak bersabar dengan metode pengobatan dari dokternya maka ia tidak akan pernah sembuh dari penyakitnya.

Begitu pula santri ataupun murid ia harus bersabar dengan metode pendidikan dari guru ataupun ustadnya.

Selama guru yang mengajar kalian tidak bertindak di luar batas syariat dalam mengajar maka bersabarlah dalam menghadapinya. Sesungguhnya pedihnya kebodohan lebih menyakitkan dibandingkan bersabar atas hinanya belajar.

Sebagian ulama salaf mengatakan :

مَنْ لَمْ يَصْبِرْ عَلَى ذُلِّ التَّعْلِيْمِ بَقِيَ عُمُرَهُ فَي عَمَايَةِ الْجَهَالَةِ، وَمَنْ صَبَرَ عَلَيْهِ آلَ أَمْرُهُ إِلَى عِزِّ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Barang siapa yang tidak bersabar atas hinanya belajar maka tersisalah umurnya dalam kesesatan dan kebodohan, dan barang siapa yang sabar atasnya maka urusannya akan kembali menuju kemuliaan dunia dan akhirat.

Adab kepada guru yang ketiga adalah hendaknya seorang murid itu mendengarkan dan memperhatikan dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.

Ketika kalian belajar jangan sampai kalian itu membuat kegaduhan, ngobrol sendiri, ataupun tertidur di dalam kelas. Apalagi yang diajarkan itu materinya ada kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Hadits.

Coba sekarang kalian cek di surat Qaf ayat yang ke 37. Di dalam surat tersebut Allah ta’ala berfirman yang bunyinya :

اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِمَنْ كَانَ لَهٗ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ

Sesungguhnya pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya dan dia menyaksikan.


[QS. Qaaf ayat 37]

Ayat tersebut memberikan pelajaran kepada kita bahwa pelajaran-pelajaran yang ada di dalam Al-Quran itu akan menjadi peringatan bagi kita apabila kita memasang ketiga indra kita.

Indra apakah itu? Yaitu hati, telinga, dan juga mata.

Maksudnya adalah bahwa ketika kita menuntut ilmu hendaknya kita benar-benar menggunakan hati kita untuk fokus, telinga kita untuk mendengarkan, serta mata kita untuk memperhatikan pelajaran dengan baik.

Kalau kita tidak menggunakannya lalu bagaimana mungkin pelajaran itu bisa masuk ke dalam hati kita? Iya kan?

Nah, oleh karena itu anak-anak, ketika kalian belajar cobalah ditahan mulutnya untuk tidak berbicara. Fokuskan hati dan pikiran kalian untuk mendengarkan materi ceramah yang disampaikan oleh ustad dan ustadzah ataupun bapak ibu guru.

Tujuannya agar pelajaran yang disampaikan dapat masuk ke dalam hati kalian dan kalian dapat mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Anak-anakku/santriwan dan santriwati yang semoga dirahmati oleh Allah, jika pelajaran ataupun ceramah yang disampaikan oleh guru sudah kalian dengarkan sebelumnya, bagaimanakah sikap kita kepada guru tersebut?

Apakah kita tetap mendengarkan materi yang disampaikan? Atau kita abaikan saja?

Jawabannya adalah tetaplah dengarkan meskipun kalian sudah pernah mendengarkan materi ceramah tersebut. Mengapa demikian? Karena itu adalah bagian dari adab kepada ustadz ataupun guru.

Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Atho’ bin Abi Robah pernah berkata :

إِنِّي لَأَسْمَعُ الْحَدِيْثَ مِنَ الرَّجُلِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِهِ مِنْهُ فَأُرِيْهِ مِنْ نَفْسِي أَنِّي لَا أُحْسِنُ مِنْهُ شَيْئًا

Aku pernah mendengar hadits dari seorang lelaki, sementara aku lebih mengetahui hadits itu dari pada dia. Maka akupun memperlihatkan diriku seakan aku tidak lebih baik darinya sedikitpun.

Dalam riwayat yang lain, beliau juga pernah mengatakan :

إِنَّ الشَّابَّ لَيَتَحَدَّثُ بِحَدِيْثٍ فَأَسْتَمِعُ لَهُ كَأَنِّي لمَ ْأَسْمَعْهُ وَلَقَدْ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُوْلَدَ

Sesungguhnya ada seorang pemuda menyampaikan suatu hadits. Lalu aku mendengarkan hadits itu seakan-akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal, aku sudah pernah mendengar hadits itu sebelum pemuda itu dilahirkan.

Maka anak-anakku sekalian, contohlah bagaimana para salaf dalam menuntut ilmu. Kesuksesan mereka dalam penguasaan ilmu telah terbukti dan tidak diragukan lagi. Oleh karenanya teladan terbaik dalam menuntut ilmu adalah para ulama salaf.

Adab kepada guru yang keempat adalah hendaknya seorang santri itu banyak bersyukur kepada guru yang telah mendidik dan mengajarnya.

Sebagai seorang santri yang beradab kalian harus memahami dan menyadari bahwasanya segala yang diberikan oleh guru kepada kalian berupa pendidikan, pengajaran, peramutan, dan juga perhatian adalah nikmat dari Allah subhanahu wata'ala.

Bahkan teguran dan sikap keras seorang guru kepada muridnya juga merupakan nikmat dari Allah yang patut kalian syukuri.

Seandainya seorang guru itu tidak pernah memberikan peringatan keras kepada murid ataupun santrinya maka justru ini akan menjerumuskan murid tersebut ke dalam keburukan.

Oleh karena itu anak-anakku sekalian, bersyukurlah kepada gurumu apapun yang diberikan oleh gurumu kepada kalian.

Entah itu pemberian ataupun perlakuan yang menurut kalian menyenangkan ataupun tidak menyenangkan maka syukurilah hal tersebut.

Demikianlah materi ceramah tentang adab kepada guru yang bisa saya sampaikan. Semoga kalian dapat menerapkan dan mengamalkan adab ini dalam keseharian kalian saat menuntut ilmu, baik itu di sekolah maupun di pondok pesantren.

Mari kita akhiri dengan membaca hamdalah dan doa kafaratul majelis.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Demikian,,

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pidato Tentang Keutamaan Membaca Al Quran

Pidato Tentang Keutamaan Membaca Al Quran

Tahukah Anda? Salah satu tema pidato yang banyak dicari di mesin pencari adalah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran. Hal ini dikarenakan pidato ini merupakan tema pidato yang menarik untuk disampaikan.

Pidato ini sangat cocok dibawakan pada berbagai macam acara keagamaan, baik itu yang bersifat formal, semi formal, ataupun non formal.

Tema pidato tentang keutamaan membaca Al Quran juga cocok dibawakan saat Anda mengikuti lomba pidato yang diselenggarakan pada saat momen hari keagamaan.

Selain itu, pidato tentang keutamaan membaca Al Quran juga dapat disampaikan saat Anda hendak memotivasi para santri ataupun siswa di sekolah-sekolah Islam agar semakin giat membaca Al Quran.

Nah, pada postingan kali ini saya ingin sedikit berbagi salah satu contoh teks atau naskah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran yang saya sampaikan saat berpidato dihadapan banyak orang.

Contoh pidato yang akan saya bawakan ini merupakan pidato yang ringan dan mudah dipahami oleh para pendengar dari kalangan manapun.

Berikut teks atau naskah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran mulai dari salam, pembuka, isi, hingga salam penutup :

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ

(Alhamdulillahi robbil-‘aalamiin, wash-sholaatu was-salaamu ‘ala asyrofil-ambiya-i wal-mursalin, sayyidina wa nabiyyina Muhammadin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’in. Wa ba’du)

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, pertama dan yang utama marilah kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua.

Sehingga dengan nikmat tersebut, kita dipertemukan kembali di hari yang penuh kebahagiaan ini dalam keadaan sehat, aman, dan sejahtera.

Yang kedua, shalawat dan taslim saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam dan juga keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya.

Dan mudah-mudahan kita adalah termasuk orang yang berada di barisan pengikut beliau Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, sebelum saya memasuki inti dari pidato yang hendak saya bawakan, yaitu pidato tentang keutamaan membaca Al Quran, saya hendak bertanya terlebih dahulu : Kapankah terakhir kali Anda membaca Al Quran?

Apakah tadi pagi? Tadi malam? Seminggu yang lalu? Sebulan yang lalu? Atau bahkan setahun yang lalu?

Sebagian dari kita, ada yang alhamdulillah bisa istiqomah membaca Al Quran setiap hari. Tentu ini adalah hal yang patut disyukuri. Namun, sebagian dari kita ada pula yang bahkan membaca Al Quran hanya di bulan Ramadhan saja.

Alhamdulillah, ini masih lebih baik, karena umat Islam yang tidak membaca Al Quran selama bertahun-tahun juga masih sangat banyak.

Satu hal miris yang terjadi pada umat Islam saat ini adalah ketika banyak dari mereka yang menjadikan mushaf Al Quran sebagai penghias rak buku mereka. Debu pada mushaf yang semakin menebal menunjukkan sangking lamanya mushaf itu tidak tersentuh apalagi terbaca.

Bahkan tak jarang dijumpai pada rumah-rumah kaum muslimin beberapa mushaf telah robek dimakan tikus. Inna lillahi wa inaaa ilahi roji’un, sungguh ini adalah musibah yang sangat besar.

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, banyak dari kita yang malas membaca Al Quran, padahal keutamaan membaca Al Quran sangatlah luar biasa. Di dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah Al Quran, sesungguhnya Al Quran akan datang pada hari kiamat sebagai penolong bagi pembacanya


[HR. Muslim]

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hari kiamat adalah hari yang sangat berat! Hari kiamat adalah hari dimana antara seorang dengan yang lainnya tidak bisa saling tolong menolong. Orang tua, anak, istri, harta, kedudukan, dan juga jabatan tidak bisa lagi diandalkan untuk memberikan pertolongan.

Pada hari itu seluruh manusia sibuk memikirkan keselamatan dirinya. Tidak ada satupun diantara mereka yang memperhatikan kecuali kepada dirinya sendiri. Di dalam Al Quran disebutkan :

فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ ۖ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِۗ

Maka, apabila datang suara yang memekakkan (dari tiupan sangkakala), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, (dari) ibu dan bapaknya, serta (dari) istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.


[QS. Abasa ayat 33-34]

Di saat itu, sungguh beruntung orang yang dahulu rajin membaca Al Quran dan mengamalkannya. Ketika masing-masing orang sibuk memikirkan keselamatannya di hari itu, maka Al Quran datang kepada para pembacanya dan melapor kepada Allah :

مَنَعْتُهُ ‌النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ

(Wahai Tuhanku) aku telah membuatnya tidak tidur dimalam hari (untuk membacaku) maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat padanya.

Akhirnya Allah subhanahu wata'ala pun memberikan syafaat kepada para pembacanya. Masya Allah!!

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, selain syafa’at, kita juga membutuhkan bekal kebaikan agar bisa selamat pada hari kiamat.

Tahukah Anda? Ternyata pahala kebaikan yang begitu banyak dapat kita peroleh hanya dengan membaca Al Quran. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatkan sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, akan tetapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf, dan mim itu satu huruf.


[HR. Tirmidzi]

Masya Allah! Sungguh beruntung para pembaca Al Quran di hari kiamat!

Di saat orang-orang tidak banyak membawa pahala kebaikan di hari kiamat, maka para pembaca Al Quran akan membawa banyak pahala kebaikan ketika menghadap Allah subhanahu wata'ala.

Bayangkan saja apabila dalam sehari kita bisa membaca Al Quran setidaknya satu halaman saja. Tidak sampai 5 menit!

Anggaplah 1 halaman terdapat 100 huruf. Itu artinya bila kita membaca 1 halaman maka kita telah memperoleh 1000 pahala kebaikan.

Seandainya kita hanya diberi umur satu tahun, atau 365 hari saja oleh Allah, dan selama 356 hari itu kita konsisten membaca Al Quran satu halaman setiap hari, maka ketika kita berpulang kepada Allah, kita telah membawa 365.000 pahala kebaikan.

Masya Allah..! Sungguh keberuntungan yang besar bagi para pembaca Al Quran di hari kiamat. Seharusnya kita iri melihat teman-teman kita yang rajin membaca Al Quran. Karena betapa besarnya apa yang akan mereka peroleh pada hari kiamat.

Karena itulah sangking besarnya pahala membaca Al Quran, sampai-sampai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membolehkan kita iri dengan orang tersebut. Tujuannya adalah agar kita berlomba-lomba dalam membaca Al Quran di siang dan malam hari. Beliau bersabda :

لا ‌حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

Tidak boleh hasad kecuali pada dua hal : Yaitu seorang laki-laki yang Allah berikan Al Quran lalu ia membacanya pada malam dan siang hari. Dan seorang laki-laki yang Allah berikan harta lalu ia infaqkan hartanya pada malam dan siang hari.


[HR. Bukhari]

Para hadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, Al Quran adalah petunjuk hidup bagi manusia. Apabila kita tidak pernah membacanya, tidak pernah mempelajarinya, tidak pula merenungkannya, lantas bagaimana kita bisa memperoleh petunjuk darinya?

Bukankah orang yang tidak memperoleh petunjuk dari Al Quran adalah orang yang tersesat? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :

مَنِ اتَّبَعَهُ ‌كَانَ ‌عَلَى ‌الْهُدَى، وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلَالَةٍ

Barang siapa yang mengikuti Al Quran maka ia berada di atas petunjuk, dan barang siapa yang meninggalkan Al Quran maka ia berada di atas kesesatan.


[HR. Muslim]

Oleh karenanya, hadirin, marilah kita rutinkan tilawah dan membaca Al Quran setiap hari. Cobalah luangkan waktu setidaknya 10 menit per hari untuk tilawah dan merenungkan ayat-ayat Al Quran.

Jangan lupa membaca terjemahan dan juga tafsirnya agar kita dapat memahami dan mengamalkan ayat yang kita baca. Ketahuilah bahwa sesungguhnya salah satu keutamaan membaca Al Quran adalah dapat menyebabkan ruh kita hidup di sisi Allah! Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

وَعَلَيْكَ بِذِكْرِ اللهِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، فَإِنَّهُ ‌رَوْحُكَ ‌فِي السَّمَاءِ، وذِكْرٌ لكَ فِي الْأَرْضِ

Hendaklah engkau berdzikir kepada Allah dan tilawah Al Quran, sesungguhnya ia adalah ruhmu di langit, dan peringatan untukmu di bumi.


[HR. Ahmad]

Demikianlah pidato tentang keutamaan membaca Al Quran ini saya sampaikan. Semoga dengan pidato yang singkat ini dapat menggugah kembali semangat kita dalam membaca Al Quran.

Atas perhatiannya saya ucapkan syukron wa jazakumullahu khoiron. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ