MENU

Tafsir dan Keutamaan Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah

Dua Ayat Terakhir Surat Al Baqarah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan banyak kenikmatan kepada kita semua. Semoga shalawat serta salam senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya.

Pada kesempatan kali ini, kita akan mengetahui bersama keutamaan dan tafsir dua ayat terakhir surat Al-Baqarah atau tafsir surat Al-Baqarah ayat 285-286. Kedua ayat tersebut ternyata memiliki makna yang sangat agung dan keutamaan yang sangat banyak. Berikut ini akan kita bahas apa saja makna dan tafsir dua ayat terakhir surat Al-Baqarah serta keutamaan-keutamaannya yang diambil dari Al-Hadits.

A. Teks dan Terjemah Surat Al-Baqarah ayat 285-286

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَاۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿٢٨٥﴾

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَاۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٨٦﴾

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (285)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (286)

B. Keutamaan Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah

Dua ayat penutup surat Al-Baqarah memiliki banyak keutamaan. Berikut ini akan kami nukil hadits-hadits tentang keutamaan kedua ayat tersebut dari kitab tafsir Ibnu Katsir :

Hadits Pertama :

Imam Al-Bukhari berkata : dari Ibnu Mas'ud ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاه

Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah pada malam hari, maka kedua ayat ini dapat mencukupinya

Hadits Kedua :

Imam Ahmad berkata : dari Abu Dzarr ia mengatakan : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي

Aku diberi ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah dari pembendaharaan di bawah Arsy yang belum pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku

Hadits Ketiga :

Muslim berkata : dari Az-Zubair bin 'Adi dari Thalhah dari Murrah dari Abdullah ia berkata :

وَأُعْطِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثًا: أعْطِيَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وأعْطِي خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَغُفِرَ لِمَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ مِنْ أُمَّتِهِ شَيْئًا المُقْحَماتُ

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam diberi tiga hal, : yaitu shalat lima waktu, ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah, dan diampuni dosa-dosa besar bagi orang dari umat beliau yang tidak menyekutukan Allah pada suatu apapun.

Hadits Keempat :

Ahmad berkata : dari Uqbah bin 'Amir Al-Juhni ia mengatakan : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

اقْرَأِ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنِّي أُعْطِيتُهُمَا مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ

Bacalah dua ayat terakhir surat Al-Baqarah karena aku diberi kedua ayat tersebut di bawah Arsy.

Hadits Kelima :

Ibnu Mardawaih berkata : dari Hudzaifah ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلَاثٍ أُوتِيْتُ هذه الْآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ بَيْتِ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ، لَمْ يُعْطَهَا أَحَدٌ قَبْلِي، وَلَا يُعْطَاهَا أَحَدٌ بَعْدِي

Kami diberi keutamaan di atas semua orang dengan tiga hal, yaitu : Aku diberi ayat-ayat terakhir dari surat Al-Baqarah dari rumah pembendaharaan di bawah Arsy, yang mana ayat itu tidak pernah diberikan kepada seorangpun sebelumku, dan tidak pula diberikan kepada seorangpun sesudahku

Hadits Keenam :

Ibnu Mardawaih berkata : dari Al-Harits dari Ali ia berkata :

لَا أَرَى أَحَدًا عَقِل الْإِسْلَامَ يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّهَا كَنْزٌ أُعْطِيَهُ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ

Aku tidak pernah melihat seorang yang memahami Islam yang hendak tidur sehingga ia membaca ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah. Karena sesungguhnya ayat tersebut berasal dari pembendaharaan yang diberikan kepada Nabi kalian shallallaahu 'alaihi wasallam di bahwa 'Arsy

Hadits Ketujuh :

At-Tirmidzi berkata : dari An-Nu'man bin Basyir dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda :

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يخلق السموات وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، وَلَا يُقْرَأْنَ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ

Sesungguhnya Allah menulis kitab sebelum menciptakan langit dan bumi selama dua ribu tahun. Dia menurunkan dua ayat darinya sebagai penutup surat Al-Baqarah. Tidaklah kedua ayat tersebut dibaca dalam sebuah rumah selama tiga malam, melainkan setan tidak akan mendekati rumah tersebut.


[Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini Gharib]

Hadits Kedelapan :

Ibnu Mardawaih berkata : dari Ibnu 'Abbas ia berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إذا قَرَأَ آخِرَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ ضَحِكَ، وَقَالَ: "إِنَّهُمَا مِنْ كَنْزِ الرَّحْمَنِ تَحْتَ الْعَرْشِ". وَإِذَا قَرَأَ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِه} [النِّسَاءِ: 123] ، {وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى * وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى * ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأوْفَى} [النَّجْمِ:39-41] ، اسْتَرْجَعَ وَاسْتَكَانَ

Dahulu ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membaca akhir ayat surat Al-Baqarah dan ayat kursi maka beliau tersenyum, lalu bersabda : “Sesungguhnya kedua ayat ini berasal dari pembendaharaan Allah yang Maha Pemurah di bawah 'Arsy.” Apabila beliau membaca firman Allah (yang artinya) : “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi balasan dengan kejahatannya itu,” [QS. An-Nisa' ayat 123] “Dan bahwa seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” [QS. An-Najm ayat 39 -41] Maka beliau membaca istirja' dan terdiam.

Hadits Kesembilan :

Ibnu Mardawaih berkata : dari Ma'qil bin Yasar ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

أُعْطِيتُ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمَ سُورَةِ البقرة من تحت العرش، والمُفَصل نافلة

Aku diberi Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah) dan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah dari bawah 'Arsy, sedangkan Al-Mufash-shal (surat Qaf hingga surat An-Naas) adalah tambahannya.

Hadits Kesepuluh :

بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعنده جِبْرِيلُ؛ إِذْ سَمِعَ نَقِيضًا فَوْقَهُ، فَرَفَعَ جِبْرِيلُ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: هَذَا بَابٌ قَدْ فُتِحَ مِنَ السَّمَاءِ مَا فُتِح قَط. قَالَ: فنزل منه مَلَك، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أبشر بنورين قد أوتيتهما، لم يؤتهما نبي قبلك: فاتحة الكتاب، وخواتيم سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ حَرْفًا مِنْهُمَا إِلَّا أُوتِيتُهُ

Suatu ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersama Malaikat Jibril, lalu beliau mendengar suara gemerincing di atasnya. Maka Malaikat Jibril mengangkat pandangannya ke arah langit, lalu berkata : “Ini adalah sebuah pintu langit yang dibuka, yang belum pernah dibuka sama sekali sebelumnya.” Kemudian turunlah malaikat dari langit tersebut, lalu mendatangi Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata : “Bergembiralah engkau dengan dua cahaya yang telah diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah) dan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf dari keduanya melainkan engkau diberinya.


[HR. Muslim dan An-Nasa'i]

C. Tafsir Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah (Ayat 285)

1. Teks dan Terjemah Surat Al-Baqarah Ayat 285

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَاۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿٢٨٥﴾

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (285)

2. Tafsir Ringkas Surat Al-Baqarah ayat 285

Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam beriman dan meyakini dengan apa yang wahyukan dari Rabbnya kepadanya. Dan memang sudah sepatutnya dia untuk meyakini itu. Begitupula orang-orang beriman mereka membenarkan dan mengamalkan Al-Quran yang agung. Masing-masing dari mereka membenarkan Allah sebagai Rabb dan sesembahan yang memiliki sifat yang agung dan sempurna, dan mereka beriman bahwa Allah memiliki para malaikat yang mulia, dan Allah menurunkan kitab-kitab, dan mengutus Rasul kepada manusia, maka kami (orang-orang beriman) tidaklah beriman pada sebagian Rasul saja sehingga kami mengingkari sebagian Rasul yang lainnya, akan tetapi justru kami mengimani semuanya. Rasulullah dan orang-orang beriman berkata : “Kami mendengar apa yang Engkau wahyukan wahai Tuhan kami, dan kami mentaati semua itu. Kami berharap Engkau mengampuni dosa kami dengan karunia-Mu. Engkaulah yang telah memelihara kami dengan nikmat yang Engkau berikan kepada kami, dan hanya kepada-Mu semata kami akan kembali dan berpulang.”

3. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 285

Allah ta'ala berfirman:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya

Ayat ini merupakan berita perihal sikap Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, dimana beliau telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepadanya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan Isnad yang shahih dari Anas bin Malik ia mengatakan : Ketika ayat ini turun kepada Nabi maka beliau bersabda :

حُقَّ لَهُ أَنْ يُؤْمِنَ

“Memang sudah seharusnya ia beriman.”


Adapun firman Allah ta'ala :

وَالْمُؤْمِنُونَ

“demikian pula orang-orang yang beriman”

Ayat ini merupakan athaf dari kata الرَّسُولُ yang maknanya : demikian pula orang-orang beriman juga beriman pada Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.


Setelah Allah memberitakan perihal Rasulullah dan orang-orang yang beriman tentang keimanan mereka terhadap Al-Quran, kemudian Allah ta'ala berfirman :

كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ

“Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.”

Yakni orang-orang beriman itu beriman bahwa Allah itu Satu dan Maha Esa, Tunggal , Maha tempat bergantungnya seluruh makhluk, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selainnya dan tidak ada Rabb selain-Nya.

Dan orang-orang beriman itu percaya pada seluruh Nabi dan Rasul, dan kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah dari langit pada hamba-hamba-Nya dari kalangan para Nabi dan Rasul. Mereka tidak membeda-bedakan antara para Nabi dan Rasul yang mereka imani sehingga membuat mereka beriman pada sebagian dan mengingkari sebagian yang lainnya.

Bahkan mereka menyakini bahwa para Nabi dan Rasul adalah orang-orang yang jujur, berbakti, berakal, mendapat petunjuk, dan menunjukkan pada jalan kebaikan, sekalipun sebagian dari mereka menggantikan syariat sebagian yang lain dengan izin Allah, sehingga semua syariat para Nabi dan Rasul digantikan oleh syariatnya Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam, yang mana beliau merupakan penutup para Nabi dan Rasul, dan terjadinya hari kiamat adalah di masa berlakunya syariat beliau dan akan selalu ada segolongan dari umatnya yang membela dan berpegang teguh pada kebenaran (syariat Nabi Muhammad) hingga hari kiamat tiba.


Adapun makna firman Allah ta'ala :

وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا

dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat".

Yakni mereka berkata : “Kami mendengarkan firman-Mu wahai Tuhan kami dan kami memahaminya, dan kami menegakkannya dan mengerjakan amalan sesuai dengan ketentuannya.”


Adapun makna firman Allah ta'ala :

غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

(Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".

Yakni mereka berdoa “Kami memohon ampunan, rahmat, serta belas kasihan kepada-Mu. Hanya kepada engkaulah tempat kembali dan merujuk kelak di hari perhitungan amal (akhirat).”

Setelah mereka memohon ampunan dari Allah maka Allah memberikan ampunan kepada mereka. Di dalam sebuah riwayat disebutkan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِ اللَّهِ: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ} إِلَى قَوْلِهِ: {غُفْرَانَكَ رَبَّنَا} قَالَ: قَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

Dari Ibnu Abbas tentang tafsir firman Allah : “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.” Sampai pada kalimat "Ampunilah kami ya Tuhan kami” maka Allah berfirman : “Aku telah mengampuni kalian.”

4. Pelajaran yang Diambil dari Surat Al-Baqarah ayat 285

Pertama, dalam ayat tersebut Allah mengabarkan perihal sikap Rasulullah dan orang-orang beriman yang beriman dengan Al-Quran yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Sebelum ayat ini turun, para sahabat sempat merasa keberatan dengan turunnya ayat yang sebelumnya karena keimanan dan keyakinan mereka yang sangat kuat.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ketika ayat turunnya QS. Al-Baqarah ayat 284 :

لِّلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Maka ayat ini terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Lalu mereka datang menghadap Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan bersimpuh di atas lutut mereka seraya berkata, : “Wahai Rasulullah, kami telah dibebani amal-amal yang sudah memberatkan kami, yaitu shalat, puasa, jihad, dan zakat, dan kini turunlah ayat ini kepadamu dan kami tidak kuat melaksanakannya.”

Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda : “Apakah kalian hendak mengatakan seperti yang pernah dikatakan oleh ahli kitab sebelum kalian “Kami mendengar dan kami durhaka”? Janganlah seperti itu, akan tetapi katakanlah “Kami mendengar dan kami taat, dan ampunilah kami wahai Rabb kami, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”

Setelah mereka merasa tenang dengan ayat ini dan lisan mereka tunduk terhadap ayat tersebut, maka Allah menurunkan ayat-Nya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". [HR. Ahmad : 9344]

Dari riwayat tersebut kita bisa mengambil pelajaran bagaimana para sahabat beriman kepada ayat Al-Quran yang Allah turunkan. Sehingga Allah turunkan QS. Al-Baqarah ayat 285 ini sebagai pujian atas keimanan mereka.

Begitulah seharusnya sikap kita ketika Al-Quran itu datang kepada kita. Tanpa panjang lebar dan tanpa ragu kita seharusnya beriman dengan apa yang Allah turunkan dengan mendengar, memahami, dan mentaatinya. Bukan pikir-pikir panjang dahulu baru beriman atau bahkan tidak beriman. Apalagi bila langsung menolak dan mengabaikannya tentu ini lebih parah lagi.

Kedua, koneskuensi beriman kepada Allah berarti beriman juga dengan apa yang dikabarkan oleh Allah dalam Al-Quran. Seperti, malaikat, kitab-kitab Allah yaitu Al-Quran dan sebelum Al-Quran (Zabur, Taurat, dan Injil), serta para Nabi dan Rasul yang Allah utus tanpa membeda-bedakan antara mereka, seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad dan yang lainnya alaihimus sholaatu wassalam.

Ketiga, sami'na wa atho'na (mendengar dan taat) dengan apa yang Allah firmankan kepada kita. Inilah sifat sejati orang beriman. Janganlah kita mengikuti jalannya ahli kitab yang telah dimurkai dan disesatkan oleh Allah. Ketika Allah mengambil perjanjian dari mereka dan mengangkat bukit di atas kepala mereka, maka awalnya mereka mendengar namun setelah itu mereka durhaka kepada Allah. Di dalam Al-Quran disebutkan :

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُواۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُم بِهِ إِيمَانُكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).


[QS. Al-Baqarah : 93]

Keempat, jangan lupa untuk memohon ampun kepada Allah, karena betapa banyak kita lalai dari apa yang diperintahkan oleh Allah. Selain itu memohon ampun kepada Allah juga merupakan bentuk betapa lemahnya kita dihadapan Allah. Betapapun kita berusaha mendengar dan mentaati perintah Allah dalam Al-Quran terkadang ada saja hal-hal yang tidak kita dengar dan tidak kita taati.

Maka bertaubatlah dengan kembali mendengar dan taat pada Allah dan memohon ampun kepada Allah karena kita semua akan kembali kepada Allah di hari perhitungan amal. Dan kita berharap semoga dosa-dosa kita diampuni oleh Allah pada hari itu.

D. Tafsir Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah (Ayat 286)

1. Teks dan Terjemah Surat Al-Baqarah Ayat 286

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَاۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ﴿٢٨٦﴾

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (286)

2. Tafsir Ringkas Surat Al-Baqarah Ayat 286

Agama Allah itu mudah dan tidak menyulitkan. Allah tidak menuntut hamba-hambaNya pada sesuatu yang tidak mampu mereka kerjakan. Barang siapa yang melakukan kebaikan maka ia memperoleh kebaikan, dan barang siapa yang melakukan keburukan maka ia memperoleh keburukan. Wahai Rabb kami janganlah Engkau menyiksa kami bila kami lupa terhadap sesuatu yang telah Engkau wajibkan atas kami, dan janganlah Engkau menyiksa kami apabila kami apabila kami melanggar apa yang Engkau larang pada kami. Wahai Rabb kami janganlah Engkau membebani kami dengan amalan-amalan berat sebagai hukuman yang telah Engkau bebankan pada orang-orang durhaka sebelum kami. Wahai Rabb kami janganlah Engkau membebani kami dengan beban-beban dan musibah yang kami tidak sanggup untuk memikulnya. Hapuslah dosa-dosa kami, tutupilah aib-aib kami, berbuat baiklah pada kami, Engkaulah pemegang urusan kami dan pengaturnya, tolonglah kami dari orang-orang yang mengingkari agama-Mu, mengingkari keesaan-Mu, dan mendustakan Nabi-Mu Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam. Dan jadikanlah akibat yang baik bagi kami atas mereka di dunia dan akhirat.

3. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 286

Allah ta'ala berfirman :

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

Ibnu Jarir mengatakan : Ketika turun QS. Al-Baqaraha ayat 285 : “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".” [QS. Al-Baqarah : 285] maka Jibril berkata : “ Sesungguhnya Allah telah memujimu dengan baik dan umatmu, oleh karena itu mintalah maka engkau akan diberi.” Maka ia pun meminta sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” [Tafsir Ath-Thabari]

Ayat tersebut merupakan nasakh atau revisi dari QS. Al-Baqarah ayat 284 yang dikhawatirkan oleh para sahabat, yaitu :

لِّلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.


[QS. Al-Baqarah : 284]

Ayat ini memiliki makna bahwa jika Allah melakukan perhitungan dan hisab terhadap sesuatu yang mampu dihindari oleh seseorang maka ia akan disiksa. Namun jika ia tidak memiliki kemampuan untuk menghindarinya seperti bisikan hati, maka ia tidak akan dibebaninya.

Maka para sahabatpun merasa keberatan dan takut terhadap apa yang disebutkan oleh ayat ini serta takut terhadap hisab Allah yang akan dilakukan atas diri mereka menyangkut semua amal perbuatan mereka yang besar dan yang kecil. Perasaan ini timbul di dalam hati mereka karena keimanan dan keyakinan mereka yang sangat kuat.

Kemudian merekapun mengadu kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang turunnya ayat ini. Maka beliau bertanya kepada para sahabatnya : “Apakah kalian hendak berkata “kami mendengar dan kami durhaka” sebagaimana ahli kitab terdahulu? Janganlah seperti itu, akan tetapi katakanlah “kami mendengar dan kami taat, dan ampunilah kami wahai Rabb kami, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”

Setelah mereka merasa tenang dan Allah telah turunkan keimanan di dalam hati mereka maka turunlah QS. Al-Baqarah ayat 285 yang mengabarkan perihal keimanan Rasulullah dan orang-orang mukmin.

Kemudian setelah mereka melakukan hal tersebut maka Allah merevisi QS. Al-Baqarah ayat 284 dengan ayat 286 : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”


Adapun firman Allah :

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

Yakni ia mendapatkan pahala dari kebaikan yang dilakukannya dan mendapatkan siksa dari kejahatan yang dikerjakannya. Yang demikian itu berlaku atas semua amal perbuatan yang termasuk ke dalam taklif (sesuatu yang dibebankan syariat).


Kemudian Allah subhanahu wata'ala memberikan bimbingan kepada hamba-Nya untuk memohon kepada-Nya, dan Allah menjamin akan mengabulkannya, seperti yang diajarkan oleh Allah kepada mereka melalui firman-Nya :

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.

Maksudnya : jika kami meninggalkan kewajiban karena kami lupa atau jika kami mengerjakan keharaman karena lupa, atau kami keliru dalam mengerjakan suatu amalan yang benar karena ketidaktahuan kami tentang cara yang benar sesuai syariat.

Dari Ibnu Abbas ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari kekeliruan, lupa, dan suatu perbuatan yang dipaksa kepada mereka untuk dikerjakan.” [HR. Ibnu Majah : 2045]


Adapun firman Allah ta'ala :

رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.

Maksudnya : Janganlah Engkau bebani kami dengan amal-amal yang berat, meskipun kami sanggup mengerjakannya, seperti syariat umat-umat terdahulu sebelum kami berupa belenggu dan beban-beban yang dipikul dipundak mereka, yang mana Engkau telah mengutus Nabi-Mu Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sebagai pembawa rahmat dengan mengapus beban tersebut di dalam syariatnya, sebagai agama yang hanif, mudah dan toleran.

Di dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda : “Aku diutus membawa agama yang hanif dan penuh toleransi.”


Adapun firman Allah :

رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya

Maksudnya : Janganlah Engkau berikan beban, musibah, dan cobaan kepada kami dengan yang tidak kuat kami hadapi.


وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا

Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.

وَاعْفُ عَنَّا : Maafkanlah semua kelalaian dan kekeliruan kami yang Engkau ketahui menyangkut perkara antara kami dengan Engkau.

وَاغْفِرْ لَنَا : Ampunilah semua kelalaian dan kekeliruan antara kami dan hamba-hamba-Mu, maka janganlah Engkau tampakkan keburukan-keburukan kami dan amal tercela kami kepada mereka.

وَارْحَمْنَا : Rahmatilah kami, agar dimasa mendatang Engkau tidak jerumuskan kami ke dalam dosa lagi berkat taufik-Mu.


أَنتَ مَوْلَانَا

Engkaulah Penolong kami

Engkau adalah Pelindung dan Penolong kami, hanya kepada Engkaulah kami bertwakkal, dan Engkaulah yang dimintai pertolongan, dan hanya kepada Engkaulah berserah diri, tiada daya dan upaya bagi kami melainkan dengan pertolongan-Mu.


فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir

Maka tolonglah kami dari orang-orang yang ingkar pada agama-Mu, ingkar dengan keesaan-Mu dan risalah Nabi-Mu, dan mereka menyembah pada selain-Mu serta mempersekutukan Engkau dengan seseorang di antara hamba-hamba-Mu. Tolonglah kami terhadap mereka, dan jadikanlah akibat yang terpuji bagi kami atas mereka di dunia dan akhirat.

4. Pelajaran yang Diambil dari Surat Al-Baqarah ayat 286

Pertama, Allah subhanahu wata'ala menyampaikan bahwa Ia tidak membebani kita dengan beban di luar kesanggupan. Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan keluasan yang pastinya kita sanggup menjalankannya. Oleh karena itu hendaknya kita jadikan ayat ini sebagai motivasi agar tetap mengerjakan amal shalih dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah.

Kedua, apabila Allah tetapkan bahwa agama ini mudah maka artinya memang sudah Allah jadikan tabiat manusia itu mudah untuk mengamalkan kebaikan atau beramal saleh. Sebaliknya, karena tabiat manusia adalah mudah untuk beramal saleh maka mengerjakan keburukan adalah perkara yang menyulitkan diri sendiri karena bertentangan dengan tabiat manusia.

Tentu kita pernah merasakan disaat beramal saleh maka hati kita merasa tenang dan nyaman, namun disaat mengerjakan perbuatan buruk maka hati kita selalui dihantui rasa takut dan khawatir.Demikian pula dalam mengamalkan ibadah dalam agama Islam. Ketika kita mengamalkan ibadah sesuai syariat yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya maka kita akan mudah menjalankannya. Namun, apabila kita mengamalkan bid'ah atau ibadah diluar syariat yang ditentukan maka kita akan mempersulit diri sendiri.

Ketiga, Allah ta'ala mengabarkan dalam ayat ini kepada kita bahwa kebaikan yang kita kerjakan maka kita sendiri yang mendapatkan pahalanya, dan keburukan yang kita kerjakan kita pula yang menanggung dosanya.

Ini menunjukkan bahwa kita tidak akan menanggung kebaikan dan keburukan yang diperbuat oleh orang lain. Setiap dari kita hanya akan menanggung amal kita masing-masing. Oleh karenanya hendaknya kita bertanggung jawab atas amal kita masing-masing karena kitalah yang akan dihisab dengan amal kita, bukan orang lain.

Hakikatnya kita tidak bisa memberi pahala atau memikul dosa orang lain. Tetapi kita bisa terkena dampak apabila kita mencontohkan kebaikan atau keburukan pada orang lain. Apabila kita mencontohkan kebaikan pada orang lain lalu orang itu mengamalkan apa yang kita contohkan maka selain orang itu mendapat pahala, kita juga diberikan bonus pahala oleh Allah. Sebaliknya, apabila kita mencontohkan keburukan kepada orang lain lalu orang lain itu meniru apa yang kita contohkan maka selain orang itu mendapat dosa, kita juga mendapatkan dosa karena mencontohkan keburukan.

Keempat, setelah Allah sebutkan tentang karunia Allah berupa agama yang mudah maka Allah mengajarkan doa agar kita selalu membaca doa tersebut.

Doa pertama yang diajarkan adalah doa agar apabila kita meninggalkan kewajiban kita terhadap Allah karena lupa atau melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah maka Allah tidak menyiksa atas dosa tersebut.

Doa yang kedua, Allah mengajarkan kita agar Allah tidak membebani kita dengan beban agama yang berat sebagaimana yang Allah bebankan pada umat-umat sebelum kita meskipun kita sanggup mengerjakannya.

Ini menunjukkan bahwa betapa ringannya agama yang Allah bebankan kepada kita. Oleh karena itu, sungguh durhaka kita kepada Allah apabila kita tidak mau bersyukur dengan beribadah kepada-Nya padahal Allah telah jadikan kita sanggup mengerjakan agama ini.

Kemudian doa yang ketiga Allah ajarkan kita agar tidak diberikan cobaan berat yang tidak sanggup kita pikul. Sekali lagi ini merupakan kasih sayang Allah kepada kita agar kita dihindarkan dari cobaan tersebut. Maka sungguh rugi apabila kita tidak mengamalkan doa tersebut.

Pada doa yang keempat Allah ajarkan kita untuk memohon ampun dari kesalahan yang kita perbuat kepada Allah dan kepada sesama hamba-hamba Allah, serta Allah ajarkan kita doa memohon rahmat dan taufik agar kedepannya kita tidak mengerjakan dosa-dosa yang sebelumnya pernah kita kerjakan dan dapat melaksanakan perintah-Nya dengan mudah.

Allah lah yang Maha Penolong, dan kita bertawakkal hanya kepada Allah. Maka semoga Allah tolong kita dari orang-orang kafir. Dan semoga Allah jadikan kemenangan bagi kita atas mereka di dunia dan akhirat.

Oleh : Adam Rizkala

Refrensi :

  • Tafsir Al-Quran Al-Adzim - Ibnu Katsir rahimahullah
  • Tafsir Muyassar - Kementerian Agama Islam Kerajaan Saudi Arabia
  • Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) – Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pengertian Wahyu Secara Bahasa dan Istilah Menurut Para Ahli

Pengertian Wahyu dalam Al-Quran

Alhamdulillah kita memuji, memohon pertolongan, dan memohon ampun hanya kepadaAllah. Kita berlindung kepada Allah dari buruknya diri dan jeleknya perbuatankita. Barang siapa yang ditunjukkan oleh Allah maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa menunjukkannya.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas pengertian wahyu baik secara bahasa dan istilah yang dikemukakan oleh para ahli atau para ulama. Akan kita bahas pula penggunaan kata wahyu dalam Al-Quran, dan juga bagaimana cara Allah menurunkan wahyu kepada para malaikat, serta kepada para Nabi dan Rasul.

A. Pengertian Wahyu Menurut Para Ahli

1. Pengertian Wahyu Secara Bahasa

Secara bahasa wahyu berasal dari bahasa Arab(الوَحْيُ) yang memiliki arti memberikan isyarat atau pemberitahuan dengan cepat dan tersembunyi. Berikut definisi wahyu secara bahasa menurut para ahli :

Manna Al-Qotthon :

الإعلام الخفي السريع الخاص بمن يوجَّه إليه بحيث يخفى على غيره

Pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan pada orangyang diberitahu tanpa diketahui orang lain.

Doktor Muhammad Ali Al-Hasan :

الوحي مصدر بمعنى الإشارة السريعة الخفية

Wahyu adalah mashdar yang bermakna isyarat yang cepat dan tersembunyi

Ibnu Hajar Al-Asqolani :

وَالْوَحْيُ لُغَةً الْإِعْلَامُ فِي خَفَاءٍ

Wahyu secara bahasa berarti pemberitahuan yang tersembunyi

2. Pengertian Wahyu Secara Istilah Syar'i

Sementara pengertian wahyu secara istilah syar'i yang dikemukakan para ahliadalah sebagai berikut :

Az-Zuhri :

الْوَحْيُ مَا يُوحِي اللَّهُ إِلَى نَبِيٍّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ فَيُثْبِتُهُفِي قَلْبِهِ

Wahyu adalah apa yang diwahyukan kepada para Nabi, kemudian Allah teguhkanwahyu itu di dalam hatinya.

Manna Al-Qotthon :

كلام الله تعالى المُنَزَّلُ على نبي من أنبيائه

Kalam Allah ta'ala yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.

Ibnu Hajar Al-Asqolani :

الْإِعْلَامُ بِالشَّرْعِ

Pemberitahuan tentang syariat.

B. Pengertian Wahyu dalam Al-Quran

1. Pengertian Wahyu Secara Bahasa dalam Al-Quran

Pada pembahasan sebelumnya telah kita ketahui bersama bahwa pengertian wahyu secara bahasa berarti “memberi tahu dengan cepat dan tersembunyi”. Pengertian ini ditunjukkan dalam Al-Quran sebagai berikut :

Yang pertama, wahyu bermakna ilham kepada manusia. Allah ta'ala berfirman :

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ

Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia,


[QS. Al-Qashas : 7]

Terjemahan tekstual “وَأَوْحَيْنَا” dalam ayat tersebut adalah “Kami mewahyukan”. Namun mewahyukan yang dimaksud bukan mewahyukan seperti Allah mewahyukan para Nabi. Namun mewahyukan disini mengandung pengertian mengilhami manusia. Yang mana dalam ayat tersebut Allah ilhamkan kepada ibunya Musa untuk menyusui anaknya.

Yang kedua, wahyu bermakna naluri yang diberikan kepada hewan. Allah ta'alaberfirman :

وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًاوَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",


[QS. An-Nahl : 68]

Dalam ayat tersebut Allah menggunakan kata “وَأَوْحَى” yang artinya adalah mewahyukan. Makna mewahyukan disini adalah ilham dari Allah berupa naluri dan insting yang diberikan kepada hewan. Dalam ayat tersebut Allah memberikan naluri atau insting kepada lebah untuk membuat sarang di bukit, pohon kayu,dan tempat yang dibikin manusia.

Yang ketiga, wahyu bermakna memberi isyarat yang cepat. Allah ta'ala berfirman:

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا

Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.


[QS. Maryam : 11]

Kata “فَأَوْحَى” dalam ayat di atas bermakna memberikan isyarat. Ayat tersebut bercerita tentang Nabi Zakariya yang sedang berpuasa dari berbicara selamatiga hari tiga malam. Sehingga ketika harus menyampaikan pesan kepada kaumnya untuk bertasbih di waktu pagi dan petang ia melakukannya dengan memberi isyarat.

Yang keempat, wahyu bermakna bisikan setan. Allah ta'ala berfirman :

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ

Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu


[QS. Al-An'am : 121]

Yang kelima, wahyu bermakna perintah Allah pada malaikat. Allah ta'alaberfirman :

إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman"


[QS. Al-Anfal : 12]

2. Pengertian Wahyu Secara Syar'i dalam Al-Quran

Menurut istilah syariat wahyu berarti kalam Allah yang diturunkan kepara para Nabi. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat dalam Al-Quran sebagai berikut :

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anakcucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepadaDaud.


[QS. An-Nisa : 163]

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِّتُنذِرَ أُمَّالْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ فَرِيقٌفِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ

Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga,dan segolongan masuk Jahannam.


[QS. Asy-Syura : 7]

C. Cara Turunnya Wahyu Allah

Ternyata wahyu diturunkan oleh Allah melalui beberapa cara. Berikut ini akankita ketahui bersama bagaimana Allah turunkan wahyu kepada Malaikat, para Rasul, dan juga kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.

1. Wahyu Allah Kepada Malaikat

Di dalam Al-Quran dan Al-Hadits disebutkan bahwa Allah berbicara langsung kepada para malaikat ketika menurunkan wahyu. Allah ta'ala berfirman :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi"


[QS. Al-Baqarah : 30]

إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman"


[QS. Al-Anfal : 12]

Dari Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يُوحِيَ بِأَمْرٍ تَكَلَّمَ بِالْوَحْيِ، فَإِذَاتَكَلَّمَ أَخَذَتِ السَّمَاوَاتِ مِنْهُ رَجْفَةٌ مِنْ خَوْفِ اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ، فَإِذَا سَمِعَ ذَلِكَ أَهْلُ السَّمَاوَاتِ، صُعِقُوا وَخَرُّواسُجَّدًا، فَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يَرْفَعُ رَأْسَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِالسَّلَامُ، فَيُكَلِّمُ اللَّهُ مِنْ وَحْيهِ بِمَا أَرَادَ، فَيَنْتَهِي بِهِجِبْرِيلُ عَلَى الْمَلَائِكَةِ، كُلَّمَا مَرَّ بِسَمَاءٍ قَالَ أَهْلُهَا:مَاذَا قَالَ رَبُّنَا يَا جِبْرِيلُ؟ فَيَقُولُ جِبْرِيلُ: قَالَ الْحَقَّ،وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ. قَالَ: فَيَقُولُونَ كُلُّهُمْ مِثْلَ مَا قَالَجِبْرِيلُ، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهِمْ جِبْرِيلُ حَيْثُ أَمْرَهُ اللَّهُ مِنَالسَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Ketika Allah hendak memberikan wahyu maka Ia berbicara dengan wahyu. Ketika Ia berbicara maka bergetarlah langit karena takut pada Allah azza wa jalla. Ketika penghuni langit mendengar hal itu maka merekapun pingsan dan tersungkur bersujud.

Orang yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril 'alaihis-salam, kemudian Allah menyampaikan wahyu itu dengan apa yang ia kehendaki. Kemudian Jibril melewati para Malaikat, maka ketika ia melewati satu langit, para penduduk langit itu bertanya : “Apa yang dikatakan Tuhan kita wahai Jibril?” lalu Jibril menjawab : “Dia mengatakan Al-Haq, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Maka para malaikatpun mengatakan seperti yang dikatakan oleh Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu kepada mereka sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah dari langit dan bumi.


[HR. Ibnu Abi Asim dalam As-Sunnah]

2. Wahyu Allah kepada Para Rasul

Allah ta'ala berfirman :

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِن وَرَاءِحِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُۚ إِنَّهُعَلِيٌّ حَكِيمٌ

Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan diakecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yangDia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.


[QS. Asy-Syura : 51]

Dari ayat tersebut kita mengetahui ternyata Allah tidak berbicara kepada manusia kecuali melalui wahyu, atau di balik hijab, atau Allah mengutus utusan(malaikat) untuk menyampaikan wahyu. Nah, ayat tersebut menunjukkan bahwa jalur diturunkannya wahyu kepada para Nabi dan Rasul adalah sebagai berikut :

Pertama, wahyu diturunkan langsung tanpa perantara kepada para Nabi dan Rasul.Diturunkannya wahyu secara langsung ini melalui dua cara sebagai berikut :

a. Mimpi yang Benar

Diturunkannya wahyu secara langsung adalah melalui mimpi yang benar. Hal iniberdasarkan firman Allah ta'ala dan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam sebagai berikut :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْمَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-samaIbrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".


[QS. Ash-Shaffat : 102]

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhu ia menceritakan :

أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَاإِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ

Awal mula wahyu datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh.


[Muttafaqun 'Alaih]

b. Berbicara Langsung di Balik Hijab

Allah ta'ala ketika menurunkan wahyu kepada Nabi Musa 'alaihis salam langsung berbicara kepada beliau di balik hijab. Allah ta'ala berfirman :

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَۚ قَالَ لَن تَرَانِي وَلَٰكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًاۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "YaTuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepadaEngkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".


[QS. Al-A'raf : 143]

Kedua, wahyu diturunkan melalui perantara malaikat Jibril 'alaihis salam. Diturunkannya wahyu dengan perantara ini melalui dua cara sebagai berikut :

a. Malaikat Mendatangi Nabi

Ketika malaikat mendatangi Nabi maka terdengar suara yang kuat seperti suara gemerincing lonceng. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الجَرَسِ، وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ،فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ

Kadang-kadang datang kepadaku bagaikan gemerincing lonceng, dan itulah yangpaling berat bagiku. Lalu ia pun pergi dan aku telah memahami apa yang telah dikatakannya.


[HR. Bukhari : 2]

Mengenai suara gemerincing lonceng tersebut, Manna Al-Qotthon dalam kitabnya mabahits fii ulumil-quran menjelaskan :

وقد يكون هذا الصوت حفيف أجنحة الملائكة المشار إليه في الحديث : إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِي السَّمَاءِ، ضَرَبَتِ المَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ، كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ

Dan suara tersebut mungkin adalah suara kepakan sayap-sayap para malaikat,seperti yang ditunjukkan di dalam Al-Hadits : Ketika Allah menghendaki suatu perkara di langit, maka para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena tundukpada firman-Nya, (yang suara kepakan itu) bagaikan gemerincing mata rantai diatas batu-batu yang licin.[6]

b. Malaikat Menjelma Sebagai Seorang Lelaki

Cara yang kedua adalah malaikat menjelma menjadi seorang lelaki. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيَ المَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَايَقُولُ

Dan terkadang malaikat itu menjelma sebagai seorang lelaki lalu ia berbicara kepadaku dan aku pun paham apa yang ia katakan.


[HR. Bukhari : 2]

D. Ringkasan

  • Pengertian wahyu secara bahasa : Pemberitahuan yang cepat dan tersembunyi
  • Pengertian wahyu secara istilah : Kalam Allah yang diturunkan kepada paraNabi-Nya
  • Ada 5 makna penggunaan kata “wahyu” secara bahasa dalam Al-Quran (yaitu) :(1) Ilham kepada manusia; (2) Pemberian naluri kepada hewan; (3) Isyarat;(4) Bisikan setan; (5) Perintah kepada malaikat
  • Ketika Allah hendak memberikan wahyu kepada para Malaikat maka Allah berbicara langsung kepada mereka
  • Ketika Allah hendak memberikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul maka : (1)Allah turunkan wahyu secara langsung, baik melalui mimpi atau mengajak berbicara di balik hijab (2) Allah turunkan melalui perantara, yakni Allah sampaikan pada malaikat lalu malaikat itu datang langsung kepada Nabi dan menyampaikan wahyu atau menjelma menjadi seorang lelaki lalu menyampaikan wahyu itu kepada Nabi.

Demikianlah artikel tentang pengertian wahyu menurut para ahli secara bahasadan istilah. Semoga bermanfaat.

Referensi :

  • Mabahits fii Ulumil-Quran oleh Manna Al-Qotthon
  • Al-Manaar fii Ulumil-Quran oleh DR. Muhammad Ali Hasan
  • Al-Itqon fii Ulumil-Quran oleh Jalaluddin As-Suyuthi

Arti Dua Kalimat Syahadat, Makna, Syarat Serta Konsekuensinya

Dua Kalimat Syahadat

Dua kalimat syahadat adalah kalimat yang sangat agung. Dua kalimat syahadat merupakan rukun yang pertama dari kelima rukun Islam. Dua kalimat syahadat juga merupakan syarat apabila seseorang hendak memeluk agama Islam.

Bagi kita seorang muslim, mengucapkan kedua kalimat syahadat adalah hal yang sering dan biasa. Mulai dari melaksanakan shalat, mengumandangkan azan, selepas wudhu, kita selalu mengucapkan dua kalimat tersebut.

Namun, apakah kita sudah tahu makna dan arti dari dua kaliamt syahadat yang biasa kita ucapkan?

Nah, pada artikel ini akan kita ketahui bersma makna dua kalimat syahadat serta konsekuensi bagi orang yang mengucapkan dua kalimat tersebut. Dengan mengetahui arti dua kalimat syahadat inilah kita semakin menghayati kedua kalimat tersebut ketika mengucapkannya.

Sebelum kita melangkah pada pembahasan arti dari kedua syahadat tersebut ada baiknya kita mengetahui apa arti dari “Syahadat” itu sendiri.

A. Makna Syahadat

Syahadat secara bahasa berarti persaksian. Syahadat adalah pernyataan atau ikrar lisan terhadap apa yang diyakini di dalam hati. Orang yang mengucapkan syahadat hanya dengan lisannya tidak bisa dikatakan orang yang bersyahadat. Karena orang munafikpun juga bersyahadat dengan lisannya, namun tidak dengan hatinya. Syahadat mengandung empat hal, yaitu :

1. Ikrar

Ikrar adalah pernyataan tentang apa yang diyakini dalam hati. Ketika seseorang bersyahadat berarti ia telah menyatakan apa yang ia yakini dalam hatinya.

2. Sumpah

Seorang yang bersyahadat berarti ia telah bersumpah bahwa ia bersedia menerima konsekuensi dari apa yang ia ikrarkan. Maka tidaklah sempurna dikatakan orang yang bersyahadat namun tidak menjalankan kosekuensi dari apa yang ia syahadatkan.

3. Janji

Syahadat adalah janji. Seorang yang bersyahadat berarti dia telah berjanji setia terhadap apa yang ia syahadatkan. Orang yang bersyahadat namun ia menarik janji apa yang disyahadatkannya maka ia telah berkhianat terhadap syahadatnya sendiri.

4. Persaksian

Orang yang bersyahadat berarti menjadi saksi atas apa yang ia syahadatkan. Artinya ia menjadi saksi atas pernyataan ikrar, sumpah, dan janji yang ia ucapkan.

B. Makna Kalimat Syahadat yang Pertama

1. Lafal Kalimat Syahadat Pertama dan Maknanya

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Terjemahan : ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah”

Makna : “Aku meyakini dan mengakui bahwa tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah. Aku bersedia menerima segala konsekuensi dan akibat dari apa yang akui dan aku yakini ini. Serta aku bersumpah dan berjanji untuk setia dalam melaksanakan konsekuensi dari pengakuan dan keyakinanku itu, yaitu hanya beribadah kepada Allah semata, dan mengingkari peribadatan yang ditujukan pada selain-Nya.”

2. Rukun لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِّمَّا تَعْبُدُونَ ﴿٢٦﴾

إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ ﴿٢٧﴾

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah,

tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku".


[QS. Az-Zukhruf : 26 - 27]

Dalam ayat tersebut kita dapat meneladani bagaimana Nabi Ibrahim mengingkari apa yang disembah oleh kaumnya dan menetapkan hanya akan menyembah kepada Allah semata yang telah menciptakannya.

Dari ayat tersebut kita mengambil kesimpulan bahwa kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ memiliki dua rukun :

Yang pertama, adalah an-Nafyu, yang artinya peniadaan. Maksudnya mengingkari atau menolak segala sesembahan selain Allah.

Yang kedua, adalah al-Itsbat, yaitu menetapkan. Maksudnya adalah menetapkan bahwa hanya Allahlah satu-satunya yang berhak untuk disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

Kedua hal ini (an-Nafyu dan al-Itsbat), tidak boleh dipisahkan. Karena keduanya merupakan rukun yang apabila dipisahkan maka syahadat Laa Ilaaha Illallaah menjadi tidak sah. Kedua rukun ini juga ditunjukkan dalam firman Allah ta'ala :

فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا

Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus


[QS. Al-Baqarah : 256]

Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ berarti mengingkari Thaghut (sesembahan selain Allah) dan beriman bahwa hanya Allahlah satu-satunya yang berhak untuk disembah.

3. Syarat dan Konsekuensi لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ

Setelah kita ketahui bersama tentang makna dan rukun لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ ternyata kalimat tersebut akan sia-sia kita ucapkan apabila kita tidak memenuhi syarat dan koneskuensinya.

Apabila kita menengok kembali ke zaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, kita mengetahui betapa enggannya orang-orang kafir mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengapa demikian? Karena orang-orang kafir mengetahui betul makna dua kalimat syahadat beserta konsekuensi yang harus mereka jalankan.

Mereka juga mengetahui betul bahwa bersyahadat bukanlah hal begitu seenaknya dipermainkan. Mereka tahu bahwa syahadat ini memiliki koneskuensi yang harus dipenuhi oleh yang mengucapkannya.

Berbeda halnya dengan orang munafik. Mereka tidak memperdulikan konsekuensi dari dua kalimat syahadat yang mereka ucapkan. Mereka berdusta dalam syahadatnya, hanya mengucapkan syahadat dengan lisannya saja, namun tidak dengan hatinya. Allah ta'ala berfirman :

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.


[QS. Al-Munafiqun : 1]

Nah, tentu disini kita tidak ingin seperti orang-orang munafik yang mempermainkan kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ. Oleh karena itu mari kita pelajari bersama apa saja syarat dan konesekuensi dari kalimat syahadat yang pertama agar kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ itu tidak sia-sia kita ucapkan dan membuahkan keselamatan di dunia maupun di akhirat.

Pertama adalah mengetahui. Orang yang mengucapkan لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ harus mengetahui makna dari apa yang ia ucapkan. Allah ta'ala berfirman :

فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah


[QS. Muhammad : 19]

Percuma saja apabila kita mengucapkan لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ akan tetapi tidak mengetahui maknanya. Seperti ucapan bayi yang baru bisa berbicara, ia hanya meniru-niru ucapan namun tidak mengetahui maknanya.

Kedua adalah meyakini. Apabila kita mengucapkan kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ maka kita harus yakin terhadap apa yang kita ucapkan. Artinya kita benar-benar meyakini bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Allah ta'ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.


[QS. Al-Hujurat : 15]

Apabila kita mengucapkan kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ akan tetapi ragu maka sama halnya dengan orang munafik. Hanya berucap tetapi tidak meyakininya di dalam hati. Hal ini dikarenakan ada penyakit keraguan di dalam hati orang-orang munafik. Allah ta'ala berfirman :

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya


[QS. Al-Baqarah : 10]

Ketiga adalah ikhlash. Ikhals secara bahasa artinya memurnikan. Orang yang mengucapkan لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ berarti memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah semata dan tidak berpaling pada selain Allah. Allah ta'ala berfirman :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus


[QS. Al-Bayyinah : 5]

Dari ayat tersebut kita mempelajari bahwasanya kita harus ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Janganlah kita beribadah namun disitu diiringi riya' atau agar dilihat orang lain. Namun, hendaknya kita benar-benar memurnikan ibadah kita untuk Allah ta'ala.

Keempat adalah jujur. Jujur adalah kesesuaian antara keyakinan, ucapan, dan juga perbuatan. Seorang yang bersyahadat harus jujur atas syahadat yang ia ucapkan. Allah ta'ala berfirman :

الم ﴿١﴾

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾

Alif laam miim

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.


[QS. Al-Ankabut : 1-3]

Janganlah kita seperti orang munafik yang berdusta dalam syahadatnya. Mereka bersyahadat hanya bertujuan untuk menipu Allah dan orang-orang beriman. Padahal sejatinya merekalah yang tertipu dengan dirinya sendiri. Allah ta'ala berfirman :

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.


[QS. Al-Baqarah : 9]

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.


[QS. An-Nisa' : ]

Kelima adalah cinta. Orang iman yang sejati adalah orang yang lebih mencintai Allah dibandingkan yang lain-Nya. Rasa cintanya kepada Allah mengalahkan rasa cinta pada selain-Nya. Allah ta'ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.


[QS. Al-Baqarah : 165]

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.


[QS. At-Taubah : 24]

Konsekuensi dari cinta kepada Allah adalah juga mecintai apa saja yang Allah perintahkan untuk dicintai, seperti mencintai Rasul-Nya, mencintai agama Islam, mencintai orang-orang beriman, dan juga yang lainnya.

Konsekuensi dari cinta kepada Allah juga adalah membenci apa saja yang dibenci oleh Allah, seperti membenci kesyirikan dan kekufuran, membenci musuh-musuh Allah, dan lain sebagainya. Allah ta'ala berfirman :

لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.


[QS. Ali Imran : 28]

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.


[QS. Al-Mumtahanah : 9]

Keenam adalah tunduk. Apabila kita mengaku sebagai orang yang bersyahadat “bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah” maka wajib bagi kita untuk tunduk dengan kalimat tersebut.

Artinya kita wajib tunduk atas apa yang Allah perintahkan meskipun itu berlawanan dengan keinginan kita. Karena ketundukan merupakan wujud kita benar-benar menyembah hanya kepada Allah.

Orang yang mengakui Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah harus berserah diri kepada-Nya dengan tunduk, menyerah, tidak melawan, dan tidak membangkang terhadap apapun yang Allah perintahkan kepadanya. Allah ta'ala berfirman :

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya


[QS. Az-Zumar : 54]

Ketujuh adalah menerima. Seorang yang bersyahadat harus menerima dengan lapang dada atas kandungan dan konsekuensi dari kalimat “لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ” yang ia ucapkan. Dalam hal ini hendaknya ia menerima apa saja yang datang dari Allah.

Jangan sampai kita sombong seperti orang-orang kafir yang tidak mau menerima kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ. Allah ta'ala berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ ﴿٣٥﴾

وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ ﴿٣٦﴾

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,

dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"


[QS. Ash-Shaffat : 35 -36]

Kedelapan adalah mengingkari sesembahan selain Allah. Jika kita sudah mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah maka konsekuensinya adalah mengingkari segala sesembahan selain Allah. Allah ta'ala berfirman :

فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا

Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus


[QS. Al-Baqarah : 256]

C. Makna Kalimat Syahadat yang Kedua

1. Lafal Kalimat Syahadat Kedua dan Maknanya

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ

Terjemahan : ”Dan aku bersaksi bahwa bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Makna : “Aku meyakini dan mengakui secara lahir dan batin bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah yang diutus kepada jin dan manusia secara keseluruhan. Aku siap menerima dan melaksanakan konsekuensi dari keyakinanku ini, yaitu mentaati beliau, membenarkan ucapan beliau, menjauhi larangan beliau, beribadah kepada Allah dengan yang beliau ajarkan, serta memposisikan beliau sebagai hamba bukan sesembahan.”

2. Rukun مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ

Allah ta'ala berfirman :

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ

“Muhammad itu adalah utusan Allah”


[QS. Al-Fath : 29]

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran)


[QS. Al-Kahfi : 1]

Dari kedua ayat tersebut kita mengambil pelajaran bahwa ada dua rukun dalam kalimat syahadat tersebut.

Yang pertama, adalah mengakui kerasulan beliau, yakni meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam adalah utusan Allah. Maka kita juga harus meyakini bahwa risalah yang beliau bawa adalah risalah yang sempurna. Demikian pula ibadah beliau kepada Allah juga yang paling sempurna.

Yang kedua, adalah meyakini bahwa beliau adalah hamba Allah. Kita harus meyakini bahwa beliau adalah hamba dan makhluk yang paling sempurna akhlaknya. Namun, tidak boleh kita memposisikan beliau sebagai Tuhan yang disembah. Karena beliau adalah manusia, hanya saja beliau diberikan kemuliaan oleh Allah dengan diturunkannya wahyu kepada beliau.

3. Syarat dan Konsekuensi مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ

Sama seperti kalimat syahadat yang pertama, bahwa kalimat syahadat yang kedua juga memiliki syarat dan konsekuensi yang harus dijalankan. Apabila kita tidak menjalankan syarat dan konsekuensi syahadat yang kedua ini maka sia-sialah syahadat kita. Bahkan akan berujung celaka kelak di akhirat.

Berikut ini syarat dan konsekuensi dari kalimat syahadat kedua yang harus kita kerjakan :

Yang pertama, adalah membenarkan apa yang beliau kabarkan. Apabila kita mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah maka kita harus percaya apa yang dikabarkan oleh beliau meskipun bertentangan dengan akal kita. Karena apa yang beliau sabdakan bukan berasal dari hawa nafsunya, melainkan merupakan wahyu dari Allah. Allah ta'ala berfirman :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).


[QS. An-Najm : 3-4]

Yang kedua, adalah taat pada apa yang beliau perintahkan. Mentaati perintah yang datang dari Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam merupakan perintah dari Allah. Allah ta'ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.


[QS. An-Nisa : 59]

Dalam ayat tersebut, selain taat kepada Allah, Allah juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada Rasul-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa taat kepada Rasul-Nya juga merupakan konsekuensi dari syahadat yang pertama.

Yang ketiga, adalah menjauhi apa yang beliau larang. Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.


[QS. Al-Hasyr : 7]

Yang keempat, tidak boleh menyembah Allah kecuali dengan cara yang beliau syariatkan. Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam adalah syariat yang sempurna. Allah ta'ala berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.


[QS. Al-Maidah : 3]

Ayat ini menunjukkan bahwa agama yang Allah turunkan kepada beliau sudah beliau sampaikan secara sempurna kepada manusia. Tidak ada satupun agama Allah yang beliau sembunyikan dari kita.

Oleh karena itu, kita tidak boleh membuat syariat baru atau cara ibadah baru dalam Islam. Karena perkara baru dalam syariat Islam meskipun terlihat baik, tidak akan diterima oleh Allah.

Selain itu, mengikuti apa yang beliau bawa tanpa mengurangi dan menambahnya adalah bukti cinta kepada Allah. Apabila kita cinta pada Allah, seharusnya kita mengikuti cara beliau dalam beribadah. Karena ibadah beliau adalah ibadah yang paling sempurna yang harus kita ikuti. Allah ta'ala berfirman :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,


[QS. Ali Imran : 31]

Demikianlah makna dan arti dua kalimat syahadat serta syarat dan konsekuensi yang harus dijalankan. Apabila ada kekurangan mohon kami memohon maaf dan kritik serta sarannya. Semoga Allah menjadikan artikel ini bermanfaat kepada diri kami dan juga umat Islam pada umumnya.

Kumpulan Hadits Tentang Keutamaan Wudhu dalam Islam


Kumpulan Hadits Tentang Keutamaan Wudhu
Hadits Shahih Tentang Keutamaan Wudhu
Wudhu adalah salah satu syariat dalam Islam yang merupakan syarat untuk melaksanakan ibadah shalat dan thawaf mengelilingi ka’bah. Tahukah Anda? Ternyata banyak sekali keutamaan wudhu yang jarang kita ketahui. Berikut ini akan kita kaji bersama hadits-hadits tentang keutamaan wudhu, mulai dari keutamaan menjaga wudhu, menyempurnakan wudhu, keutamaan wudhu ketika di hari kiamat dan lain sebagainya.

Dzikir Pagi dan Petang Sesuai Sunnah dan Artinya


Dzikir Pagi Petang Sesuai Sunnah Beserta Artinya
Dzikir Pagi Petang Sesuai Sunnah Beserta Artinya
Dzikir adalah salah satu amalan yang paling ringan diucapkan namun sangat berat di timbangan amal. Seorang muslim diperintahkan untuk senantiasa berdzikir dan mengingat Allah agar Allah juga mengingatnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
 
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
 
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu
[QS. Al-Baqarah : 152]
 
Salah satu dzikir yang dianjurkan di dalam Islam adalah dzikir pagi dan petang. Allah ta’ala berfirman :
 
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
 
bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi
[QS. Ghafir : 55]
 
Kali ini, akan kami paparkan beberapa dzikir pagi petang yang diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam secara shahih. Kita bisa mengamalkan salah satu atau beberapa dzikir di bawah ini atau bahkan diamalkan semuanya bila mampu.

Pengertian Thaharah, Jenis dan Macamnya Serta Tata Caranya

Pengertian Thaharah, Jenis dan Macamnya Serta Tata Caranya
Tata Cara Thaharah
Bismillah walhamdulillah, wash-sholaatu was-salaamu ‘ala rasulillah wa’ala aalihi wasahbihi waman-waalah. Pelajaran fikih kali ini, kita akan bahas bersama pengertian thaharah menurut bahasa dan istilah, apa saja jenis-jenis thaharah dan macam-macamnya, hukum thaharah dalam Islam beserta dalilnya, urgensi thaharah, bagaimana tata cara thaharah atau bersuci, baik itu bersuci dari hadats maupun najis.

A. Pengertian Thaharah

Adapun definisi thaharah (الطَّهَارَةُ) menurut bahasa atau etimologi adalah :

النظافة، والنزاهة من الأقذار

Bersih dan suci dari kotoran[1]

Adapun definisi thaharah secara istilah atau terminologi adalah :

رفع الحَدَث، وزوال الخَبَث

Mengangkat hadats dan menghilangkan najis[2]

B. Jenis dan Macam Thaharah

Thaharah ada dua jenis, yaitu thaharah indrawi dan thaharah maknawi. Syaikh Shalih Al-Fauzan mendefinisikan thaharah adalah bersih dan suci dari kotoran baik itu indrawi maupun maknawi, beliau berkata :

ومعنى الطهارة لغة النظافة والنزاهة عن الأقذار الحسية والمعنوية

Thaharah secara bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran baik secara indrawi maupun maknawi[3]

1. Pertama : Thaharah Indrawi

Thaharah Indrawi adalah bersuci yang dilakukan dengan menghilangkan hadats dan najis. Thaharah indrawi ada dua macam yaitu :
  • Thaharah Hukmiyyah (Bersuci dari Hadats)
  • Thaharah Haqiqiyyah (Bersuci dari Najis)

Bersuci dari Hadats :

Hadats adalah sebuah keadaan atau sifat yang menempel pada badan seseorang dimana ia terhalang dari ibadah shalat dan ibadah lainnya yang mempersyaratkan suci dari hadats. Hadats sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
  • Hadats Besar
  • Hadats Kecil
Adapun hadats besar adalah hadats yang ada pada seluruh tubuh. Diantara penyebabnya adalah : berhubungan seksual, haid, nifas, dsb.

Sedangkan hadats kecil adalah hadats yang ada pada anggota wudhu. Hadats ini disebabkan oleh : buang air kecil, buang air besar, kentut, keluar air madzi dan lain-lain.

Bersuci dari Najis :

Najis adalah benda menjijikkan atau kotor menurut syariat yang menghalangi seseorang dari sahnya shalat. Apabila seseorang terdapat benda najis yang menempel pada badan, pakaian, ataupun tempat shalatnya maka shalatnya tidak sah dan sebelum shalat hendaknya ia sucikan terlebih dahulu. Adapun benda-benda najis tergolong menjadi tiga :
  • Najis Mugholadzoh (Najis Berat) : seperti air liur anjing.
  • Najis Mutawasitthoh (Najis Pertengahan) : seperti air kencing dan tinja manusia serta hewan yang tidak dimakan dagingnya seperti tikus, kucing dsb, bangkai (kecuali kulitnya yang sudah disamak), air madzi, air wadi, sesuatu yang menjijikkan dan banyak seperti darah yang mengucur, darah haid, nanah, muntahan dsb.
  • Najis Mukhaffafah (Najis Ringan) : seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan.

2. Kedua : Thaharah Maknawi

Thaharah Maknawi yaitu mensucikan hati dari segala dosa dan maksiat baik itu syirik, dengki, sombong, ujub, riya, dendam dan segala sesuatu yang mengotorinya. Thaharah ini jauh lebih penting karena thaharah indrawi tidak akan terwujud kecuali suci dari syirik. Allah ta’ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis
[QS. At-Taubah : 28]

C. Hukum dan Dalil Thaharah dalam Islam

Thaharah atau bersuci hukumnya wajib dalam Islam. Hal ini berdasarkan dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah berikut ini :

Dalil-dalil Thaharah dalam Al-Quran


وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

dan jika kamu junub maka bersucilah (mandilah)
[QS. Al-Maidah : 6]

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

dan pakaianmu bersihkanlah
[QS. Al-Mudats-tsir : 4]

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri
[QS. Al-Baqarah : 222]

Dalil-dalil Thaharah dalam As-Sunnah

مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ

Kuncinya shalat adalah bersuci
[HR. Abu Dawud : 618]

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ

Shalat tidak diterima tanpa bersuci
[HR. Tirmidzi : 1]

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ

Bersuci adalah setengah dari iman
[HR. Muslim : 223]

D. Tata Cara Thaharah Atau Bersuci

Tata Cara Bersuci dari Hadats Kecil

Adapun tata cara bersuci dari hadats kecil adalah cukup dengan berwudhu. Adapun tata cara praktisnya adalah sebagai berikut :
  • Niat di dalam hati untuk menghilangkan hadats kecil
  • Membaca basmalah
  • Apabila baru bangun dari tidur dianjurkan membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya dalam wadah air sebanyak tiga kali
  • Berkumur dan menghirup air ke hidung
  • Membasuh wajah dari dahi bagian atas hingga akhir janggut dan dari pelipis telinga kanan hingga pelipis telinga kiri dan dianjurkan menyela-nyela janggut ketika membasuh wajah.
  • Membasuh kedua tangan mulai dari ujung jari hingga siku, dimulai dari tangan kanan dan dianjurkan untuk menyela-nyela jari
  • Mengusap kepala dari ubun-ubun hingga tengkuk.
  • Dianjurkan untuk mengusap kedua telinga luar maupun dalam.
  • Membasuh kedua kaki dari ujung jari dengan menyela-nyelanya hingga kedua mata kaki dari kaki sebelah kanan.
Catatan : Saat membasuh anggota tubuh minimal dilakukan 1x dan disunnahkan maksimal sampai 3x kecuali mengusap kepala yang cukup 1x. Tata cara ini wajib dilakukan dengan berurutan dan berkesinambungan tidak diputus-putus atau disela-sela kegiatan lain yang memakan waktu lama kecuali ada udzur seperti airnya habis dan sebagainya.

Tata Cara Bersuci dari Hadats Besar

Adapun tata cara bersuci dari hadats besar adalah dengan mandi. Adapun rukun mandi ini hanya dua yaitu : niat dan membasuh seluruh tubuh (termasuk lipatan-lipatan tubuh yang tersembunyi) dengan air. Sementara mandi yang sempurna tata cara praktisnya adalah sebagai berikut :
  • Niat dalam hati untuk menghilangkan hadats besar
  • Membaca “bismillah”
  • Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya dalam wadah air.
  • Dimulai dengan membersihkan kotoran yang menempel pada kemaluan maupun tubuh yang lainnya, seperti bekas air mani, darah haid dan semacamnya.
  • Selanjutnya berwudhu seperti berwudhu untuk melaksanakan shalat tanpa membasuh kedua kaki (karena ini diakhirkan saat mandi), namun boleh juga dilakukan di awal.
  • Mencelupkan kedua tangan ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambut dengan kedua tangan hingga basah sembari membersihkan kepalanya.
  • Setelah itu mengguyurkan tubuh yang sebelah kanan dengan air dan membersihkannya dari atas hingga bawah.
  • Lalu dilanjutkan mengguyurkan tubuh bagian kiri dengan air dan membersihkannya dari atas hingga bawah.
  • Pastikan seluruh tubuh sudah bersih dan terkena air, termasuk lipatan ketiak, pantat, pusar, selangkangan, kerutan lutut, kerutan sikut dan bagian tersembunyi lainnya.
  • Setelah itu membersihkan kedua kakinya dengan didahului kaki kanan.

Tata Cara Bersuci dengan Tayammum

Apabila seseorang tertimpa hadats baik besar maupun kecil sementara ia dalam keadaan sakit atau tidak menemukan air maka diperbolehkan untuk bertayammum. Adapun tata caranya sangat mudah, yakni :
  • Niat
  • Membaca basmalah
  • Menepukkan kedua telapak tangan ke atas tanah atau benda berdebu yang suci
  • Mengusap wajah
  • Mengusap kedua tangan

Tata Cara Mensucikan Najis Mugholladzoh

Adapun tata cara mensucikan benda dari najis mugholladzoh adalah dengan membasuhnya sebanyak 7x dan basuhan pertamanya adalah dengan tanah.

Tata Cara Mensucikan Najis Mutawassithoh

  • Pertama : Apabila najis berada di atas permukaan tanah atau lantai maka cara mensucikannya adalah dengan mengguyurnya atau menyiramnya dengan air sekali saja hingga najisnya lenyap. 
  • Kedua : Apabila najis berada pada selain tanah seperti kain, pakaian dan sebagainya maka cara mensucikannya adalah dengan menghilangkannya hingga tidak tersisa warna, bau dan rasanya. 
  • Adapun tata caranya adalah dicuci dengan air kemudian diperas hingga lenyap dan tidak menyisakan bekas najisnya. 
  • Adapun mensucikan menggunakan alat suci selain air seperti tanah, batu, tisu, dan semacamnya ini terdapat perselisihan pendapat ulama. 
  • Namun, pendapat yang lebih kuat adalah dibolehkan, seperti beristinja’ dengan batu, membersihkan najis di bawah alas kaki dengan menginjakannya ke atas tanah, membersihkan najis yang ada pada pakaian bawah wanita dengan menyeretnya di atas tanah, dan sebagainya. 
  • Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa : “Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah apabila najis itu hilang kapapun dengan cara apapun, maka hilang pula hukum najisnya. Karena hukum terhadap sesuatu jika penyebabnya telah hilang maka hilang pula hukumnya. Namun, tidak boleh menggunakan makanan dan minuman untuk menghilangkan najis tanpa keperluan. Karena hal ini menimbulkan mafsadat pada harta dan juga tidak boleh beristinja’ dengan keduanya.” 
  • Ketiga : Apabila najis berada di bawah sepatu atau alas kaki atau pakaian bawah wanita, baik itu najis yang basah maupun najis yang kering, maka cukup mengusapkan atau menyeretnya di atas tanah.

Tata Cara Mensucikan Najis Mukhoffafah

Najis mukhoffafah cukup disucikan dengan percikan air saja. Adapun air madzi ini ada perselisihan pendapat apakah cukup dipercikkan air atau harus dicuci. Untuk lebih hati-hatinya maka lebih baik dicuci.

Demikianlah pembahasan pengertian thaharah menurut bahasa dan istilah berserta macam-macamnya dan tata caranya para artikel singkat ini. Semoga pembahasan yang ringkas ini dapat mudah difahami dan diamalkan para oleh pembaca.

Adapun pembahasan rinci mengenai fiqih wudhu, mandi, dan tayyammum serta jenis-jenis air yang dapat digunakan untuk bersuci Insya Allah akan kita bahas pada artikel selanjutnya.

Akhir kata,.. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan artikel ini sebagai amal jariyyah bagi kami dan bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin. Amiin.

Oleh : Adam Rizkala


[1] Fiqih Muyassar fi Dhou’il-Kitab was-Sunnah, hlm 1
[2] Fiqih Muyassar fi Dhou’il-Kitab was-Sunnah, hlm 1
[3] Mulakhosh Al-Fiqhiy, hlm 16