Nasehat Islami : Hindari Pedebatan di Media Sosial Meskipun Kamu Benar!
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 8/07/2019
![]() |
Media sosial memang merupakan sebuah sarana yang mudah memicu
perdebatan. Betapa banyak kita jumpai di media sosial orang-orang yang berdebat,
terutama menyangkut masalah agama dan politik.
Bahkan ada yang
bangga dapat mengalahkan lawan debatnya. Padahal, belum tentu lawan debatnya
benar-benar kalah. Bisa jadi ia sengaja mengalah dalam berdebat karena memang
tau bahwa berdebat di sosial media adalah hal yang sia-sia.
Tahukah engkau,
wahai saudaraku? Jika engkau terus meladeni lawan debatmu maka sesungguhnya
perdebatan tidak akan pernah berhenti. Apalagi apabila lawanmu adalah orang
bodoh yang tidak memahami dasar-dasar keilmuan.
Maka tinggalkanlah segera perdebatan itu..!
Tak mengapalah
engkau terlihat kalah, karena hal itu sama sekali tidak menurunkan derajatmu di
sisi Allah. Justru engkau adalah orang yang mulia karena engkau lebih takut
kepada Allah dibandingkan takut dianggap kalah oleh lawan debatmu.
Ingatlah bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangatlah membenci perdebatan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan :
خَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ
يَخْتَصِمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأُ فِي وَجْهِهِ، حَبُّ
الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ: بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا
خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُونَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ
الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ
Suatu ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menjumpai
para sahabatnya yang sedang berdebat tentang masalah qodar, maka wajah
beliaupun memerah seperti buah rumman karena marah.
Beliaupun bersabda : “Untuk inikah kalian diperintah? Untuk inikah
kalian diciptakan? Membentur-benturkan sebagian Al-Quran dengan sebagian yang
lain? Karena inilah umat sebelum kalian hancur!”
(HR. Ibnu Majah : 85)
Kebanyakan
perdebatan di media sosial yang ada adalah debat kusir, bukan debat ilmiah yang
mengedepankan adab-adab dalam berdebat. Setidaknya ada lima kerugian yang akan
kita peroleh apabila berdebat di media sosial :
Pertama, berdebat di media
sosial hanya akan menyia-nyiakan waktumu yang bermanfaat.
Kita sendiri
menyadari bahwa media sosial adalah sebuah sarana yang tidak membatasi ruang
dan waktu. Kapanpun dan dimanapun kita bisa berdebat disana tanpa henti, tanpa
batasan, bahkan tanpa aturan.
Oleh karena
itu, bila engkau adalah seorang muslim yang baik, maka mengalah dan menghindari
perdebatan adalah cerminan kebaikan seorang muslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersadaba :
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ
تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
Sesungguhnya
diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat
baginya.
(HR.
Tirmidzi : 2318)
Kedua, berdebat dapat mengeraskan hatimu. Karena kebanyakan
perdebatan yang terjadi di media sosial tujuannya adalah untuk mengalahkan
lawan debatnya.
Perdebatan
yang memperhatikan adab adalah perdebatan yang mencari kebenaran. Apabila dalam
perdebatan ternyata argumen lawan lebih kuat maka kita wajib mengikuti argumen
tersebut.
Berbeda
dengan perdebatan yang tidak memperhatikan aturan-aturan dan adab. Perdebatan
model seperti inilah yang sering terjadi di media sosial. Yang dijadikan tujuan
adalah kekalahan lawan.
Apabila
argumen mulai melemah maka yang dicari adalah pembenaran demi pembenaran karena
sakit hati dan berniat untuk membalas. Akhirnya hatinya mengeras, sulit
menerima kebenaran, karena gengsi apabila ternyata lawan debatnyalah yang
argumennya benar.
Akibatnya
merekapun terus menerus dalam kesesatan karena tidak mau menerima kebenaran. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
مَا ضَلَّ
قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوتُوا الجَدَلَ، ثُمَّ تَلاَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الآيَةَ: {مَا ضَرَبُوهُ
لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ}
“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan
hidayah kecuali karena mereka suka mendebat.”
Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
membaca ayat : “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum
yang suka bertengkar:” [QS. Az-Zukhruf : 58]
(HR.
Tirmidzi : 3253)
Ketiga, bila orang berilmu berdebat melawan orang bodoh maka
hanya akan menyisakan amarah dan rasa kesal. Betapapun orang bodoh didebat mereka
tetap tidak akan mengerti, karena mereka belum mengerti dasar-dasar dan
kaidah-kaidah ilmu.
Sebaliknya,
apabila orang bodoh berdebat dengan orang berilmu maka hanya akan menyisakan
kesombongan. Karena ia merasa telah mengalahkan lawan debatnya yang lebih
berilmu.
Akhirnya
karena ia merasa telah menang, ia tidak butuh ilmu dari orang-orang yang
berilmu. Ia sudah merasa lebih pintar dari mereka karena telah berhasil
mengalahkan mereka dalam perdebatan.
Maka
dari itu, tugas orang berilmu adalah mengajarkan pada yang bodoh. Sementara
tugas orang bodoh adalah belajar dari orang yang berilmu. Bukan saling
berdebat!!
Keempat, perdebatan dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Apalagi di media sosial yang kita sendiri belum tentu kenal dengan lawan debat
kita.
Allah
ta’ala berfirman :
وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ
هُوَ ۚ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ
إِلَّا جَدَلًا ۚ
بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ
Dan mereka berkata:
"Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak
memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja,
sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.
(QS.
Az-Zukhruf : 58)
Ayat ini juga
menggambarkan rusaknya kerangka berfikir orang-orang yang bodoh. Mereka sengaja
menafsirkan firman Allah :
إِنَّكُمْ
وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ
Sesungguhnya kamu
dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk
ke dalamnya.
(QS.
An-Anbiya’ : 58)
Bahwa segala
sesuatu yang disembah selain Allah juga menjadi umpan neraka Jahannam, baik itu
para Malaikat, para Nabi, dan orang-orang shalih. Maka merekapun menyimpulkan
bahwa para Malikat, Para Nabi dan selainnya juga menjadi umpan di neraka
jahannam.
Padahal khitab
pada ayat tersebut itu ditujukan pada penyembah berhala dan berhala-berhala
mereka, bukan para Nabi. Karena ungkapan dari ayat tersebut adalah ditujukan
pada benda-benda mati yang disembah selain Allah, bukan benda hidup.
Lagi pula
mereka sendiri bukanlah penyembah Nabi Isa, melainkan mereka hanyalah penyembah
berhala-berhala yang sedikitpun tidak mampu memberikan manfaat dan kerugian kepada
mereka.
Mereka
sendiripun sebetulnya sudah tau pengertian yang benar tentang ayat itu. Oleh
karena itulah tujuan mereka mengatakan أَآلِهَتُنَا
خَيْرٌ أَمْ هُوَ
(Manakah
yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?") hanyalah
untuk membantah semata, bukan mencari kebenaran.
Kelima, orang yang keras berdebatnya
adalah orang yang dimurkai oleh Allah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
إِنَّ أَبْغَضَ
الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الخَصِمُ
Seseorang yang paling dimurkai oleh Allah adalah yang paling keras berdebatnya.
(HR. Bukhari : 2457)
Keutamaan Meninggalkan Perdebatan
Berdebat terkadang memang seru.
Apalagi kalau lawan debatnya sudah mulai terlihat kalah. Akan tetapi, sejatinya
itu adalah keburukan. Karena, justru yang meninggalkan perdebatan itulah yang
sejatinya lebih mulia.
Orang yang meninggalkan perdebatan
yang tidak bermanfaat (apalagi di sosial media) akan diberikan keutamaan-keutamaan
yang agung.
Pertama, orang yang
meninggalkan perdebatan dijanjikan rumah disurga. Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ
فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
Aku menjamin rumah di tepi surga bagi
siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun berada di pihak yang benar.
(HR. Abu Dawud : 4800)
Kedua, orang yang
meninggalkan perdebatan merupakan tanda baiknya keislaman seseorang. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ
تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
Sesungguhnya
diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat
baginya.
(HR.
Tirmidzi : 2318)
Ketiga, orang yang meninggalkan perdebatan merupakan sifat ibadurrahman
(hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah). Allah ta’ala berfirman :
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلَامًا
Dan hamba-hamba
Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(QS.
Al-Furqon : 63)
Akhir Kata
Oleh karena itu
wahai saudaraku! Apabila engkau sudah mengetahui betapa meruginya meladeni
perdebatan di media sosial dan betapa beruntungnya meninggalkan berdebatan,
maka tinggalkanlah perdebatan!
Janganlah
engkau malu hanya karena dianggap kalah oleh manusia! Ingatlah cacian manusia
hanyalah sebatas lisannya! Cacian tidak akan dapat merubah kemuliaanmu di
hadapan Allah bila engkau adalah orang yang bertakwa.
Hendaknya
engkau malu kepada Allah karena engkau adalah hamba yang dibenci oleh-Nya bila
engkau terus berdebat.
Saudaraku! Kewajiban
kita adalah memberikan nasehat. Apabila ada kalimat kemungkaran maka cukuplah bantah
dengan bantahan yang baik. Allah ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي
هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik.
(QS.
An-Nahl : 125)
Namun, jika
mereka malah membalas dan mendebat nasehat dan bantahan kita maka tinggalkan
majelis perdebatan itu!
Oleh : Adam Rizkala
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan komentar yang mencerminkan seorang muslim yang baik :)