MENU

Nasehat Islami : Hindari Pedebatan di Media Sosial Meskipun Kamu Benar!

Gambar Hindari Perdebatan Meskipun Benar


Media sosial memang merupakan sebuah sarana yang mudah memicu perdebatan. Betapa banyak kita jumpai di media sosial orang-orang yang berdebat, terutama menyangkut masalah agama dan politik.

Bahkan ada yang bangga dapat mengalahkan lawan debatnya. Padahal, belum tentu lawan debatnya benar-benar kalah. Bisa jadi ia sengaja mengalah dalam berdebat karena memang tau bahwa berdebat di sosial media adalah hal yang sia-sia.

Tahukah engkau, wahai saudaraku? Jika engkau terus meladeni lawan debatmu maka sesungguhnya perdebatan tidak akan pernah berhenti. Apalagi apabila lawanmu adalah orang bodoh yang tidak memahami dasar-dasar keilmuan.

Maka tinggalkanlah segera perdebatan itu..!

Tak mengapalah engkau terlihat kalah, karena hal itu sama sekali tidak menurunkan derajatmu di sisi Allah. Justru engkau adalah orang yang mulia karena engkau lebih takut kepada Allah dibandingkan takut dianggap kalah oleh lawan debatmu.

Ingatlah bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangatlah membenci perdebatan. Dalam sebuah riwayat disebutkan :

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ يَخْتَصِمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأُ فِي وَجْهِهِ، حَبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ: بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُونَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ

Suatu ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar menjumpai para sahabatnya yang sedang berdebat tentang masalah qodar, maka wajah beliaupun memerah seperti buah rumman karena marah.

Beliaupun bersabda : “Untuk inikah kalian diperintah? Untuk inikah kalian diciptakan? Membentur-benturkan sebagian Al-Quran dengan sebagian yang lain? Karena inilah umat sebelum kalian hancur!”
(HR. Ibnu Majah : 85)

Kebanyakan perdebatan di media sosial yang ada adalah debat kusir, bukan debat ilmiah yang mengedepankan adab-adab dalam berdebat. Setidaknya ada lima kerugian yang akan kita peroleh apabila berdebat di media sosial :

Pertama, berdebat di media sosial hanya akan menyia-nyiakan waktumu yang bermanfaat.

Kita sendiri menyadari bahwa media sosial adalah sebuah sarana yang tidak membatasi ruang dan waktu. Kapanpun dan dimanapun kita bisa berdebat disana tanpa henti, tanpa batasan, bahkan tanpa aturan.

Oleh karena itu, bila engkau adalah seorang muslim yang baik, maka mengalah dan menghindari perdebatan adalah cerminan kebaikan seorang muslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersadaba :

إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Sesungguhnya diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.
(HR. Tirmidzi : 2318)

Kedua, berdebat dapat mengeraskan hatimu. Karena kebanyakan perdebatan yang terjadi di media sosial tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan debatnya.

Perdebatan yang memperhatikan adab adalah perdebatan yang mencari kebenaran. Apabila dalam perdebatan ternyata argumen lawan lebih kuat maka kita wajib mengikuti argumen tersebut.

Berbeda dengan perdebatan yang tidak memperhatikan aturan-aturan dan adab. Perdebatan model seperti inilah yang sering terjadi di media sosial. Yang dijadikan tujuan adalah kekalahan lawan.

Apabila argumen mulai melemah maka yang dicari adalah pembenaran demi pembenaran karena sakit hati dan berniat untuk membalas. Akhirnya hatinya mengeras, sulit menerima kebenaran, karena gengsi apabila ternyata lawan debatnyalah yang argumennya benar.

Akibatnya merekapun terus menerus dalam kesesatan karena tidak mau menerima kebenaran. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوتُوا الجَدَلَ، ثُمَّ تَلاَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الآيَةَ: {مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ}

“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan hidayah kecuali karena mereka suka mendebat.”

Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca ayat : “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar:” [QS. Az-Zukhruf : 58]
(HR. Tirmidzi : 3253)

Ketiga, bila orang berilmu berdebat melawan orang bodoh maka hanya akan menyisakan amarah dan rasa kesal. Betapapun orang bodoh didebat mereka tetap tidak akan mengerti, karena mereka belum mengerti dasar-dasar dan kaidah-kaidah ilmu.

Sebaliknya, apabila orang bodoh berdebat dengan orang berilmu maka hanya akan menyisakan kesombongan. Karena ia merasa telah mengalahkan lawan debatnya yang lebih berilmu.

Akhirnya karena ia merasa telah menang, ia tidak butuh ilmu dari orang-orang yang berilmu. Ia sudah merasa lebih pintar dari mereka karena telah berhasil mengalahkan mereka dalam perdebatan.

Maka dari itu, tugas orang berilmu adalah mengajarkan pada yang bodoh. Sementara tugas orang bodoh adalah belajar dari orang yang berilmu. Bukan saling berdebat!!

Keempat, perdebatan dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian. Apalagi di media sosial yang kita sendiri belum tentu kenal dengan lawan debat kita.

Allah ta’ala berfirman :

وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ ۚ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

Dan mereka berkata: "Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.
(QS. Az-Zukhruf : 58)

Ayat ini juga menggambarkan rusaknya kerangka berfikir orang-orang yang bodoh. Mereka sengaja menafsirkan firman Allah :

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ

Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.
(QS. An-Anbiya’ : 58)

Bahwa segala sesuatu yang disembah selain Allah juga menjadi umpan neraka Jahannam, baik itu para Malaikat, para Nabi, dan orang-orang shalih. Maka merekapun menyimpulkan bahwa para Malikat, Para Nabi dan selainnya juga menjadi umpan di neraka jahannam.

Padahal khitab pada ayat tersebut itu ditujukan pada penyembah berhala dan berhala-berhala mereka, bukan para Nabi. Karena ungkapan dari ayat tersebut adalah ditujukan pada benda-benda mati yang disembah selain Allah, bukan benda hidup.

Lagi pula mereka sendiri bukanlah penyembah Nabi Isa, melainkan mereka hanyalah penyembah berhala-berhala yang sedikitpun tidak mampu memberikan manfaat dan kerugian kepada mereka.

Mereka sendiripun sebetulnya sudah tau pengertian yang benar tentang ayat itu. Oleh karena itulah tujuan mereka mengatakan أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ  (Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?") hanyalah untuk membantah semata, bukan mencari kebenaran.

Kelima, orang yang keras berdebatnya adalah orang yang dimurkai oleh Allah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الخَصِمُ

Seseorang yang paling dimurkai oleh Allah adalah yang paling keras berdebatnya.
(HR. Bukhari : 2457)

Keutamaan Meninggalkan Perdebatan

Berdebat terkadang memang seru. Apalagi kalau lawan debatnya sudah mulai terlihat kalah. Akan tetapi, sejatinya itu adalah keburukan. Karena, justru yang meninggalkan perdebatan itulah yang sejatinya lebih mulia.

Orang yang meninggalkan perdebatan yang tidak bermanfaat (apalagi di sosial media) akan diberikan keutamaan-keutamaan yang agung.

Pertama, orang yang meninggalkan perdebatan dijanjikan rumah disurga. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda :

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا

Aku menjamin rumah di tepi surga bagi siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun berada di pihak yang benar.
(HR. Abu Dawud : 4800)

Kedua, orang yang meninggalkan perdebatan merupakan tanda baiknya keislaman seseorang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Sesungguhnya diantara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.
(HR. Tirmidzi : 2318)

Ketiga, orang yang meninggalkan perdebatan merupakan sifat ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah). Allah ta’ala berfirman :

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(QS. Al-Furqon : 63)

Akhir Kata

Oleh karena itu wahai saudaraku! Apabila engkau sudah mengetahui betapa meruginya meladeni perdebatan di media sosial dan betapa beruntungnya meninggalkan berdebatan, maka tinggalkanlah perdebatan!

Janganlah engkau malu hanya karena dianggap kalah oleh manusia! Ingatlah cacian manusia hanyalah sebatas lisannya! Cacian tidak akan dapat merubah kemuliaanmu di hadapan Allah bila engkau adalah orang yang bertakwa.

Hendaknya engkau malu kepada Allah karena engkau adalah hamba yang dibenci oleh-Nya bila engkau terus berdebat.

Saudaraku! Kewajiban kita adalah memberikan nasehat. Apabila ada kalimat kemungkaran maka cukuplah bantah dengan bantahan yang baik. Allah ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
(QS. An-Nahl : 125)

Namun, jika mereka malah membalas dan mendebat nasehat dan bantahan kita maka tinggalkan majelis perdebatan itu!

Oleh : Adam Rizkala

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan komentar yang mencerminkan seorang muslim yang baik :)