Penjelasan Hadits Tentang Islam Iman dan Ihsan - Hadits Arbain ke 2 [Bagian 1]
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 8/26/2019
![]() |
Alhamdulillah, kita memuji, memohon pertolongan, dan
memita ampun hanya kepada-Nya.
Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan
kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga
hari kiamat.
Pada artikel
ini, kita akan mengkaji
bersama hadits kedua
dari kitab arba'in nawawi, yaitu hadits tentang islam iman dan ihsan.
Lalu kita akan mengetahui
apa maksud dari hadits tersebut, serta faedah apa saja yang dapat kita ambil.
A. Hadits Tentang Islam, Iman dan Ihsan
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ
أَيضاً قَال: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَاب شَدِيْدُ
سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا
أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النبي صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ
إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ
أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَم، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الإِسْلاَمُ
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ الله،
وَتُقِيْمَ الصَّلاَة، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ
البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً قَالَ: صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ
يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ، قَالَ: أَنْ
تُؤْمِنَ بِالله، وَمَلائِكَتِه، وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآَخِر،
وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ: صَدَقْتَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ
عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ:
مَا الْمَسئُوُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ
أَمَارَاتِها، قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرى الْحُفَاةَ
العُرَاةَ العَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ ثُمَّ
انْطَلَقَ فَلَبِثَ مَلِيَّاً ثُمَّ قَالَ: يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟
قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوله أَعْلَمُ، قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ
يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
B. Terjemahan Hadits
Dari
Umar radhiyallaahu ‘anhu juga ia berkata : Ketika kami duduk-duduk di
sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba datanglah
seorang lelaki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat
hitam. Padanya tidak tampak bekas perjalanan jauh dan tidak ada diantara kami
yang mengenalnya.
Hingga
kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menyandarkan kedua lututnya pada
lututnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata : “Ya
Muhammad, beritahukan aku tentang Islam!”
Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Islam adalah
engkau bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah,
dan Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikkan zakat,
puasa Ramadhan, dan haji jika mampu.”
Kemudian
dia berkata : “Engkau benar!”
Kamipun
terheran, dia sendiri yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia
bertanya lagi : “Beritahukan aku tentang Iman!”
Lalu
beliau bersabda : “Engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya
dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”
Kemudia dia berkata : “Engkau benar!”
Kemudian
dia berkata lagi :
“Beritahukan aku
tentang ihsan!”
Lalu
beliau bersabda : “Ihsan
adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia
melihat engkau.”
Kemudian
dia berkata : “Beritahukan
aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya).”
Beliau
bersabda : “Yang
ditanya tidak lebih tahu dari pada
yang bertanya.”
Dia
berkata : ”Beritahukan
aku tentang tanda-tandanya!“
Beliau bersabda : “Jika seorang hamba
melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada,
miskin lagi penggembala domba, (kemudian)
berlomba-lomba meninggikan bangunannya.“
Kemudian orang itu berlalu
dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau bertanya : “Tahukah engkau siapa
yang bertanya?”. Aku berkata : “Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda : “Dia
adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian.“
C. Penjelasan Hadits Tentang Islam Iman dan Ihsan
1. Sekilas Tentang Isi Hadits Ini
Hadits ini adalah hadits yang sangat agung. Hadits ini
menjelaskan tentang agama secara menyeluruh, mulai dari rukun Islam, rukun
Iman, Ihsan, dan juga dijelaskan tentang tanda-tanda hari kiamat. Karena itulah,
setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang Islam,
Iman dan Ihsan, diakhir kata beliau bersabda :
فَإِنَّهُ
جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
“Dia adalah Jibril yang
datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian.“
Hadits ini merupakan kumpulan ilmu dan pengetahuan
yang semuanya akan kembali kepada hadits ini dan tercakup di bawahnya. Apabila
para ulama membahas ilmu maka mereka tidak keluar dari cakupan hadits ini.
Dalam hadits ini juga dijelaskan bahwa dalam beragama seseorang
memiliki beberapa tingkatan, yakni ada yang berada di tingkat muslim,
kemudian mukmin, dan yang tertinggi adalah muhsin.
2. Apa Itu Islam?
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan bahwa hakikat Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang
berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikkan zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke baitullah bagi yang
mampu.
Kelima perkara ini merupakan rukun yang wajib
ditunaikkan dengan keyakinan di dalam hati. Kemudian dilanjutkan dengan
mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan dalam Islam
lainnya. Karena mengerjakan kewajiban dan meninggalkan larangan lainnya
merupakan penyempurna dari kelima rukun tersebut.
Rukun-rukun tersebut merupakan pondasi berdirinya
Islam, kemudian barulah datang amalan-amalan lainnya baik yang bersifat wajib
maupun sunnah. Apabila kita meninggalkan rukun ini maka amalan lainnya baik
yang bersifat wajib maupun sunnah tidak akan bermanfaat.
Kelima rukun tersebut bukanlah Islam secara
menyeluruh, karena ia hanyalah rukun dan tiang-tiangnya Islam. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
بُنِيَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ،
وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara : (yaitu) syahadat
bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikkan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.
(HR. Bukhari : 8)
Islam itu luas, ia mencakup semua yang diperintahkan
oleh Allah dan yang menjadi larangan-Nya. Maka dari itu, apabila kita
tinggalkan salah satu dari rukun tersebut maka Islam kita tidaklah sah. Namun,
apabila kita tinggalkan selain dari rukun-rukun tersebut maka Islam kita tetap
sah, hanya saja tidak sempurna tergantung banyaknya perkara dalam Islam yang ditinggalkan.
Secara menyeluruh Islam dapat diartikan : “Berserah
diri kepada Allah azza wa jalla dengan mentauhidkan-Nya, tunduk
kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan serta pelakunya.”
3. Rukun Pertama : Dua Kalimat Syahadat
Apa itu Syahadat?
Syahadat berarti menyatakan apa yang ada di dalam hati
dengan lisannya, karena syahadat adalah ucapan dan pemberitahuan tentang apa
yang ada di dalam hati. Syahadat tidaklah cukup dengan lisan, karena orang
munafikpun bersyahadat dengan lisannya tetapi tidak dengan hatinya.
Dua kalimat syahadat ini adalah satu rukun yang tidak
bisa dipisahkan. Karena apabila kita hanya bersyahadat أَنْ لا إِلَهَ
إِلاَّ الله
namun mengingkari أَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ اللهِ maka
syahadatnya tidak sah.
Syahadat أَنْ لا إِلَهَ إِلاَّ الله berarti
mengharuskan keikhlasan, sedangkan syahadat أَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ اللهِ berarti
mengharuskan ittiba’. Dan semua amalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah tidak akan diterima kecuali dengan ikhlas dan ittiba’.
Makna Dua Kalimat Syahadat
Makna syahadat yang pertama “أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ الله” adalah : “Aku mengakui dan meyakini bahwa tidak ada
sesembahan yang hak kecuali Allah.”
Maksud dari “لَا إِلَهَ” (tidak ada
tuhan) bukan berarti menafikan keberadaan tuhan atau sesembahan, akan tetapi
maksudnya adalah menafikan hak sesembahan. Karena sebagaimana yang kita ketahui
bahwa sesembahan itu sangatlah banyak, seperti pohon, batu, berhala, matahari,
kuburan dan sesembahan-sesembahan batil lainnya. Namun, yang berhak untuk
disembah hanya satu yaitu Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman :
ذَٰلِكَ
بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ
وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena
sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah,
Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
(QS. Al-Hajj : 62)
Makna syahadat yang kedua “أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ اللهِ” adalah : “Aku mengakui dan menyatakan bahwa Muhammad adalah
Rasul Allah yang diutus untuk seluruh manusia, dan dua golongan (yakni jin dan
manusia).”
Pengakuan dan pernyataan kerasulan Muhammad ini harus
dengan hati dan dengan lisannya. Karena siapa yang mengakui dengan lisannya
saja maka ia adalah munafik.
Demikian apabila mengakui dengan hatinya juga tidaklah
cukup karena orang Yahudi dan Nasranipun mengakui dengan hatinya bahwa Muhammad
adalah Rasulullah, akan tetapi mereka malah kufur terhadapnya dan tidak mau
mengakui dengan lisannya. Allah ta’ala berfirman :
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ
الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al
Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya
sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran,
padahal mereka mengetahui.
(QS. Al-Baqarah : 146)
Maka bagi seorang yang bersyahadat dan mampu mengucapkannya
dengan lisannya ia juga harus mengikrarkannya dengan lisan.
Konsekwensi Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
Konsekwensi dari syahadat yang pertama adalah mengikhlaskan atau memurnikan ibadah hanya
untuk Allah. Inilah yang disebut dengan tauhid uluhiyyah atau tauhid ibadah.
Karena makna dari syahadat yang pertama ini adalah “Tidak ada tuhan yang berhak
disembah selain Allah.”
Oleh karena itu, barang siapa yang bersyahadat dengan
syahadat yang pertama ini maka ia harus memurnikan ibadah untuk Allah dan
menjauhi riya’ serta kesyirikan lainnya. Barang siapa yang bersyahadat dengan
syahadat ini lalu ia menyembah kepada selain Allah maka ia adalah pendusta.
Konsekwensi dari syahadat yang kedua adalah :
Pertama, membenarkan
apapun yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
tanpa keraguan sedikitpun.
Kedua,
mengikuti perintah-perintahnya serta menjauhi larangannya dengan segenap
kemampuannya tanpa pilah-pilih mana yang cocok untuk dirinya.
Ketiga,
mendahulukan perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari pada
perkataan manusia selainnya. Tidaklah pantas apabila telah sampai hadits Nabi
kepada kita kemudian kita mengatakan : “Kata Syaikh atau Imam fulan begini dan
begitu”
Keempat,
tidak mengada-ngadakan syariat baru yang tidak disyariatkan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam. Karena diantara makna syahadat yang kedua ini adalah
meninggalkan bid’ah atau perkara baru dalam agama.
Kelima, mengamalkan
syariat Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam disertai dengan tashdiq
(membenarkan). Karena mengamal tanpa disertai dengan tashdiq adalah peringainya
orang-orang munafik. Mereka ikut shalat, puasa, haji, bahkan jihad, akan tetapi
mereka tidak membenarkan apa yang datang dari Rasulullah.
Keenam,
tidak meyakini adanya sifat rububiyyah di dalam diri Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam. Karena ia hanyalah manusia biasa dan hamba Allah yang
diutus oleh Allah.
4. Rukun Kedua : Mendirikan Shalat
Mengapa rukun yang kedua adalah “Mendirikan Shalat”?
Mengapa tidak disebut “Shalat” saja? Karena yang dikehendaki bukan hanya
melaksanakan shalat saja akan tetapi benar-benar mendirikan shalat. Dan
tidaklah dikatakan mendirikan shalat hingga ia mengerjakan syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya, dan juga hal-hal yang diwajibkan di dalam shalat itu sendiri.
Mendirikan shalat berarti :
Pertama,
melaksanakan shalat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam. Tidaklah dapat dikatakan mendirikan shalat apabila kita
melaksanakan shalat sembarangan. Karena hal itu menyalahi sabda Nabi :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat
(HR. Bukhari : 631)
Kedua,
melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Allah ta’ala berfirman :
إِنَّ
الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
(QS. An-Nisa’ : 103)
Ketiga, benar-benar
tunduk dan khusyuk serta menghadirkan hatinya dalam melaksanakan shalat. Karena
shalat tidak hanya sekedar gerakan dan ucapan tanpa arti. Namun, shalat adalah
ibadah yang juga melibatkan kekhusyukan hati. Karena khusyuk adalah ruhnya shalat.
Allah ta’ala berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي
صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang
khusyu' dalam shalatnya
(QS. Al-Mu’minun : 1-2)
Keempat, melaksanakan
shalat di masjid secara berjamaah. Melaksanakan shalat di masjid secara
berjamaah hukumnya wajib. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ،
فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Barang siapa yang mendengar adzan, lalu ia tidak
mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena uzur
(HR. Ibnu Majah : 793)
5. Rukun Ketiga : Membayar Zakat
Zakat merupakan hak yang diwajibkan oleh Allah ta’ala
agar ditunaikkan oleh orang kaya kepada orang miskin. Allah ta’ala
berfirman :
وَفِي
أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
(QS. Adz-Dzariyat : 19)
Apabila zakat dibayarkan dengan senang hati maka Allah
akan menerimanya. Namun, apabila mengingkari wajibnya zakat maka hukumnya kafir.
Apabila seseorang sudah tau bahwa zakat itu wajib
namun ia tidak mau membayarnya maka pemerintah wajib mengambilnya secara paksa,
atau menegurnya, atau memberinya pelajaran.
Apabila ada pasukan yang menghalangi pemerintah untuk
mengambil zakatnya maka pemerintah wajib memeranginya hingga ia mau membayar
zakatnya.
6. Rukun Keempat : Puasa Bulan Ramadhan
Puasa selama sebulan penuh wajib di tunaikkan oleh
seorang muslim di setiap bulan Ramadhan. Allah ta’ala berfirman :
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ
الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu
(QS. Al-Baqarah : 185)
Namun, apabila ia berhalangan maka hendaknya ia ganti
puasa itu di hari yang lain. Allah ta’ala berfirman :
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ
مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain
(QS. Al-Baqarah : 185)
7. Rukun Kelima : Haji Bagi yang Mampu
Haji secara
bahasa artinya menyengaja. Adapun secara syar’i yaitu sengaja mengunjungi
baitul haram untuk menunaikkan manasik haji dan umrah dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah.
Haji dan
umrah adalah ibadah yang pelaksanaannya dilaksanakan di masjidil haram dan
tempat-tempat sekitarnya yang telah di tentukan. Adapun waktunya, khusus haji
hanya dilaksanakan di bulan tertentu, sementara umrah bisa dilaksanakan kapanpun
di sepanjang tahun. Allah ta’ala berfirman :
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ
(Musim) haji adalah beberapa
bulan yang dimaklumi
(QS. Al-Baqarah : 197)
Haji wajib ditunaikkan bagi yang mampu baik dari kemampuan
harta, badan, maupun perjalanan. Allah ta’ala berfirman :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah
(QS. Ali Imran : 97)
Haji hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup. Di
dalam hadits disebutkan, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
berkhutbah :
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ
عَلَيْكُمُ الْحَجَّ، فَحُجُّوا
Wahai
manusia, Allah telah mewajibkan haji pada kalian! Maka berhajilah!
فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللهِ؟
Lalu
ada seorang lelaki bertanya : “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?”
فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ لَوَجَبَتْ،
وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka
Rasulullah diam hingga lelaki itu bertanya tiga kali. Lalu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : Seandainya aku mengatakan “Ya” maka
akan menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu.
(HR.
Muslim : 1337)
Demikianlah
pembahasan hadits tentang Islam Iman dan Ihsan dicukupkan hingga pembahasan
Islam terlebih dahulu. Untuk pembahasan Iman dan Ihsan insya Allah akan kita pelajari
pada artikel selanjutnya. Barakallaahufiikum.
Oleh
: Adam Rizkala
SEKILAS TENTANG KITAB HADITS ARBA'IN NAWAWI
Hadits
Arbain An-Nawawi Kitab hadits Arbain an-Nawawi merupakan kitab yang
menghimpun hadits-hadits penting yang termasuk Jawami al-Kalim (singkat
tapi padat makna). Kitab ini berukuran kecil dan tidak asing di tengah
kaum Muslimin, bahkan banyak dihafal oleh para penuntut ilmu di berbagai
penjuru dunia. Hal tersebut karena walaupun kitab ini kecil, namun
sarat dengan nilai-nilai dasar Syariat Islam yang sangat penting, yang
hanya memuat 42, hadits namun merupakan intisari ajaran Islam.
Oleh
karena itu, kami menyajikan buku ini untuk Anda, dalam format: memuat
matan hadits Arbain an-Nawawi dan terjemahnya, berikut intisari
kandungan hadits berdasarkan syarah Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin, yang disajikan dengan bahasa yang lugas dan jelas, simpel
dan praktis, yang menjadikan buku ini cocok untuk dibaca oleh semua
kalangan, baik tua maupun muda, kalangan terpelajar maupun masyarakat
awam. Buku ini adalah rujukan primer bagi kaum Muslimin, bahkan patut
dimasyarakatkan agar dihafal.
Apabila Anda berminat memiliki kitab ini, dapatkan dengan mengklik gambar di bawah ini :
Refrensi
:
- Al-Arbaun An-Nawawiyyah : Imam An-Nawawi
- Jamiul Ulum wal Hikam : Ibnu Rajab
- Syarah Al-Arbain An-Nawawiyyah : Al-Utsaimin
- Al-Minhatur Rabbaniyyah fii Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah : Shalih Al-Fauzan
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan komentar yang mencerminkan seorang muslim yang baik :)