Kitab Qowaidul Arba : 4 Kaidah Memahami Tauhid dan Syirik
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 7/17/2019
![]() |
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan taufiq dan
hidayah kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, para
sahabatnya dan para pengikutnya.
Sebagai seorang
muslim kita wajib memahami konsep tauhid dan syirik dalam agama kita. Konsep
ini telah dijelaskan dengan mudah oleh Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab dalam
kitabnya Qowaidul Arba’.
Kitab ini
membahas empat kaidah utama dalam memahami tauhid dan syirik. Berikut ini
terjemahan dari kitab Qowa’idul Arba’ (Empat Kaidah) yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad bin Abdulwahhab rahimahullah :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Aku memohon
kepada Allah yang Maha Mulia, Rabbnya ‘arsy yang agung, semoga Ia melindungi
engkau di dunia dan akhirat, dan semoga Ia jadikan engkau diberkahi di manapun
engkau berada, dan semoga Ia jadikan engkau ketika diberi maka bersyukur, dan
ketika dicoba maka bersabar, dan ketika berbuat dosa maka beristighfar, karena
ketiga hal inilah merupakan tanda kebahagiaan seseorang.
Ketahuilah!
Semoga Allah membimbingmu untuk mentaati-Nya :
Bahwa
Al-Hanifiyyah,[1]
yakni agamanya Ibrahim adalah tatkala engkau menyembah Allah semata dengan
mengikhlaskan agama ini untuk-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(QS.
Adz-Dzariyat : 56)
Maka jika
engkau telah mengetahui bahwa Allah menciptakan engkau untuk beribadah
kepada-Nya, maka ketahuilah, bahwa ibadah itu tidak dinamakan ibadah kecuali
bersama tauhid. Sebagaimana shalat tidak dinamakan shalat kecuali bersama thaharah.
Jika syirik telah
masuk ke dalam ibadah maka ibadah itu akan rusak, seperti hadats ketika masuk
ke dalam thaharah.
Jika engkau
telah mengetahui bahwa apabila syirik itu mencampuri ibadah maka syirik itu
akan merusaknya dan menghapus amal ibadah serta pelakunya akan menjadi
orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka engkaupun (seharusnya) mengetahui
bahwa perkara terpenting yang wajib bagimu adalah mengenal hal itu.
Semoga Allah
membebaskanmu dari jerat ini, yaitu syirik kepada allah, yang mana Allah telah
berfirman tentang hal itu :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ
Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
(QS.
An-Nisa’ : 48)
Dan hal itu
semua dapat diketahui dengan mengenal empat kaidah yang telah Allah sebutkan
dalam kitab-Nya.
1. Kaidah Pertama
Hendaknya
engkau mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam itu mengakui bahwa Allah ta’ala adalah sang
Pencipta dan sang Pengatur.
Namun, hal itu
tidak membuat mereka masuk ke dalam Islam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala
:
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ
مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ
فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah:
"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan
menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa
kepada-Nya)?"
(QS.
Yunus : 31)
2. Kaidah Kedua
Bahwa mereka (kaum musyrikin) mengatakan : “Tidaklah kami berdoa kepada mereka (berhala) dan
menghadapkan wajah kepada mereka melainkan agar mendapatkan kedekatan dan syafa’at.[2]”
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala :
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ
إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
(QS.
Az-Zumar : 3)
Dan dalil syafa’at adalah firman Allah ta’ala :
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا
لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ
اللَّهِ
Dan mereka menyembah
selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada
mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu
adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah".
(QS.
Yunus : 18)
Syafa’at itu ada dua macam :
- Syafa’at yang ditiadakan
- Syafa’at yang ditetapkan
Adapun syafa’at
yang ditiadakan adalah syafa’at yang diminta dari selain Allah
terhadap parkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. Dalilnya adalah
firman Allah ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ
وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim.
(QS.
Al-Baqarah : 254)
Sedangkan syafa’at
yang ditetapkan adalah syafa’at yang diminta dari Allah.
Adapun yang
memberi syafa’at adalah orang yang dimuliakan dengan syafa’at.
Sedangkan orang yang diberi syafa’at adalah orang yang Allah ridhai
ucapan dan amalannya setelah izin Allah. Sebagaimana yang telah Allah ta’ala
firmankan :
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ
إِلَّا بِإِذْنِهِ
Tiada yang dapat
memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya
(QS.
Al-Baqarah : 255)
3. Kaidah Ketiga
Bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada
manusia yang berebada-beda peribadatannya.
Diantara mereka ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah para Nabi
dan orang shalih, ada yang menyembah bebatuan dan pepohonan, dan ada yang
menyembah kepada matahari dan bulan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerangi mereka semua
dan tidak membeda-bedakannya diantara mereka. Dalilnya adalah firman-Nya ta’ala
:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ
فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
Dan perangilah
mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya
semata-mata untuk Allah.
QS.
Al-Baqarah : 193
Dalil (menyembah)
matahari dan bulan (merupakan kesyirikan) adalah firman Allah ta’ala :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ
وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ
لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan
(QS.
Fush-shilat : 37)
Dalil (menyembah) malaikat (merupakan
kesyirikan) adalah firman Allah ta’ala :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَن تَتَّخِذُوا
الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا
dan (tidak wajar
pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan.
(QS.
Ali Imran : 80)
Dalil
(menyembah) para Nabi (merupakan kesyirikan) adalah firman-Nya ta’ala :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِن دُونِ
اللَّهِ ۖ
قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ
إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ
تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ
إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Dan (ingatlah)
ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan
kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain
Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan
maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak
mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara yang ghaib-ghaib".
(QS.
Al-Maidah : 116)
Dalil
(menyembah) orang-orang shalih (merupakan kesyirikan) adalah firman-Nya ta’ala
:
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ
يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ
رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
Orang-orang yang
mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya
(QS.
Al-Isra’ : 57)
Dalil (menyembah) bebatuan dan
pepohonan (merupakan kesyirikan) adalah firman-Nya ta’ala :
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ ﴿١٩﴾ وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ ﴿٢٠﴾
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan
al Uzza, (19) dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian
(sebagai anak perempuan Allah)? (20)
(QS.
An-Najm : 19-20)
Dan hadits Abu Waqid
Al-Laitsiy radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Kami pernah keluar bersama
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menuju Hunain. Waktu itu kami baru
saja masuk Islam.
Orang-orang musyrik
memiliki sebuah pohon yang mana mereka beriktikaf di situ dan mereka gantungkan
senjata-senjata mereka di pohon itu, yang mana pohon itu bernama Dzatu Anwath.
Ketika kami melewati
pohon tersebut, kami mengatakan : “Wahai Rasulullah, jadikanlah untuk kami
Dzatu Anwath sebagaimana mereka (orang musyrik) memiliki Dzatu Anwath.”
(Al-Hadits)[3]
4. Kaidah Keempat
Bahwa orang-orang
musyrik pada zaman kita ini kesyirikannya lebih parah daripada orang-orang
muysrik terdahulu.
Karena orang-orang
musyrik terdahulu hanya melakukan perbuatan syirik pada saat lapang. Adapun
ketika dalam keadaan sulit mereka justru mengikhlaskan ibadahnya hanya kepada
Allah.
Sementara orang-orang
musyrik di zaman kita ini, mereka senantiasa melakukan kesyirikan baik di saat
lapang maupun susah.
Dalil (perihal orang
musyrik terdahulu) adalah firman Allah ta’ala :
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ
دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ
إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Maka apabila mereka
naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya;
maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka
(kembali) mempersekutukan (Allah)
(QS.
Al-Ankabut : 65)
Diterjemahkan oleh : Adam Rizkala
Ringkasan
Dari keempat kaidah tersebut dapat kita ambil beberapa poin sebagai berikut :- Pengakuan seseorang terhadap Allah sebagai pencipta dan pengatur tidak cukup untuk menjadikan ia sebagai muslim. Karena orang kafirpun mengakui Allah sebagai penciptanya.
- Orang musyrik menjadikan berhala mereka sebagai sesembahan dalam rangka mencari syafaat dan memerantarai mereka dalam mendekatkan diri kepada Allah.
- Rasulullah memerangi semua peribadatan kepada selain Allah apapun bentuknya tanpa membeda-bedakannya.
- Orang musyrik terdahulu langsung berdoa kepada Allah saat dalam keadaan sulit namun mereka kembali syirik ketika sudah dalam keadaan lapang. Namun, orang musyrik zaman sekarang lebih parah, karena dalam keadaan apapun (sulit maupun lapang) tetap berbuat syirik.
- Untuk menjadi seorang muslim, seseorang harus mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah.
- Di dalam ibadah kepada Allah, dilarang menjadikan berhala sebagai perantara baik itu para Nabi, malaikat, orang-orang shalih, para wali, pohon ataupun batu.
- Segala peribadatan kepada selain Allah apapun bentuknya adalah kesyirikan.
- Seorang muslim dalam keadaan apapun harus senantiasa mentauhidkan Allah dalam ibadahnya baik dalam keadaan lapang maupun sulit.
[1] Syaikh Shalih
Al-Fauzan menerangkan dalam kitab syarah Qowa’idul Arba’ bahwa Al-Hanifiyyah
adalah agama Al-Hanif, dan ia adalah Ibrahim alaihis sholatu was salam.
Al-Hanif ialah menghadap kepada Allah dan berpaling kepada selain-Nya.
[2] Syaikh Shalih
Al-Fauzan menerangkan bahwa orang-orang musyrik itu hanya menjadikan sesembahan
(berhala) mereka sebagai pemberi syafa’at, yakni menjadi perantara di
sisi Allah untuk menyampaikan kebutuhan mereka.
[3] Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam kitab sunanya no. 2180 dan Imam Ahmad
dalam kitab musnadnya no. 21390.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan komentar yang mencerminkan seorang muslim yang baik :)