Tanya Jawab Seputar Puasa Ramadhan [Bagian 2]
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 5/13/2019
![]() |
Segala puji
bagi Allah, yang telah memberikan hidayah kepada kita semua. Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para
sahabatnya, serta para pengikutnya hingga datangnya hari kiamat.
Pada kesempatan yang
lalu, telah kita bahas bersama tanya jawab seputar puasa Ramadhan tentang bulan Ramadhan, sahur, musafir, dan orang sakit. Pada kesempatan ini, insya Allah
akan kita lanjutkan bagian yang kedua.
Pada bagian kedua ini
insya Allah akan kita ulas tanya jawab tentang tema sebagai berikut :
- Niat
- Berbuka
- Pembatal Puasa
- Puasanya Wanita
- Qadha’
1. Tanya Jawab Tentang Niat Puasa
Pertanyaan : ”Ustadz,
katanya niat berpuasa itu wajib, kenapa banyak ulama2 yang
membid’ahkannya?”
Jawaban : Niat puasa
memang wajib. Adapun yang dinilai bid’ah oleh para ulama tersebut adalah
melafadzkannya. Karena letak niat ada di dalam hati, bukan lisan. Sementara
melafadzkan niat tidaklah cukup tanpa disertai niat dalam hati. Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Suatu
ketika saya ketiduran sehingga tidak sempat makan sahur. Ketika malam menjelang
tidur saya juga tidak sempat berniat. Apakah puasa saya sah?”
Jawaban : Sah apabila
Anda sudah berniat ketika masuknya bulan Ramadhan. Adapun memperbaharui niat di
setiap malam perkara ini diperselisihkan oleh para ulama. Pendapat yang lebih
kuat – sepengetahuan kami –memperbaruhi niat di setiap malamnya hukumnya
mustahabbah. Adapun berniat puasa ketika masuknya bulan Ramadhan itu
sudah mencukupi. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Ketika
saya berpuasa, saya merasakan lapar dan haus yang sangat. Akhirnya sayapun
berniat berbuka dan mencari makanan. Setelah saya pikir-pikir, akhirnya saya
mengurungkan niat saya. Saya pun tidak jadi berbuka. Apakah puasa saya batal
karena niat tersebut?”
Jawaban : Menurut
pendapat yang terkuat –sepengetahuan kami– puasa Anda batal. Karena niat
merupakan salah satu rukun puasa. Apabila Anda berniat membatalkan puasa di
siang hari walaupun belum menyantap makanan, maka puasa Anda batal. Wallaahu
a’lam.
2. Tanya Jawab Tentang Berbuka
Pertanyaan : “Suatu
ketika di daerah saya mati listrik, sehingga saya tidak mendengar kumandang
adzan dari masjid, sementara waktu sudah menunjukkan saatnya berbuka. Apakah
saat itu saya boleh berbuka?”
Jawaban : Boleh. Patokan
diperbolehkannya ifthar adalah saat terbenamnya matahari hingga
terbitnya fajar shadiq. Adapun adzan hanyalah sebagai penanda tibanya
waktu itu. Allah ta’ala berfirman :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ
يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ۖ
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam
(QS.
Al Baqarah : 187)
Wallaahu a’lam.
3. Tanya Jawab Tentang Pembatal Puasa
Pertanyaan : “Saya
haid ketika menjelang maghrib, apakah puasa saya batal?”
Jawaban : Puasa Anda
batal. Karena haid termasuk perkara yang membatalkan puasa. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ
تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
Bukankah
ketika wanita haid maka ia tidak shalat dan tidak berpuasa?
(HR. Bukhari
: 304)
Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Ustadz,
saya pernah minum ketika berpuasa, akan tetapi itu dalam keadaan lupa. Apakah
batal puasa saya? Apabila sudah seperti itu, apa yang harus saya lakukan?”
Jawaban : Tidak batal.
Apabila Anda makan dan minum karena lupa maka puasa Anda tidak batal. Akan
tetapi setelah Anda ingat, Anda tidak boleh meneruskan makan dan minum. Yang
benar Anda harus meneruskan puasa Anda hingga maghrib.
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ
وَشَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
Ketika salah
seseorang lupa lantas ia makan dan minum, maka hendaknya ia sempurnakan
puasanya. Karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya.
(HR. Bukhari
: 1933)
Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Ustadz,
katanya berbekam membatalkan puasa, benarkah?”
Jawaban : Hal itu
diperselisihkan para ulama. Adapun yang berpendapat batal (madzhab hambali)
berdalil dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ
وَالْمَحْجُومُ
Orang yang membekam
dan dibekam batal puasanya.
(HR. Abu
Dawud : 2367)
Sedangkan yang
berpendapat tidak batal (madzhab syafi’i, maliki, dan hanafi) berdalil dengan
perbuatan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
Bahwa Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam berbekam padahal beliau dalam keadaan ihram, dan
beliau juga berbekam padahal beliau dalam keadaan berpuasa.
(HR. Bukhari
: 1938)
Adapun yang terbaik
adalah keluar dari perselisihan tersebut dengan menghindarinya. Imam Syafi’i
mengatakan :
وَلَوْ تَرَكَ رَجُلٌ الْحِجَامَةَ
صَائِمًا لِلتَّوَقِّي كَانَ أَحَبَّ إلَيَّ، وَلَوْ احْتَجَمَ لَمْ أَرَهُ
يُفْطِرُهُ
Seandainya
seseorang meninggalkan bekam saat berpuasa karena kehati-hatian, maka itu lebih
aku sukai, meskipun aku memandang bahwa berbekam tidaklah membatalkan puasa
(Al-Umm :
2/106)
Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Apakah
disuntik membatalkan puasa?”
Jawaban : Ada dua jenis.
Apabila suntik yang dimaksud adalah memasukkan zat yang sifatnya sebagai
pengganti makanan maka batal puasanya.
Apabila suntik yang
dimaksud bukanlah memasukkan zat pengganti makanan, seperti untuk pengobatan
dan semacamnya maka tidak batal puasanya. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Ustadz,
bagaimana hukumnya apabila pasutri berhubungan badan di malam hari kemudian
belum junub sampai subuh? Sahkah puasanya?”
Jawaban : Puasanya sah,
karena ia berhubungan di waktu ifthar[1].
Sedangkan yang membatalkan adalah apabila ia berhubungannya di waktu imsak[2].
Rasulullah juga pernah mengalami hal demikian. Ummu Salamah mengatakan :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ
أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah menjumpai fajar dalam keadaan junub karena
berhubungan dengan istrinya. Kemudian beliaupun mandi dan tetap berpuasa.
(HR. Bukhari
: 1926)
Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Apakah
onani di siang hari membatalkan puasa? Apabila iya, apakah kafaratnya juga sama
dengan berhubungan badan?”
Jawaban : Batal berdasarkan
pendapat jumhur. Adapun kafaratnya tidak sama dengan kafarat berhubungan badan.
Ia cukup mengganti puasanya di hari yang lain. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Bagaimana
hukum keluarnya air mani di siang hari karena mimpi?”
Jawaban : Puasanya tidak
batal. Yang batal adalah yang disengaja.
ثَلَاثٌ لَا يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ:
الحِجَامَةُ، وَالقَيْءُ، وَالِاحْتِلَامُ
Tiga hal
yang tidak membatalkan puasa : Bekam, muntah, dan mimpi basah
(HR.
Tirmidzi : 719. Hadits ini dhaif menurut Syaikh Al-Albani)
Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Batalkah
berciuman dengan istri ketika berpuasa?”
Jawaban : Tidak batal
apabila tidak sampai mengeluarkan air mani. Akan tetapi apabila dengan berciuman
itu dapat menimbulkan syahwat maka ini makruh. Namun, apabila berciuman
itu tidak sampai menimbulkan syahwat maka ini tidak mengapa.
Aisyah radhiyallaahu ‘anha
menuturkan :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ
أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam mencium dan menggauli istrinya ketika sedang
berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling kuat mengendalikan syahwatnya.
(HR. Bukhari
: 1927)
Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Apakah
merokok membatalkan puasa?”
Jawaban : Iya. Karena
rokok serupa dengan makan dan minum. Ia juga wajib bertaubat karena rokok
diharamkan dalam Islam. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Bagaimana
hukum mencicipi makanan ketika berpuasa?”
Jawaban : Boleh. Bahkan
mengunyah makanan dalam rangka mencicipun tidaklah mengapa asalkan tidak sampai
tertelan. Namun, apabila mencicipi makanan hingga menelannya maka batal
puasanya. Adapun mencicipi tanpa ada keperluan apapun maka makruh
hukumnya. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Apakah
dahak yang tertelan membatalkan puasa?”
Jawaban : Apabila dahak
itu sudah berada di mulut kemudian ditelan kembali maka membatalkan puasa.
Namun, apabila belum sampai dimulut maka tidak membatalkan. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Bagaimana
hukum berenang ketika berpuasa?”
Jawaban : Boleh. Asalkan
airnya tidak sampai terminum. Namun, apabila dikhawatirkan airnya terminum maka
menjadi makruh. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Menelan
air liur, batalkah puasanya?”
Jawaban : Tidak. Kecuali
bila air liur itu sudah keluar dari mulut lalu Anda telan kembali maka batal.
Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Gusi
saya berdarah, apakah batal puasanya?”
Jawaban : Tidak. Karena
ia masih bagian dari tubuh selama masih berada di dalam mulut dan tidak keluar.
Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Apabila
ingus tertelan apakah puasanya juga batal?”
Jawaban : Tidak. Karena
ia merupakan bagian dari tubuh selama masih di dalam dan tidak keluar.
Wallaahu a’lam.
4. Tanya Jawab Tentang Puasanya Wanita
Pertanyaan : “Apakah
wanita hamil dan menyusui tetap wajib berpuasa?”
Jawaban : Ada perbedaan
pendapat yang kuat mengenai masalah ini. Menurut pendapat yang terkuat –sepengetahuan
kami– wanita hamil dan menyusui hanya membayar qadha’ saja tanpa
perlu membayar fidyah. Hal ini dikarenakan wanita hamil dan menyusui disamakan
dengan orang yang sakit.Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Apa
hukum berpuasa bagi wanita yang istihadhah?”
Jawaban :
Tetap wajib dan puasanya sah. Wallaahu
a’lam.
Pertanyaan : “Saya
nifas sudah lebih dari 40 hari hingga masuk bulan Ramadhan, apakah tetap wajib
berpuasa?”
Jawaban : Ada
perselisihan ulama dalam penentuan batas waktu nifas. Namun, yang lebih tepat –sepengetahuan kami– adalah 40 hari. Hal ini
berdasarkan perkataan Ummu Salamah :
كَانَتِ النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَجْلِسُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
Wanita yang
nifas di zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak shalat selama 40
hari
(HR. Abu
Dawud : 311)
Apabila berlanjut lebih
dari 40 hari maka dianggap istihadhah dan wajib berpuasa. Inilah pendapat yang
lebih kuat menurut ilmu fikih dan ilmu medis. Wallaahu a’lam.
5. Tanya Jawab Tentang Qadha’
Pertanyaan : “Saya
belum menqadha puasa saya hingga Ramadhan berikutnya karena lalai, apa yang
harus saya lakukan?”
Jawaban : Anda wajib
bertaubat dan menggantinya di hari yang lain. Kemudian –menurut pendapat jumhur
ulama– Anda wajib membayar kafarat dengan memberi makan satu orang miskin
disetiap puasa yang Anda tinggalkan. Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Saya
lupa berapa kali tidak puasa karena sakit di bulan Ramadhan. Bagaimana
hukumnya?”
Jawaban : Anda tetap
wajib menqadha. Adapun hitungannya dengan memperkirakannya semampu Anda.
Wallaahu a’lam.
Pertanyaan : “Dahulu
saya tidak tahu kalau bolong puasa ternyata harus diqadha. Sekarang saya baru
tahu. Apa yang harus saya lakukan?”
Jawaban : Ada dua
kondisi. Pertama, apabila ketidaktahuan Anda akan hal itu karena darurat
(seperti minimnya media untuk mempelajari agama, tinggal di tempat yang
terpencil, dsb) maka Anda tidak perlu menqadha.
Kedua, apabila
ketidaktahuan Anda akan hal itu adalah karena kemalasan Anda mempelajari agama
maka Anda wajib bertaubat dan menqadha sesuai hitungan yang Anda tinggalkan
seingat Anda. Wallaahu a’lam.
Demikianlah tanya jawab
tentang puasa Ramadhan yang kami paparkan. Semoga bermanfaat.
Oleh : Adam Rizkala
Bila terkena haid di siang hari pada bulan ramdhan apakah harus disegerakan untuk berbuka? Karna ada yang mengatakan bahwa harus menahan sampai waktu berbuka tiba
ReplyDeleteSilahkan boleh langsung berbuka dan tidak perlu menahan sampai waktu berbuka tiba, karena menahan sesuatu yg tidak perlu ditahan tidaklah bermanfaat. Wallaahu a'lam.
Delete