20 Cara Memperbaiki Akhlak Menjadi Lebih Baik
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 4/10/2019
![]() |
“Ustadz, kira-kira bisa nggak sih, orang biasa seperti
saya ini meraih kedudukan yang dekat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam kelak di hari kiamat??” Tanya seorang santri pada ustadznya.
“Tentu saja bisa! Perbaikilah akhlakmu, maka engkau
berada dalam barisan orang-orang telah dijanjikan dekat bersama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat.” Jawab sang ustadz.
Tahukah Anda? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda :
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ
وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا
Sesungguhnya orang yang
paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat kedudukannya denganku di
hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.
(HR. Tirmidzi : 2018)
Sebagaimana konsep akhlak dalam Islam yang telah kita pelajari, ternyata akhlak itu terbagi menjadi dua, yakni akhlak yang sudah ada sejak lahir dan akhlak yang perlu upaya untuk merubahnya menjadi lebih baik.
Nah, bagaimana caranya agar kita bisa memiliki akhlak yang baik? Tentu semua itu ada ilmunya!
Nah, bagaimana caranya agar kita bisa memiliki akhlak yang baik? Tentu semua itu ada ilmunya!
Maka dari itu, mari
kita pelajari bersama bagaimana cara memperbaiki akhlak agar menjadi
lebih baik. Berikut ini ada 20 cara
memperbaiki akhlak yang kami rangkum :
1. Membenarkan Akidah
Akidah yang benar (yakni akidah ahlus sunnah wal
jama'ah) dapat menjadikan akhlak kita menjadi lebih baik.
Hal ini telah terbukti bahwa akidah para salafus
shalih mampu menghantarkan mereka kepada akhlak yang mulia dan
menghindarkan mereka dari akhlak yang tercela.
Selain itu, kualitas akidah kita juga sangat mempengaruhi
kualitas akhlak kita. Apabila akidah dan keimanan kita baik, maka baik pula
akhlak yang kita miliki.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا
Orang beriman yang paling sempurna
keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.
(HR. Abu Dawud : 4682)
Hadits ini menunjukkan bahwa keimanan dan akhlak memiliki
hubungan yang sangat erat.
Oleh karena itu, tidaklah kita memperbaiki akhlak kecuali
dengan membenarkan akidah dan meningkatkan keimanan terlebih dahulu.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :
الدِّينُ كُلُّهُ خُلُقٌ. فَمَنْ زَادَ عَلَيْكَ
فِي الْخُلُقِ: زَادَ عَلَيْكَ فِي الدِّينِ. وَكَذَلِكَ التَّصَوُّفُ
Agama itu semuanya adalah akhlak.
Barang siapa yang bertambah akhlaknya, maka bertambah pula agamanya. Seperti
itulah tasawwuf.[1]
2. Beribadah
Ibadah adalah sebuah cara dan wasilah yang paling utama
untuk melatih dan mendidik diri kita untuk menjadi lebih baik.
Ibadah tidak hanya menjadi wasilah untuk mendidik aspek ruhiyyah
saja. Namun, ibadah juga mendidik aspek jismiyyah, ijtima’iyyah, khuluqiyyah,
jamaliyyah, maupun aqliyyah.
Semua aspek tersebut akan terlatih apabila kita istiqomah
melaksanakan ibadah-ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Tentunya semua itu harus tetap kita niatkan untuk
mengharapkan wajah-Nya.
3. Membaca Al Quran
Al Quran adalah petunjuk utama dalam berakhlak mulia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ
يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus,
(QS. Al-Israa’ : 9)
Rasulullah sendiri menjadikan Al Quran sebagai tolak ukur
bagi dirinya dalam berakhlak. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim
wajib membaca dan mempelajari Al Quran.
Dengan membaca dan mempelajarinya maka kita akan
mengetahui bagaimana cara berakhlak yang benar.
Ketahuilah..!
Sesungguhnya Al Quran merupakan obat hati, petunjuk, dan rahmat bagi orang
yang beriman.
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ
لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.
(QS. Yunus : 57)
4. Melatih Diri
Akhlak yang mulia tidak dapat diperoleh dengan hanya
berdiam diri. Justru dengan berlatih itulah maka Allah akan memperbaiki akhlak
kita.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
وَإِنَّهُ مَنْ يَسْتَعِفَّ يُعِفَّهُ اللَّهُ،
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ،
وَلَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
Sesungguhnya barang siapa yang berusaha
menjaga diri dari meminta-minta maka Allah akan menjaganya dari meminta-minta,
dan barang siapa yang berusaha menyabarkan diri maka Allah berikan dia
kesabaran, dan barang siapa yang berusaha merasa cukup maka Allah berikan ia
kecukupan. Kalian tidak akan pernah diberikan pemberian yang
terbaik dan terluas dari pada sebuah kesabaran.
(HR. Bukhari : 6470)
5. Memotivasi Diri
Apabila kita ingin memperoleh akhlak yang mulia maka
hendaknya kita senantiasa memotivasi diri dengan mengkaji keutamaan-keutamaan akhlak mulia yang telah disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan motivasi diri
inilah kita
menjadi lebih semangat dan senantiasa berusaha memperbaiki akhlak menjadi lebih
baik.
6. Merasa Takut Akan Akibat Akhlak Tercela
Buruknya akhlak dapat mengurangi kedudukan kita di sisi
Allah. Karena buruknya akhlak juga merupakan perbuatan maksiat.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan :
وَمِنْ عُقُوبَاتِهَا: سُقُوطُ الْجَاهِ
وَالْمَنْزِلَةِ وَالْكَرَامَةِ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ خَلْقِهِ، فَإِنَّ
أَكْرَمَ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ، وَأَقْرَبَهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً
أَطْوَعُهُمْ لَهُ، . . .
Diantara akibat dari perbuatan
maksiat adalah hilangnya kehormatan, kedudukan, dan kemuliaan di sisi Allah dan
juga makhluk-Nya.
Karena sesungguhnya makhluk yang
paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka, dan
yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah yang paling taat di antara
mereka.[2]
Apabila kita senantiasa berakhlakul karimah maka
kedudukan kita akan semakin tinggi di sisi Allah.
Sebaliknya, apabila kita berakhlak buruk maka kedudukan
kita akan semakin menurun di sisi Allah.
Bahkan sebaik apapun ibadah kita kepada Allah, hanya akan
menghantarkan kita ke dalam neraka apabila kita memiliki akhlak yang
buruk.
Perhatikan hadits di bawah ini!!
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ فُلَانَةَ
يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلَاتِهَا، وَصِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا، غَيْرَ أَنَّهَا
تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: هِيَ فِي النَّارِ، قَالَ: يَا رَسُولَ
اللهِ، فَإِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ قِلَّةِ صِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا،
وَصَلَاتِهَا، وَإِنَّهَا تَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ، وَلَا تُؤْذِي
جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: هِيَ فِي الْجَنَّةِ
Ada seorang lelaki berkata : “Wahai
Rasulullah, ada seorang wanita yang dikenal banyak shalatnya, banyak berpuasa,
dan banyak bersedekah, akan tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya”
Rasulullah menjawab : “Ia di
neraka.”
Ia bertanya lagi : “Ada juga seorang
wanita yang dikenal sedikit puasanya, sedikit sedekahnya, bahkan ia hanya
menyedekahkan sepotong keju dari susu yang dibekukan, namun ia tidak menyakiti
tetangga dengan lisannya.”
Rasulullah menjawab : “Ia di
surga.”
(HR. Ahmad : 9675)
7. Amar Makruf Nahi Mungkar dan Saling Menasihati
Kita sebagai manusia yang tidak pernah luput dari
kesalahan tentu akan sangat membutuhkan orang-orang yang mengingatkan kesalahan
yang kita perbuat.
Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala
memerintahkan kita untuk selalu memerintahkan manusia pada kebaikan, mencegah
kemungkaran, dan saling menasihati.
Allah ta’ala berfirman :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ
الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan,
karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
(QS. Adz-Dzariyat : 55)
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali Imran : 104)
Amar makruf nahi mungkar dan saling menasihati adalah
upaya terbaik yang dipraktekkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya dalam mendidik akhlak manusia.
8. Bercita-cita Tinggi
Cita-cita yang tinggi dan mulia sangatlah diperlukan
untuk menunjang kemuliaan akhlak kita.
Seorang yang bercita-cita rendah, tidak memiliki tekad
yang kuat, mudah putus asa dan selainnya merupakan sifat akhlak yang tercela.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah mengatakan :
فَمَنْ عَلَتْ هِمَّتُهُ، وَخَشِعَتْ نَفْسُهُ؛
اتَّصَفَ بِكُلِّ خُلُقٍ جَمِيْلٍ، وَمَنْ دَنَتْ هِمَّتُهُ، وَطَغَتْ نَفْسُهُ؛
اتَّصَفَ بِكُلِّ خُلُقٍ رَذِيْلٍ
Barang siapa yang memiliki cita-cita
yang tinggi dan ketundukan jiwa maka ia telah memperoleh semua sifat akhlak
yang mulia.
Barang siapa yang rendah
cita-citanya dan durhaka jiwanya maka ia telah memperoleh semua sifat akhlak
yang tercela.[3]
9. Sabar
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :
وَحُسْنُ الْخُلُقِ يَقُومُ عَلَى أَرْبَعَةِ
أَرْكَانٍ لَا يُتَصَوَّرُ قِيَامُ سَاقِهِ إِلَّا عَلَيْهَا: الصَّبْرُ،
وَالْعِفَّةُ، وَالشَّجَاعَةُ، وَالْعَدْلُ
Akhlak yang baik berdiri di atas
empat rukun yang mendirikannya
tidak boleh berpindah kecuali berada di atasnya (yaitu) : sabar, menjaga
diri dari yang buruk, berani, dan
adil.[4]
Sabar itu ada tiga jenis, diantaranya :
- Sabar dengan Allah
- Sabar untuk Allah
- Sabar bersama Allah
Pertama : Sabar dengan Allah adalah kita
senantiasa bersabar meminta pertolongan kepada-Nya agar
tetap dalam kesabaran.
Karena
sesungguhnya
sabarnya seorang hamba
adalah berkat pertolongan dari Rabbnya, bukan dari dirinya.
Allah ta’ala berfirman :
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ
إِلَّا بِاللَّهِ
Bersabarlah (hai Muhammad) dan
tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah
(QS. An-Nahl : 127)
Kedua : Sabar untuk Allah adalah
hendaknya kita bersabar dalam rangka meraih cintanya Allah, dan menginginkan
wajah-Nya.
Ketiga : Sabar bersama Allah adalah kita
bersabar menetap bersama apa yang Allah kehendaki terhadap diri kita dan bersabar menjalani hukum-hukum agama-Nya.
10. Wejangan dan Nasihat
Mendengarkan nasihat sangatlah dibutuhkan untuk
menanamkan nilai-nilai akhlak di dalam diri kita. Terlebih lagi apabila kita
sedang dalam keadaan futur[5].
Sesungguhnya jiwa kita ini bagaikan tanaman sedangkan
nasihat itu bagaikan air. Apabila jiwa ini tidak pernah disiram dengan nasihat
maka ia akan layu dan mati.
11. Saling Berwasiat
Berwasiat yang dimaksud adalah saling mewasiatkan perihal akhlakul
karimah. Caranya adalah dengan terus menebarkan kebaikan dan menyampaikan fadhilah berakhlak
mulia kepada orang lain.
Selain itu, kita juga harus memperingatkan orang lain
agar tidak terjerumus ke dalam akhlak yang buruk. Kemudian kita berikan mereka
dorongan serta motivasi agar kembali berakhlak mulia.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya akhlak mulia adalah bagian
dari Al-Haq (kebenaran)!
Maka saling mewasiatkannya adalah suatu keniscayaan.
Barang siapa
yang meninggalkannya maka ia termasuk golongan orang-orang yang merugi.
Allah ta’ala berfirman :
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ
لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
Demi masa. (1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, (2)
kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (3)
(QS. Al-Ashr : 1 – 3)
Dikisahkan pula tentang pentingnya saling berwasiat di kalangan para sahabat:
كَانَ الرَّجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَيَا لَمْ يَفْتَرِقَا حَتَّى
يَقْرَأَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ: {وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ} [العصر: 2] ، ثُمَّ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ
Dahulu apabila ada dua orang dari sahabat
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam saling bertemu maka mereka berdua tidak akan
berpisah hingga salah seorang diantara mereka membaca surat Al-‘Ashr kepada
kawannya, kemudian barulah salah seorang diantara mereka berdua memberi salam
kepada kawan yang satunya.
(HR. Thabrani : 5124)[6]
12. Menjadikan Orang Lain Ukuran Bagi Dirinya
Manusia yang berakal adalah mereka yang melihat orang
lain lalu menjadikan orang lain itu sebagai ukuran bagi dirinya.
Setiap hal yang apabila ia diperlakukan dengan hal itu
oleh orang lain lantas ia membencinya maka ia akan menjauhi hal itu dan tidak melakukannya.
Sebaliknya, setiap hal yang apabila ia diperlakukan dengan
hal itu lantas ia menyukainya maka ia akan lakukan hal itu untuk orang lain.
13. Panutan dalam Kebaikan
Tidak
diragukan lagi, bahwa panutan terbaik bagi seluruh umat muslim adalah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman
:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(QS.
Al-Ahzab : 21)
Begitu
pula para Nabi sebelumnya dan para pengikutnya yang patut kita jadikan teladan
dalam berakhlak.
Contohnya
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam serta orang beriman yang mengikutinya, Allah ta’ala
berfirman :
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia
(QS.
Al-Mumtahanah : 4)
Demikian
pula orang-orang setelah mereka, mulai dari para sahabat Nabi, para tabiin,
para ulama, serta orang-orang saleh yang mengikuti mereka hingga datangnya hari
kiamat.
Ketahuilah!
Sesungguhnya tidak ada zaman kecuali pasti ada panutan dalam kebaikan serta
menegakkan kebenaran, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ
بِأَمْرِ اللَّهِ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ،
حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
Akan
senantiasa ada umat dari umatku yang tegak di atas perkara Allah. Tidak akan membahayakan mereka
orang yang menghina mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka hingga
datang ketetapan Allah kepada mereka dan mereka tetap dalam keadaan itu.
(HR.
Bukhari : 3641)
Oleh
karena itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya juga menjadikan orang-orang
yang masih hidup di zaman ini; baik itu dari kalangan ulama, dai, orang salih
dan selainnya yang senantiasa menegakkan kebenaran sebagai teladan dalam
berakhlak.
14. Bersahabat dengan Orang Berakhlak Mulia
Tahukah
Anda? Bahwa sejatinya akhlak kita sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang kita
jadikan sebagai sahabat.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung agama
temannya, maka hendaklah salah seorang kalian memperhatikan siapa yang
dijadikannya sebagai teman.
(HR. Abu Dawud : 4833)
Oleh karena itu, agar kita bisa memperoleh akhlak yang
baik, maka bersahabat dengan orang-orang yang berakhlak mulia adalah suatu
keniscayaan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ،
كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا
طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ
تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang
penjual minyak wangi dan seorang pandai besi.
Penjual minyak wangi bisa jadi akan
memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan
kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi
(percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap
mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”
(HR. Bukhari : 5534)
15. Bertempat di Lingkungan yang Baik
Termasuk penunjang terbesar yang dapat memudahkan kita
untuk memperoleh akhlak yang baik adalah dengan bertempat tinggal di lingkungan
yang baik.
Lingkungan
juga sangat mempengaruhi tabiat kita. Karena apabila kita bertempat di
lingkungan yang penuh kemaksiatan maka sesungguhnya hati kita sangatlah lemah.
Seandainyapun
kita tidak terpengaruh dengan buruknya lingkungan, setidaknya kita akan
mengalami kesulitan dalam melakukan kebaikan dan membenahi akhlak.
Oleh
karena itulah Nabi dan para sahabat berhijrah ke Madinah dalam rangka menolong
agama mereka agar mereka lebih mudah menjalankan agamanya.
16. Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia
Apabila
kita banyak berkunjung dan bertemu dengan orang-orang yang berakhlak mulia dan
mempelajari akhlak mereka maka kita akan dimudahkan untuk memperbaiki akhlak.
Tahukah
Anda..? Bahwa penyebab mulianya akhlak para sahabat adalah karena mereka
senantiasa mengunjungi Nabi dalam rangka mempelajari akhlak dan adab beliau.
Cara
itu kemudian diwariskan kepada para generasi setelahnya, dimana mereka
mempelajari akhlak guru mereka sebagaimana mempelajari ilmu dari mereka.
Ibnu
Sirin rahimahullah mengatakan :
كَانُوا يَتَعَلَّمُونَ الْهَدْيَ كَمَا
يَتَعَلَّمُونَ الْعِلْمَ
Mereka
dahulu mempelajari tingkah laku sebagaimana mempelajari ilmu.[7]
Bahkan
mereka lebih banyak mempelajari akhlak dan adab dari pada ilmu..!!
Abu
Al-Husain bin Al-Munaadi Al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya sampai
Al-Husain bin Ismail, ia berkata : Aku mendengar bapakku mengatakan :
كُنَّا نَجْتَمِعُ فِي مَجْلِسِ
الْإِمَامِ أَحْمَد، زَهَاء خَمْسَة آلَافٍ، أَوْ يَزِيْدُوْنَ، أَقَلُّ مِنْ خَمْسَمِائَةٍ
يَكْتُبُوْنَ، وَالْبَاقِي يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ: حُسْنَ الْأَدَبِ وَحُسْنَ
السُّمْتِ
Dahulu
kami berkumpul di majelisnya imam Ahmad, kurang lebih 5000 orang lebih. Kurang
dari 500 orang menulis, sedangkan sisanya mereka belajar adab dan diam yang
baik dari beliau.[8]
17. Mendesak Masyarakat Agar Bermasyarakat Islami
Masyarakat
yang islami adalah sarana untuk menanamkan nilai-nilai akhlak islami ke dalam
setiap individu yang hidup di lingkungan masyarakat tersebut.
Setiap
dari kita tentu tidak akan terlepas dari tatanan masyarakat. Apabila masyarakat
yang kita tempati adalah masyarakat yang islami, maka hal ini dapat memudahkan
kita mengamalkan nilai-nilai Islam.
Maka
dari itu kita sebagai seorang muslim hendaknya juga bermasyarakat serta
mendesak mereka agar terbentuk masyarakat yang islami.
Upaya
ini dapat kita lakukan melalui berbagai sarana tergantung posisi kita
masing-masing dalam tatanan masyarakat.
Apabila
posisi kita saat itu adalah seorang kyai atau ustadz maka kita bisa mengisi
ceramah di masjid setempat, mengadakan kajian agama Islam, mengimami shalat
berjamaah, dan sebagainya.
Apabila
posisi kita saat itu adalah seorang pemimpin maka kita bisa membuat
kebijakan-kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Apabila
posisi kita saat itu adalah orang kaya maka kita bisa menginfaqkan sebagian
harta kita untuk mendirikan yayasan pendidikan islam, masjid, dan semacamnya.
Apabila
posisi kita saat itu hanyalah sebagai warga biasa maka kita bisa memberikan
dukungan apapun yang menunjang terbentuknya masyarakat islami, seperti
mengikuti shalat berjamaah, mengikut pengajian, dan sebagainya.
18. Mempelajari Perjalanan Hidup Nabi
Ibnu
Hazm rahimahullah mengatakan :
من أَرَادَ خير الْآخِرَة وَحِكْمَة الدُّنْيَا
وَعدل السِّيرَة وَالْاحتواء عَلَى محَاسِن الْأَخْلَاق كلهَا وَاسْتِحْقَاق
الْفَضَائِل بأسرها فَلْيَقْتَدِ بِمُحَمد رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
وَلْيَسْتَعْمِلْ أَخْلَاقَهُ وَسيره مَا أَمْكَنَهُ
Barang
siapa yang menghendaki kebaikan akhirat, hikmah dunia dan perjalanan hidup yang
adil serta memiliki seluruh akhlak yang baik serta memperoleh keunggulan yang
memikat, . . .
.
. maka hendaknya ia meneladani Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan mengamalkan akhlaknya dan meneladani perjalanan kehidupannya
dengan segenap kemampuannya.[9]
Oleh
karena itu, tidaklah mungkin kita meneladani Rasulullah kecuali dengan
mempelajari perjalanan kehidupan beliau.
19. Mempelajari Perjalanan Hidup Para Salafus Shalih
Ketahuilah
bahwa salafus shalih[10]
adalah manusia yang paling mengetahui kebenaran dan merekalah yang menjadi
penerang dalam kegelapan.
Mereka
telah memperoleh warisan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
berupa ilmu dan akhlak yang mulia.
Maka
dari itu, kita juga harus mempelajari perjalanan hidup mereka dan menelaah
ihwal mereka.
Kitab
yang paling terkenal untuk mempelajari ihwal mereka adalah kitab “Siiru
A’laami An-Nubala” yang ditulis oleh imam Adz-Dzahabi rahimahullah.
20. Mengangkat Pemimpin yang Adil
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memberikan contoh kepada kita
bagaimana beliau memimpin pemerintahan di kota Madinah.
Beliau
senantiasa berbuat adil kepada rakyatnya dan senantiasa berupaya melalui
berbagai cara guna membentuk masyarakat yang berakhlak yang mulia.
Oleh
karena itu, mengangkat pemimpin yang adil begitu penting dalam rangka membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia.
Oleh
: Adam Rizkala
Refrensi : Kitab Al-Mausu'ah Al-Akhlaq Al-Islamiyyah (Ensiklopedia Akhlak Islami)
Refrensi : Kitab Al-Mausu'ah Al-Akhlaq Al-Islamiyyah (Ensiklopedia Akhlak Islami)
[1] Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Madarijus
Salikin (Darul Kitab Al-Arabiy, 1996), jilid 2, hlm 294.
[2] Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, Al-Jawab
Al-Kaafi li Man Sa-ala ‘an Ad-Dawa’ Asy-Syaafi au Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’
(Maroko: Darul Ma’rifah, 1997), juz 1, hlm 79.
[3] Lihat : Al-Fawaid (Bairut:
Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1973) oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, hlm 144.
[4] Lihat : Madarijus Salikin
(Darul Kitab Al-Arabiy, 1996) oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, jilid 2, hlm 294.
[5] Adalah sebuah keadaan jiwa dimana ia
tertimpa rasa malas dan lemah setelah ada rasa semangat dan rajin sebelumnya.
[6] Lihat : Mu’jam Al-Ausath
(Kairo: Darul Haramain), oleh Ath-Thabrani, juz 5, hlm 215. Disahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahiihah no. 2648.
[7] Lihat : Al-Jami’ li Akhlaaq
Ar-Raawi wa Aadaab As-Saami’, (Riyad: Maktabah Al-Ma’aarif), oleh Khatib
Al-Bahgdadi, jilid 1, hlm. 79.
[8] Lihat : Al-Madkhol Al-Mufadh-dhol
li Madzhab Al-Imam Ahmad, (Jedah: Darul ‘Aashimah, 1417 H), oleh Bakr bin
Muhammad, jilid 2, hlm. 619 – 620.
[9] Lihat : Al-Akhlaq wa As-Siir fii
Madawati An-Nufuus, (Bairut: Darul Afaaq Al-Jadiidah, 1979), oleh Ibnu
Hazm, hlm. 24.
[10] Orang saleh terdahulu
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan komentar yang mencerminkan seorang muslim yang baik :)