Cara Menafsirkan Al Quran dengan Benar Sesuai Kaidah Para Ulama
Oleh : Adam Rizkala
Dipublikasikan : 8/07/2018
![]() |
Allah menurunkan Al Quran dengan tujuan agar manusia bisa menjadikannya sebagai petunjuk dalam kehidupan.
Namun, Al Quran diturunkan oleh Allah dengan bahasa Arab. Selain itu ayat-ayat Al Quran juga turun dengan konteks dan tema tertentu.
Maka dari itu, mau tidak mau kita memerlukan ilmu tersendiri agar dapat memahaminya dengan benar. Karena tanpa mempelajari ilmu tersebut maka kita akan terjatuh dalam kesalahan ketika menafsirkan Al Quran.
Fenomena Penafsiran Al Quran Zaman Now
Seiring berkembangnya
zaman banyak sekali kita jumpai penafsiran Al-Quran dengan berbagai macam corak
dan gaya dengan
karakteristik yang berbeda-beda. Sayangnya
penafsiran-penafsiran tersebut digunakan oleh beberapa oknum sebagai kepentingan pribadi maupun kelompok sehingga menimbulkan banyak perselisihan.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka menafsirkan Al-Quran sekehendak hawa nafsu mereka sendiri tanpa kaidah-kaidah yang telah ditentukan oleh para ulama.
Parahnya lagi banyak orang-orang awam yang percaya atas penafsiran bathil tersebut.
Akibatnya mereka semakin buta dan fanatik terhadap kelompok mereka dengan dalih berpegang pada dalil Al Quran yang mereka tafsirkan sendiri.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka menafsirkan Al-Quran sekehendak hawa nafsu mereka sendiri tanpa kaidah-kaidah yang telah ditentukan oleh para ulama.
Parahnya lagi banyak orang-orang awam yang percaya atas penafsiran bathil tersebut.
Akibatnya mereka semakin buta dan fanatik terhadap kelompok mereka dengan dalih berpegang pada dalil Al Quran yang mereka tafsirkan sendiri.
Maka
dari itu kami mencoba merangkum bagaimanakah cara
menafsirkan Al Quran dengan benar agar kita tidak terjerumus pada
penafsiran-penafsiran yang tidak layak untuk diikuti.
Berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui terkait tata cara menafsirkan Al Quran :
Berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui terkait tata cara menafsirkan Al Quran :
Apa yang Harus Kita Ketahui Sebelum Menafsirkan Al Quran?
Al Quran adalah kalam Allah azza wa jalla yang sangat mulia. Ia
tidak layak ditafsirkan seenaknya tanpa dasar ilmu yang kokoh. Karena
menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu adalah perkara yang tidak dibenarkan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya :
مَنْ قَالَ: فِي كِتَابِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ، فَقَدْ أَخْطَأَ
Barang siapa yang mengatakan tentang kitabnya Allah azza wajalla dengan
pemikirannya (sendiri) lalu ia benar, maka ia telah salah (HR. Abu Dawud : 3652. Albani : Dhaif)
Maka ada beberapa hal yang wajib dipelajari sebelum kita menjadi penafsir
Al Quran :
1. Menguasai Bahasa Arab
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Al Quran ini diturunkan dengan bahasa
Arab. Mau tidak mau seorang penafsir Quran wajib menguasai bahasa Arab
baik dari segi nahwu, sharaf, balaghah, ma’ani, bayan, badi’, ‘arudh,
insya’, tarikhul adab dan semua yang berhubungan dengannya.
Tanpa mempelajari bahasa arab kita tidak akan pernah mampu menafsirkan Al Quran dengan benar.
Allah ta’ala berfirman :
Tanpa mempelajari bahasa arab kita tidak akan pernah mampu menafsirkan Al Quran dengan benar.
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآنًا
عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Q.S Yusuf : 2)
2. Mengetahui Kapan Ayat Diturunkan
Dalam Al Quran sendiri disebutkan bahwa Allah tidak menurunkan Al Quran
dalam satu waktu sekaligus. Namun disitu Allah turunkan Al Quran ini secara
berturut- turut. Allah ta’ala berfirman :
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ
عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلًا
Dan Al
Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Q.S Al-Isra’ : 106)
Ditinjau dari kapan ayat Al Quran itu diturunkan terbagi menjadi dua bagian:
yaitu ayat makiyyah dan madaniyyah;
Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, . . .
sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun setelah hijrahnya beliau ke Madinah.
Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, . . .
sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun setelah hijrahnya beliau ke Madinah.
Tanpa mengetahui kapan suatu ayat Al Quran diturunkan maka kita akan
terjebak pada penafsiran yang salah. Karena tanpa mengetahuinya kita tidak akan
mengetahui konteks apa yang dibicarakan dalam ayat tersebut.
Dengan mempelajari kapan turunnya ayat maka seorang penafsir dapat mengetahui bagaimana perkembangan syariat pada masa itu. Tentunya mengetahui kapan ayat turun tidak terlepas dari pengetahuan terhadap sejarah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam selama masa kenabiannya.
Dengan mempelajari kapan turunnya ayat maka seorang penafsir dapat mengetahui bagaimana perkembangan syariat pada masa itu. Tentunya mengetahui kapan ayat turun tidak terlepas dari pengetahuan terhadap sejarah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam selama masa kenabiannya.
3. Mengetahui Asbabun Nuzul
Pernah dengar istilah asbabun nuzul?
Ya, dahulu istilah ini agak sedikit asing dikalangan awam. Akan tetapi seiring berkembangnya era informasi dan pengetahuan kita akan banyak menjumpai istilah ini pada Al Quran terjemahan yang disertakan asbabun nuzul di dalamnya.
Ya, dahulu istilah ini agak sedikit asing dikalangan awam. Akan tetapi seiring berkembangnya era informasi dan pengetahuan kita akan banyak menjumpai istilah ini pada Al Quran terjemahan yang disertakan asbabun nuzul di dalamnya.
Ditinjau dari penyebab turunnya, ayat Al Quran yang turun dibagi menjadi
dua bagian: yaitu ibtida’i dan sababi.
Ibtida’i adalah ayat Al Quran yang turun tanpa ada penyebab sebelumnya, sedangkan sababi adalah ayat Al Quran yang turun dengan adanya faktor penyebab.
Mayoritas ayat dalam Al Quran termasuk golongan ibtida’i sedangkan sisanya adalah sababi.
Ibtida’i adalah ayat Al Quran yang turun tanpa ada penyebab sebelumnya, sedangkan sababi adalah ayat Al Quran yang turun dengan adanya faktor penyebab.
Mayoritas ayat dalam Al Quran termasuk golongan ibtida’i sedangkan sisanya adalah sababi.
Nah, ayat-ayat sababi ini perlu diketahui asbabun nuzulnya
(penyebab turun) sehingga kita dapat mengetahui tafsir yang benar terhadap ayat
tersebut.
Tanpa mengetahui asbabun nuzul maka kita akan kesulitan memahaminya bahkan sangat rawan terpeleset dalam jurang kesalahan saat menafsirkannya.
Tanpa mengetahui asbabun nuzul maka kita akan kesulitan memahaminya bahkan sangat rawan terpeleset dalam jurang kesalahan saat menafsirkannya.
4. Mengetahui Rujukan dalam Menafsirkan Al Quran
Seorang penafsir tidak bisa sembarangan dalam menggunakan rujukan saat
menafsirkan Al Quran. Dalam menafsirkan Al Quran kita hendaknya mengikuti tata cara sebagai berikut :
Pertama, seorang penafsir harus menafsirkan ayat Al Quran
dengan ayat Al Quran yang lain. Di dalam Al Quran, biasanya terdapat
ayat-ayat yang maknanya bersifat global.
Maka untuk mengetahui penafsiran yang lebih rinci seorang penafsir harus mencari ayat yang merincikan ayat tersebut.
Maka untuk mengetahui penafsiran yang lebih rinci seorang penafsir harus mencari ayat yang merincikan ayat tersebut.
Kedua, apabila tidak dijumpai ayat yang menafsirkan ayat
yang hendak kita tafsirkan maka langkah berikutnya kita harus mencari tafsirnya melalui
ucapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Beliaulah yang lebih mengerti tentang pengertian Al Quran itu sendiri, karena Allah menurunkan Al Quran agar beliau menjelaskannya kepada manusia, Allah ta’ala berfirman :
Beliaulah yang lebih mengerti tentang pengertian Al Quran itu sendiri, karena Allah menurunkan Al Quran agar beliau menjelaskannya kepada manusia, Allah ta’ala berfirman :
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ
لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran,
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan (Q.S An-Nahl : 44)
Ketiga, apabila tidak dijumpai ucapan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menafsirkan ayat tersebut
maka carilah ucapan sahabat mengenai tafsir ayat tersebut, terutama di
kalangan sahabat yang memiliki keahlian dalam menafsirkan Al Quran.
Hal itu dikarenakan Al Quran turun di zaman mereka dan turun dengan bahasa mereka. Mereka melihat langsung bagaimana Al Quran diturunkan, dan mereka lebih mengetahui bahasa Al Quran, lebih jujur dalam menyampaikan kebenaran, dan lebih selamat dari hawa nafsu dalam menafsirkan Al Quran.
Hal itu dikarenakan Al Quran turun di zaman mereka dan turun dengan bahasa mereka. Mereka melihat langsung bagaimana Al Quran diturunkan, dan mereka lebih mengetahui bahasa Al Quran, lebih jujur dalam menyampaikan kebenaran, dan lebih selamat dari hawa nafsu dalam menafsirkan Al Quran.
Keempat, apabila tidak ada sahabat yang
menafsirkan ayat yang ingin ditafsirkan maka carilah ucapan tabi’in yang
menjelaskan tentang tafsir dari ayat tersebut.
Tentunya tabi’in yang dapat dijadikan pegangan penafsirannya adalah tabi’in yang belajar langsung kepada ulama’ dari kalangan para sahabat.
Tentunya tabi’in yang dapat dijadikan pegangan penafsirannya adalah tabi’in yang belajar langsung kepada ulama’ dari kalangan para sahabat.
Kelima, apabila masih tidak dijumpai ucapan
tabi’in maka tafsirkanlah ayat tersebut dengan makna secara syar’i atau
secara bahasa.
Apabila terdapat perbedaan antara makna bahasa dengan makna syar’i maka seorang mufassir hendaknya berpegang pada maknya syar’i.
Dimana kita dapat mencari rujukan-rujukan tersebut?
Untuk mengetahui rujukan-rujukan tersebut dapat kita lihat pada kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulama' terdahulu; seperti Tafsir Ath-Thabariy, Tafisr Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qurtubi dsb.
Demikianpula dalam kitab-kitab hadits yang masyhur seperti kutub at-tis'ah juga banyak memuat sabda-sabda Nabi yang berkaitan dengan penafsiran Al Quran.
Apabila terdapat perbedaan antara makna bahasa dengan makna syar’i maka seorang mufassir hendaknya berpegang pada maknya syar’i.
Dimana kita dapat mencari rujukan-rujukan tersebut?
Untuk mengetahui rujukan-rujukan tersebut dapat kita lihat pada kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulama' terdahulu; seperti Tafsir Ath-Thabariy, Tafisr Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qurtubi dsb.
Demikianpula dalam kitab-kitab hadits yang masyhur seperti kutub at-tis'ah juga banyak memuat sabda-sabda Nabi yang berkaitan dengan penafsiran Al Quran.
5. Dapat Membedakan Antara Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Terdapat perbedaan pendapat diantara para
ulama’ mengenai pengertian ayat muhkam dan mutasyabih. Namun, secara umum bisa
kita ambil pengertian bahwa :
- Ayat muhkam : adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya sehingga dengan mudah dapat diketahui oleh manusia.
- Ayat mutasyabih : adalah ayat yang mengandung beberapa pengertian sehingga tidak mudah diketahui oleh manusia atau hanya Allah yang mengetahui maksud dari ayat tersebut.
Seorang penafsir hendaknya bisa
membedakan antara ayat muhkam dan mutasyabih sesuai dengan kemampuannya agar
bisa memegang ayat-ayat muhkam serta beriman dengan ayat mutasyabih dan tidak terjerumus pada takwil yang mana ayat tersebut tidak diketahui takwilnya kecuali Allah sendiri yang mengetahuinya.
6. Mengetahui Nasikh dan Mansukh
Secara bahasa nasikh dan mansukh berasal dari akar kata yang
sama, yaitu : nasakho; yang artinya menghilangkan. Pengertian gampangannya:
- Nasikh adalah ayat yang mengganti ayat lain (yang mansukh) baik dari segi hukum maupun tilawahnya atau keduanya.
- Mansukh adalah ayat yang diganti dengan ayat lain sebagi penggantinya (yaitu ayat nasikh) baik dari segi hukum maupun tilawahnya atau keduanya.
Tidak semua ayat itu tergolong ayat yang dinasakh (baik nasikh maupun
mansukh). Tentunya akan sangat panjang penjelasan nasikh mansukh
ini apabila dipaparkan dalam artikel ini.
Namun, pada intinya seorang penafsir Al-Quran harus mengetahui masalah nasikh dan mansukh pada Al-Quran. Karena perkara ini juga berkenaan dengan pengamalan seseorang terhadap ayat Al-Quran.
Namun, pada intinya seorang penafsir Al-Quran harus mengetahui masalah nasikh dan mansukh pada Al-Quran. Karena perkara ini juga berkenaan dengan pengamalan seseorang terhadap ayat Al-Quran.
Seorang penafsir wajib mengetahui nasikh dan mansukh serta
menyampaikan nasikh dari ayat yang ditafsirkannya. Karena, apabila nasikh
tidak disampaikan saat menafsirkan Al-Quran bisa-bisa seseorang malah
mengamalkan ayat yang sudah mansukh.
Apa Yang Harus Kita Lakukan Apabila Tidak Menguasai Ilmu Tersebut?
Sebetulnya masih banyak lagi yang harus dipelajari oleh seorang muslim untuk
bisa menafsirkan Al Quran dengan benar.
Akan tetapi, tidak semua orang berkecimpung dalam bidang ilmu tersebut. Tentu hal ini akan membuat kesulitan bagi kita yang tidak memiliki kapasitas dalam menguasai ilmu tersebut. Padahal, kita sebagai seorang muslim wajib mengetahui tafsir dari Al Quran itu sendiri. Maka, apa yang harus kita lakukan??
Berikut uraiannya :
Akan tetapi, tidak semua orang berkecimpung dalam bidang ilmu tersebut. Tentu hal ini akan membuat kesulitan bagi kita yang tidak memiliki kapasitas dalam menguasai ilmu tersebut. Padahal, kita sebagai seorang muslim wajib mengetahui tafsir dari Al Quran itu sendiri. Maka, apa yang harus kita lakukan??
Berikut uraiannya :
1. Berpegang Pada Ulama’ Ahli Tafsir
Sebagai orang yang awam dan wajib bagi kita untuk mengetahui tafsir Al-Quran
maka mau tidak mau kita harus berpegang pada ulama’ tafsir yang mumpuni dalam
bidangnya.
Berikut ini beberapa kriteria ulama’ tafsir yang bisa kita pegang hasil penafsirannya terhadap Al-Quran :
Berikut ini beberapa kriteria ulama’ tafsir yang bisa kita pegang hasil penafsirannya terhadap Al-Quran :
a. Benar Aqidahnya
Seorang muslim harus mengambil ilmu tafsir dari seorang yang memiliki
aqidah yang benar. Kita tidak dibenarkan mengambil penafsiran dari orang yang
berakidah sesat seperti khawarij (yang meyakini muslim di luar jama’ahnya adalah kafir), syi’ah
(yang beraqidah taqiyyah/membohongi kaum muslimin di luar golongannya
agar kedoknya tidak diketahui), mu’tazilah (yang mengedepankan akal dari pada
wahyu) dan lain sebagainya.
b. Ikhlas dalam Menafsirkan
Hendaknya kita mengambil penafsiran Al Quran dari seorang yang memiliki
maksud dan niat yang ikhlash dalam menafsirkan Al Quran. Kita tidak dibenarkan
mengambil penafsiran pada orang yang mengajak pada golongan ashobiyahnya, mencari
keduniaan, dan lain semisalnya.
c. Bertakwa
Takwa terletak di dalam hati. Namun, isi hati dapat tercermin dari tingkah
laku. Maka ambilah tafsir Al Quran dari seorang yang memiliki ketakwaan dalam
hati yang perbuatannya mencerminkan seorang yang bertakwa. Karena orang
yang bertakwa akan diberikan ilmu dan petunjuk oleh Allah dalam kehidupannya.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
Bertakwalah
kepada Allah maka Allah akan mengajarkan kalian (Q.S Al-Baqarah
: 282)
d. Mengamalkan Al Quran
Tidak mengamalkan Al Quran menunjukkan kurangnya ketakwaan seseorang.
Kurangnya ketakwaan dapat membuat hawa nafsu mendominasi akal dalam menafsirkan
Al Quran. Maka ambilah penafsiran Al Quran dari penafsir Quran yang
mempersungguh dalam mengamalkan Al Quran.
e. Menjaga Kehormatan
Kurangnya menjaga kehormatan dan melalaikan adab-adab dalam kehidupan
mencerminkan dominasi hawa nafsu di dalam hatinya. Maka hendaknya seorang
muslim mencari mufassir (ahli tafsir) yang benar-benar menjaga
kehormatan dirinya yaitu orang-orang yang menjauhi hal-hal yang makruh.
f. Menguasai Ilmu Tafsir
Tentu tidak boleh tidak kita wajib mengambil tafsir dari seorang yang memiliki
ilmu dalam bidang tafsir Al Quran. Tidak selayaknya kita mengambil tafsir dari
orang yang bodoh dan tidak menguasai ilmu tafsir.
2. Mengambil Refrensi dari Kitab Tafsir Induk
Betapa pedulinya Allah ta’ala kepada kita sebagai hamba-Nya dengan memberikan
karunia kepada para ulama’ berupa keahlian dalam menafsirkan Al-Quran dan
menuliskannya dalam sebuah kitab agar kita dengan mudah dapat mengetahui tafsir
dari kalam-Nya.
Namun, beredarnya kitab-kitab tafsir modern yang memiliki berbagai macam corak membuat kita kebingungan dalam memilih salah satu diantara kitab-kitab tersebut.
Maka, sepatutnya kita merujuk kembali kepada kitab-kitab rujukan yang telah ditulis oleh ulama’ klasik yang memenuhi kriteria ulama’ tafsir di atas, seperti :
Namun, beredarnya kitab-kitab tafsir modern yang memiliki berbagai macam corak membuat kita kebingungan dalam memilih salah satu diantara kitab-kitab tersebut.
Maka, sepatutnya kita merujuk kembali kepada kitab-kitab rujukan yang telah ditulis oleh ulama’ klasik yang memenuhi kriteria ulama’ tafsir di atas, seperti :
- Kitab Tafsir Al Quran Al Adzim : Ibnu Katsir
- Kitab Jami’ul Bayan ‘an Takwil Ayyi Al Quran : Ibnu Jarir At-Thabari
- Kitab Tafsir Al Qurthubi : Muhammad bin Ahmad Al Andalusi Al Qurthubi
- Kitab Taisir Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalim Al Mannan : Abdurrahman bin Nashr Alu Sa’di.
- Dan lain sebagainya.
3. Belajar Dasar-dasar dalam Menafsirkan Al-Quran
Agar kita tidak terpengaruh pada penafsiran-penafsiran bathil yang
disampaikan oleh ahlul bid’ah maka setidaknya kita mempelajari
dasar-dasar dari ilmu tafsir.
Pada poin sebelumnya telah dijelaskan sedikit dari kaidah dasar berupa pengetahuan yang perlu didalami dan dipelajari sebelum menafsirkan Al Quran.
Insya Allah, artikel ini sudah cukup menjadi bekal kita agar tidak terpengaruh dengan penafsiran bathil yang beredar di kalangan kaum muslimin saat ini.
Namun, untuk lebih mengetahui gambaran lebih jelasnya maka kita sangat dianjurkan untuk mempelajari kitab-kitab ushul tafsir yang sudah ditulis oleh para ulama’.
Pada poin sebelumnya telah dijelaskan sedikit dari kaidah dasar berupa pengetahuan yang perlu didalami dan dipelajari sebelum menafsirkan Al Quran.
Insya Allah, artikel ini sudah cukup menjadi bekal kita agar tidak terpengaruh dengan penafsiran bathil yang beredar di kalangan kaum muslimin saat ini.
Namun, untuk lebih mengetahui gambaran lebih jelasnya maka kita sangat dianjurkan untuk mempelajari kitab-kitab ushul tafsir yang sudah ditulis oleh para ulama’.
Oleh : Adam Rizkala